Dikey keluar dari tempat persembunyiannya. Disusul oleh Dino. Joshua terus berteriak, meneriakkan angka hitung mundur.
"Ssstt! Ssstt!" Dikey berusaha memanggil Joshua. Memberi kode agar terus bermain dengan Hayun, jangan sampai kalah.
Ia akan keluar dari rumah dan menyambangi rumah Hayun. Mencari kelemahan bocah laki-laki itu.
Joshua masih menghitung mundur. Namun, kepalanya mengangguk teratur. Memahami setiap ucapan yang Dikey lontarkan.
Dino mencengkram ujung kaus yang kakaknya kenakan. Ketakutan, khawatir kalau Hayun mengetahui rencana mereka dan akan membunuh Joshua.
"Harusnya aku saja yang bermain dengan Hayun," keluh Dino.
Joshua tak peduli. Ia terus menghitung mundur, dengan tangan mendorong kedua kakak beradik itu agar segera berpindah ke rumah Hayun. Memusnahkan iblis berbentuk anak kecil super menggemaskan itu.
"Tiga! Dua!"
Joshua menendang pelan pantat Dino. Pemuda itu masih saja enggan meninggalkan dirinya sendirian bermain dengan Hayun.
Tak mau waktu mereka terbuang sia-sia, Dikey menarik Dino secara paksa. Mengikutinya untuk masuk ke rumah Hayun.
"Satu! Siap atau tidak, aku datang!"
Joshua berteriak, seakan tak memiliki beban dengan kenyataan bahwa ia tengah bermain dengan makhluk berbahaya. Padahal, hatinya tak pernah luput meminta do'a agar misi ketiganya dapat berjalan lancar dan tidak mencederai mereka lagi. Setelah kejadian Dikey tadi.
Laki-laki Hong itu yakin, Hayun tengah bersembunyi di lantai dua. Meski sampai sekarang ia tidak tahu hukuman apa yang akan didapat jika kalah bermain dengan Hayun, namun yang pasti, tidaklah menyenangkan.
Bahkan mungkin saja, nyawanyalah yang menjadi taruhan.
"Hayun-ah, aku datang," ujar Joshua berteriak.
Jika dipikir-pikir, mustahil Jika Joshua memenangkan permainan ini. Hayun bukanlah makhluk biasa. Bocah itu dapat dengan bebas lari dari hadapan Joshua tanpa diketahui sedikit pun.
Joshua melihat ke arah kanan dan kirinya. Sedikit was-was. Ponsel di tangan yang menjadi satu-satunya sumber penerangan sudah terasa panas. Terlalu lama menyalakan senter.
Kaki Joshua gemetar, kala mendapati angin yang bersumber entah dari mana. Kipas angin atau pun AC di rumah itu tentu saja sudah mati.
Mata Joshua terus mengawasi apa saja yang ada di hadapan atau pun kanan-kirinya. Telah lengah dengan apa yang sudah menunggunya di belakang.
Mendekati sebuah lemari, Joshua memiliki firasat bahwa kemungkinan besar Hayun tengah bersembunyi di dalam sana. Salah satu lemari utama di kamarnya sendiri. Karena tadi, pintu kamar itu terbuka lebar.
Joshua membuka pintu lemari dengan tergesa-gesa. Tapi, Hayun tak ada di sana. Jantungnya semakin tak terkontrol saking ketakutannya. Helaan napas Joshua terdengar begitu berat. Meringis, menggigit bibir bawah untuk menahan segala rasa ketakutan.
Mulai berpaling dan hendak meninggalkan kamar itu, Joshua terkejut dengan kehadiran Hayun di sana. Kelopak mata Joshua melebar sempurna, kala matanya bertemu dengan kedua mata Hayun yang berwarna merah menyala. Raut wajahnya nampak tengah marah. Mengeras.
Tubuh Hayun memang kecil. Namun saat ini, tenaganya sungguh besar. Tak kalah kuat dari Joshua. Atau mungkin jauh lebih kuat dari Joshua.
Anak itu melayangkan tangannya ke depan, tanpa peringatan sama sekali. Mendorong Joshua, hingga tubuh pemuda keturunan Amerika-Korea itu jatuh ke belakang. Kepala Joshua menabrak gagang pintu lemari.
Hayun berhasil melukai kepala Joshua.
Putra tunggal keluarga Hong itu memegangi salah satu sisi kepalanya yang terasa pusing. Pandangannya mengawang-awang. Berusaha tetap sadar, menahan rasa sakit yang begitu ketara.
"Hyung jahat! Hyung juga ingin membunuhku!" Teriak Hayun.
"Hayun-ah, aku tidak mengerti."
Joshua tak tahu. Apa yang Hayun maksud adalah Dikey dan Dino? Apakah rencana Dikey dan Dino untuk mencari kelemahan Hayun di rumah yang sebenarnya tak berpenghuni itu sudah ketahuan oleh Hayun?
"Aku hanya ingin bermain, hyung!" Hayun masih berteriak. "Kau juga sudah membuang benda berhargaku!"
"Benda berharga?"
Joshua sudah berhasil bangkit dari jatuhnya. Meski masih memegangi kepala. Memegangi posisi luka di kepala itu. Memastikan bahwa darahnya tidak lagi keluar dengan deras seperti saat awal ia terjatuh. Denyut kepala yang cukup menyiksa masih terasa, namun berhasil disisihkan.
Ia ingat sekarang. Pesawat pengantar pesan. Pesawat kertas dengan tulisan bertinta merah dan bau anyir menyengat.
"Mawarmu?"
"Kenapa tidak ada yang menyukaiku? Kenapa semua orang benci padaku? Kenapa Tuhan tak adil padaku? Aku ingin tumbuh seperti kalian, hyung. Kenapa mereka malah membuangku?"
Joshua semakin tak mengerti dengan semua ucapan Hayun. Ditambah lagi kepalanya yang masih terasa pusing. Kemampuan berpikirnya kurang dari setengah.
Hayun melangkah maju, perlahan. Dibalas Joshua dengan gerakan mundur untuk menghindar. Sosok yang ada di hadapannya memang hanyalah seorang bocah kecil. Tapi, mengingat bagaimana Hayun melukai Dikey tadi, sampai mendorongnya hingga jatuh dan menghantam gagang lemari, ketakutan Joshua mulai menumpuk tinggi.
Hati Joshua terus berdo'a, berharap ada seseorang yang datang dan menolongnya.
Tidak ada pilihan lain lagi selain lari dan kabur dari kamar tersebut. Melihat pintu kamar yang terbuka lebar, Joshua segera melajukan langkahnya. Keluar dari kamar dan menutup pintu.
Sayangnya kunci kamar tidak berada di sisi luar pintu. Melainkan berada di dalam. Sekuat tenaga Joshua menahan pintu agar tetap tertutup. Ia tidak menyangka kalau tubuh kecil Hayun memiliki kekuatan yang cukup besar. Joshua kewalahan menahan pintu kamar itu.
Akhirnya ia memutuskan untuk melepaskan pegangan pada pintu dan segera kembali berlari menuruni tangga. Menuju lantai utama dan hendak menyusul Dikey dan Dino.
Dilihatnya gunting rumput kesayangan Hayun tergeletak begitu saja di depan pintu utama. Bertaburan kelopak bunga mawar putih yang sangat banyak. Joshua yakin, kalau ia berlari dan melangkahi gunting rumput tersebut, pasti akan ada hal buruk yang akan terjadi. Baik itu menimpa Joshua sendiri, atau malah menimpa Dikey dan Dino.
Joshua sudah tidak tahu hendak berlari ke mana. Sementara Hayun semakin dekat di belakangnya. Hanya berjalan santai sambil tersenyum sangat amat tipis. Seolah menertawakan Joshua karena kehilangan akal untuk kabur dari sana.
⚱️hayun.⚱️
Dino memasuki rumah kosong milik Hayun dengan kaki yang gemetar hebat. Berpegangan kuat pada ujung kaus tipis yang tengah kakaknya, Dikey, kenakan.
Ia terus saja berceloteh hal-hal yang sama sekali tidak ingin Dikey dengar. Membuat sang kakak marah.
"Joshua hyung bagaimana? Kalau dia mati dibunuh Hayun, bagaimana? Aku tidak mau, hyung. Aku sayang Joshua hyung. Aku-"
"Berhentilah mengatakan hal yang tak berguna, bodoh!" Omel Dikey. "Kau pikir hanya kau yang memikirkan kondisi Joshua hyung? Ucapan itu adalah do'a!"
Dino terdiam, dimarahi Dikey. Tertunduk dalam lalu ikut kembali melangkah perlahan. Mengikuti ke mana pun langkah Dikey, berusaha menemukan gentong tempat persembunyian tubuh asli Hayun tersimpan rapat.
Untungnya rumah kosong Hayun tak memiliki gorden dan ini masih sore. Cahaya dari luar tetap dapat masuk meski hari mulai gelap. Tangan Dino menarik kaus belakang Dikey dengan ketara kuatnya. Untuk menghentikan langkah si kakak.
"Hyung," tegurnya. Menunjuk ke arah salah satu ruang, dengan pintu yang tertempel gambar salah satu tokoh super hero. "Itu pasti kamar milik bocah yang tubuhnya diambil Hayun!"
TBC
23.09.2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Hayun (✓)
Fanfiction[Joshua, DK and Dino Seventeen horror Fanfiction] Joshua, Dikey dan Dino, adalah tiga mahasiswa yang memutuskan untuk mencari kontrakan terdekat dengan kampus mereka. Menemukan satu rumah yang akhirnya menjadi hunian mereka untuk sementara waktu, te...