Aku duduk di meja paling ujung melihat Mbak Zahra bersalaman dengan para tamu undangan.Ini mungkin sudah potongan kue kesepuluhku, tapi Mbak Zahra belum saja habis menyalami tamu. Aku yang melihatnya begitu saja sudah sakit pinggang duluan.
Lho, itu ‘kan Ummi dan Pak Kyai. Aku membalikkan badanku, takut kalau nanti mereka melihatku.
“Ning, aku boleh duduk?” Seseorang menarik kursi di depanku—duduk.
“Tidak usah tanya kalau langsung duduk,” kataku dengan nada sewot padanya. Dia tertawa.
“Dengan siapa ke pesantren nanti?” tanyanya padaku.
Siapa sih ini? Suaranya seperti pernah kudengar?
Belum kubalikkan badanku, waspada kalau nanti Ummi atau Pak Kyai melihatku.“Abi-mu sudah tahu kalau kamu kabur?” tanyanya lagi.
Orang ini semakin lama semakin lancang saja. Semua santriwan tidak ada yang berani melawanku bicara, apalagi sampai duduk di depanku begini.
“Ummi-mu bagaimana?” tanyanya lagi.
Kesabaranku mulai habis. Satu, dua, tiga, kubalikkan badanku.“Aaaa!” Kaget aku. Dia ‘kan …. “Peramal bersorban!” Melihatku terkejut dia malah tertawa, seketika para tamu undangan yang duduk tidak jauh dariku hampir semua melirik ke arahku.
Pipiku mungkin sudah semerah tomat karena malu dan aku sudah tidak bisa melihat telingaku lagi yang dari tadi terus mengeluarkan asap karena kesal.
Aku tersenyum canggung pada para tamu undangan, agar mereka tidak berprasangka buruk padaku karena orang di depanku ini.“Peramal bersorban?” katanya sambil tertawa dan itu membuatku semakin bingung.
“Kamu orang yang tadi di halte, ‘kan?” tanyaku dengan posisi masih berdiri karena terkejut.
“Menurutmu?” Dia menanyaiku dengan mengangkat sebelah alisnya. Menyebalkan sekali. Kuhentakkan kakiku kasar dan pergi meninggalkannya.
Memang siapa dia? Berani-beraninya berbicara denganku. Belum tahu siapa aku?
KAMU SEDANG MEMBACA
Akad Rahasia
Ficção AdolescenteIni bukan cerita dewasa, tapi ini ceritaku saat menjadi santri. Cerita saat aku di nikahkan diam-diam oleh Abi.Ya, Akadku di rahasiakan. Happy reading💜 {17/08/18-11/06/19}