[17] Hati-hati

717 155 9
                                    

Kalau bukan karena Lucas, mungkin Maureen tidak pernah merasakan apa itu yang dinamakan merona. Pipinya memanas dengan semburat merah jambu menghiasi. Tenggorokannya kering untung mengajukan rasa protesnya. Maureen sedari tadi menundukkan kepada dengan batin menyerampahi Lucas. Gadis itu merasakan sensasi yang berbeda saat ini.

Hanya saja segalanya berubah mencekam ketika mereka tiba di daerah pusaran mematikan, atau mereka menyebutnya sebagai 'Deadly Swirl'. Hanya percikan air serta hentakan kaki Maureen yang terdengar. Maureen melupakan kekesalannya dan berjalan lebih rapat di samping Lucas.

"Takut, eh?" tanya Lucas dengan nada mengejek. Maureen tidak membalas ucapannya, gadis itu merasa tidak tenang berada di sini. Di sini sunyi, bahkan mereka belum melihat satu ikan pun berenang di sekitar sini. Tidak adanya makhluk hidup selain mereka, membuat Lucas dan Maureen merasakan kejanggalan. Anehkah jika mereka merasa perlu was-was ketika bergerak? Maureen

Grep.

Maureen merasa kakinya bersentuhan sesuatu yang licin.

Gadis itu semakin merapat di samping Lucas. Lucas yang menyadari hal itu lekas melihat alasan keterkejutan Maureen.

"Di kakimu!" teriak Lucas.

Maureen memekik keras, kakinya bergerak tak menentu untuk menghindar. Ia bahkan melompat ke sana kemari saking tidak teraturnya. Perutnya terasa dikocok dengan bergerak tak menentu.

"Hus, diam. Kamu kenapa, sih?" Lucas bersuara datar.

Gadis itu berhenti. Sesuatu yang licin tersebut masih teraba oleh kulit kakinya. Dengan takut-takut Maureen menunduk. Damn! Ternyata hanya sampah kerang yang sudah berlumut. Pantas terasa licin ketika bersentuhan dengan mata kaki Maureen. Gadis itu berusaha menormalkan detak jantungnya yang kembali tak beraturan. Semua ini ulah Lucas yang berteriak tanpa sebab. Salahnya juga sih, mudah dibohongi.

Lucas merasakan kilat-kilat amarah yang terpancar di mata Maureen. Dengan batinnya yang begitu peka Lucas membatalkan niatnya yang nyaris pecah tawa. Satu-satunya yang tertangkap oleh pikiran jahilnya adalah, Maureen gampang dibohongi! Lain kali ia akan memikirkan cara mengerjai Maureen agar gadis manusia itu tidak berwajah datar lagi. Setidaknya ada raut kejut serta takut yang menggantikan datarnya nanti.

Namun, gadis itu tak kunjung bersuara walau menit demi menit berlalu. Waktu terasa cepat. Mereka kembali melanjutkan perjalanan dalam sunyi. Lucas memilih diam agar tidak memancing rasa kesal gadis manusia di sampingnya. Bisa-bisa karena satu rencana jahil, Lucas harus merelakan kepalanya ditebas habis. Jangan sampai itu terjadi. Ah, membahas tempat yang mereka lalui, kini terasa semakin mencekam. Hanya ada pasir di mana-mana. Ibaratkan di darat, ini akan menjadi gurun sahara. Mungkin ini merupakan versi bawah airnya.

Maureen berjalan dengan gugup. Tanpa sengaja ia menggengam erat pakaian yang dikenakan Lucas demi mengurangi rasa tegangnya. Untunglah pakaian Lucas terbuat dari serat daun yang kuat dan awet hingga tidak mudah koyak. Mereka berjalan beriringan. Ketakutan membuat gadis itu melupakan kekesalannya dan bersembunyi di balik tubuh tegap milik Lucas. Gengsinya tidak lebih besar dengan ketegangan yang dirasakannya. Rasanya tanah yang mereka pijaki dapat runtuh kapan saja.

Gadis itu menunduk menatap jari-jari kakinya yang menapak tanah--di dalam air--beralaskan daun tipis. Tidak ada sepatu atau semacamnya di sini dan sepatu selop miliknya ketika awal insiden terjatuh itu entah bagaimana kabarnya. Selop tersebut hilang terhanyut air. Melirik ke sebelahnya, terlihat ekor mengkilat indah berwarna hijau kebiru-biruan. Dengan ujung yang berwarna nyaris biru tua. Maureen belum pernah merasakan berenang dengan ekor. Ah, berenang dengan benar saja Maureen belum pernah.

Tekanan air terasa bergetar. Suhu berubah dingin. Sesuatu yang bergerak mendekat ke arah mereka. Lucas yang merasakan getaran kuat air menghentikan langkah Maureen.

"Jangan bercanda lagi," ujar Maureen bernada ketus. Gadis itu benar-benar merasa kesal.

"Tidak, ini sungguhan. Sesuatu mendekat ke sini."

Benar saja, pusaran berukuran besar mulai terlihat dari kejauhan. Itu pusaran yang sering dibicarakan. Berbentuk spiral dan menyeret semua benda yang berada di dekatnya hingga berkumpul menjadi satu dalam pusaran.

"Kita harus segera pergi, Maureen!" teriak Lucas menggandeng pergelangan Maureen. Sentakan itu menyadarkan Maureen yang semula terbengong melihat peristiwa di hadapannya. Mereka bergerak ke arah berlainan dengan datangnya pusaran. Sayangnya, pusaran besar tersebut tak perlu waktu lama untuk menjangkau tubuh mungil milik Maureen. Dalam hitungan detik tahu-tahu tubuh mungil itu melayang.

Gadis itu berteriak kencang ketika tubuhnya dihempaskan ke atas. Lucas berhenti dan menatap Maureen jengah. Dengan segenap kekuatannya Lucas menarik pergelangan tangan Maureen. Gadis itu merasa mual dalam keadaan seperti sekarang ini. Sementara kedua tangannya sedang berusaha ditarik Lucas, kakinya bergerak tanpa arah di sekitar pusaran.

"Arghhhh," rintih Maureen frustasi.

Yang terburuk dari ini adalah jika Lucas ikut terbawa oleh kuatnya aliran pusaran. Mereka bisa saja tiada di dalam pusaran itu.

"Jangan lepaskan peganganmu," teriak Lucas kepada Maureen. Untuk sejenak Maureen merasa tertegun melihat raut Lucas yang tak lagi jenaka seperti biasanya. Wajah pemuda siren itu memerah bersamaan dengan otot-otot tangannya yang menegang. Lucas sedang mengerahkan seluruh kekuatannya untuk menarik Maureen serta menahan pijakan kakinya agar tidak turut terhempas ke atas. Mereka dalam keadaan menegangkan! Maureen merasa tangannya melemas.

"Maureen, jangan dilepaskan!"

Sayangnya, Maureen merasakan kedua tangannya mati rasa.

Padahal, tujuan mereka belum tercapai. Haruskah semengenaskan ini?

To be continued.
804 word.

⚪Dyahputri⚪
(21/08/2018)
20:25

Underwater World: Gate of Berry Head ArchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang