[4] Siren

1.6K 300 10
                                    

Tadi aku sempat mengatakan tentang surga?

Sekarang rasanya nyawaku sudah dibawa pergi ke suatu tempat. Aku selalu berharap akan masuk surga. Tubuhku mendarat lembut pada sesuatu. Hanya kaku yang kurasakan tanpa dapat menggerakkan tubuh. Sulit untuk membuka mata.

Di sini dingin sekali dan lembab. Ada pergerakan yang mendekat. Mungkin itu kakek?

Samar-samar kudengar sesuatu mengibas seperti ekor. Hanya saja jauh lebih besar.


***


Ethan keluar dari mobil kerjanya dengan pakaian rapi khas kantoran. Ia sudah tak sabar bertemu dengan keluarga terkasihnya. Tidak sabar melihat wajah gembira anak serta istri ketika mendapat hadiah darinya. Ia harap ini menjadi kejutan karena kepulangan yang lebih awal dari seharusnya.

Ethan berjalan memasuki pekarangan. Senyumnya merekah memperhatikan bunga lili putih yang dirawat oleh anaknya, Maureen. Ada pula mawar merah yang merona. Wangi semerbak dari bebungaan itu membuatnya tak sabar menemui anak tercinta.

Kreet.

Ethan membuka pintu rumah. Kesunyian melingkupi untuk sesaat. Suasana rumah tak seperti yang ia harapkan. Sasi berlari memeluknya dengan air mata.

"Tenanglah," ujar Ethan menenangkan istrinya. Pria itu sungguh kebingungan. Dia menoleh ke arah Richard-ayahnya sekaligus kakek Maureen. Namun, yang didapatinya hanya wajah cemas dan murung.

"Sebenarnya ada apa?" Ethan melirik ke arah Alex yang tidur terlelap di sofa. "Dan di mana Maureen?"

***

"... Sadar."

"Manusia itu sadar!"

Samar-samar aku dapat mendengar bisik-bisikkan di sekitar. Namun, kelopak mataku terlalu berat untuk terbuka, sepertinya tubuhku mengalami disfungsi.

Tubuhku terasa diangkat, lalu diletakkan pada permukaan yang lebih sempit. Itu terjadi hanya sesaat sebelum lagi-lagi tubuhku dipindahkan ke sebuah kasur empuk. Aku yakin itu kasur.

Sesuatu memaksa bibirku untuk terbuka, lalu benda seperti pipa masuk ke dalam mulutku, disusul aliran hangat seperti madu.

"Dia akan sadar dengan sari lilia."

Kehangatan menjalar ke setiap jengkal tubuhku, terasa seperti saluran energi yang besar. Kelopak mata ini akhirnya mampu terbuka. Pening hebat menyerang kepala, beserta sisa rasa perih saat menarik napas.

Kuedarkan pandangan ke sekeliling. "Bukan seperti surga."

Dingin. Di sini terasa dingin sekali. Kuperhatikan tanganku yang memutih dan basah. Aku menggerakannya, lalu muncul buih air.

"A-apa ini!? A-aku ada di air?" pekikku. Panik menyerangku, membuat tubuhku menegang saat menyadari bahwa diriku bernapas di sini. Tenggorokanku gatal. Aku terbatuk-batuk.

"Hei, Nak, tenanglah," ujar seseorang yang membuatku terperanjat. Aku baru menyadari ada seseorang di sini.

Kepalaku menoleh. "Nyonya, ini di mana?"

Setelah menyelesaikan perkataan itu, barulah aku tertegun, terpaku pada tubuhnya yang tidak berkaki. Ada ekor berwarna hijau yang dipenuhi sisik.

"Monster!" Aku memekik, lalu bergerak menjauh.

Underwater World: Gate of Berry Head ArchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang