#16 - Curah Pesan

581 95 26
                                    

Sekali lagi, Dikey memang begitu senang menjahili adiknya. Namun sebenarnya, ia begitu sayang pada Dino. Mengingat bagaimana masa kecilnya terlalui dengan suara tawa yang begitu nyaring saat berhasil mengerjai Dino, bahkan sampai putra kedua Lee itu menangis kencang, Dikey menggeleng tak percaya.

Adik tersayangnya telah dibunuh oleh Hayun. Adik tersayangnya telah mati dibunuh oleh bocah ingusan yang tak punya akal.

Dikey melupakan fakta bahwa sebenarnya Hayun memiliki latar belakang yang tak kalah menyeramkan. Laki-laki bangir itu tak peduli bagaimana sedihnya Hayun hanya dapat hidup beberapa tahun lamanya dan harus menjadi tumbal oleh entah siapa orangnya. Bahkan mungkin, oleh keluarganya sendiri.

Namun yang pasti, Dikey murka dibuatnya. Dikey tak terima adik tersayangnya di lenyapkan begitu saja. Masih ada begitu banyak daftar kejahilan yang harus ia lakukan. Dan itu hanya bisa ia laksanakan hanya bersama Dino.

"Bocah keparat!"

Dikey berteriak kencang. Menubruk habis tubuh kecil Hayun.

Senjata Hayun satu-satunya yaitu gunting rumput, masih tertancap kuat di punggung lebar korban barunya. Hayun sudah tak memiliki bekal senjata apa pun. Sedangkan Dikey terus beringas menghajarnya.

Joshua masih mematung di tempatnya berdiri. Pandangannya buram, masih fokus pada sosok pemuda tanggung yang sudah terkulai tak berdaya di lantai kotor penuh pasir dan tanah. Tak pernah dibersihkan sejak pertama kali dibuat.

Tubuh kecil Joshua bergetar hebat. Bahkan hanya sekedar untuk berdiri pun rasanya sudah tak sanggup. Kaki kurus itu lemas. Hilang masa. Lumpuh, jatuh tak bertulang.

Suara yang biasanya berucap lembut, hilang dalam sekejap. Berkata pun, tak bisa ia perdengarkan sama sekali. Air mata mengucur deras, tak kalah deras dari darah Dino yang mengalir tanpa henti.

Pukulan tanpa jeda Dikey hanya berakhir sia-sia. Takkan mempan meski dicincang sekali pun. Karena memang yang berada di sana hanyalah roh. Tubuh hasil pinjaman, dengan sesuka hati Hayun memilih tubuh bocah mana lagi yang hendak ia ambil alih dan kembali beraksi.

Dikey tidak akan pernah lengah kali ini. Melihat Hayun yang mengambil ancang-ancang hendak menyerang Joshua, Dikey tak terima.

Meneriaki pemuda Hong itu akan percuma. Suara melengkingnya hanya akan dianggap angin lalu. Joshua masih menangis, meraung, menyambut kepergian si termuda yang secara tiba-tiba dan mengenaskan.

"Jangan sentuh dia!"

Suara itu tak kalah nyaring dari teriakan sebelumnya. Saat melihat Dino jatuh dengan bersimbah darah.

Entah bagaimana Hayun masih bisa tersenyum, meski tubuh kecil yang ia pinjam sudah penuh memar luka akibat pukulan tanpa jeda oleh Dikey. Ia melemparkan senyum terbaik pada Joshua, sebelum akhirnya menarik kembali gunting rumput yang menancap di punggung Dino. Membuat Joshua terperanjap kaget, tak tega.

Jika Dino masih hidup, pasti anak itu akan menjerit kencang karena rasa sakit yang luar biasa.

Posisi Hayun sudah terlalu dekat dengan Joshua. Berlari kencang pun, takkan membuahkan hasil. Hayun pasti bisa menggapai Joshua terlebih dulu.

Pilihan satu-satunya, hancurkan tong yang berada tepat di belakang.

Namun, apa yang ditangkap oleh kedua matanya memberi isyarat hal lain. Berbeda dengan hal kejam apa yang hendak Hayun lakukan pada Dikey dan Dino, bocah laki-laki itu malah mengambil posisi duduk tenang di samping Joshua yang masih menangisi adik termudanya.

Hayun menggeletakkan gunting kesayangannya tepat di samping kiri. Sedang Joshua berada di samping kanannya, belum juga berhenti menangis. Hayun nampak sedih. Raut wajahnya sangat sedih.

Membuat pergerakan Dikey yang hendak mencoba memecahkan gentong terhenti seketika.

"Hyung..." Hayun melirih.

Ia menyenderkan tubuh kecilnya pada Joshua. Turut memandangi Dino yang sudah terbujur kaku di sana. Tangan kecilnya meraih tangan Joshua. Menggenggamnya dengan cukup erat.

"Hyung sayang, tidak, dengan Hayun?" Tanya Hayun, suaranya masih lembut. "Hayun anak baik, kok, hyung. Kenapa orangtua Hayun tidak sayang dengan Hayun?"

Dengan tubuh yang bergetar menahan tangis, Joshua mencoba membalas genggaman Hayun. Dilihatnya tangan bocah laki-laki itu, memiliki kuku panjang, runcing dan hitam, tidak terawat. Lirikan mata Joshua terus naik, memperhatikan Hayun yang bersender di tubuhnya. Joshua tercekak.

Joshua memang tak mengerti sama sekali sebenarnya makhluk seperti apa Hayun ini. Namun, ia seperti baru saja bercermin. Hanya ada beberapa titik perbedaan.

Laki-laki Hong itu turut menyenderkan kepalanya. Bertumpu dengan puncak kepala bocah di sampingnya. Berujar pelan, agar Hayun mau mendengarkan setiap ucapannya.

"Tidak ada orangtua yang tidak menyayangi anaknya, Hayun-ah... Apalagi kau adalah anak yang manis dan baik. Pasti mereka sangat menyayangimu."

Hayun menggeleng tak terima. "Hanya hyung yang peduli denganku. Hanya hyung yang mengatakan kalau aku anak yang manis. Tidak dengan orangtuaku." Melirik ke sebelah kirinya, "Dikey dan Dino hyung juga sangat membenciku."

Dikey gemetar di tempatnya berdiri, mendapat tatapan tajam dari Hayun. Meski dari kejauhan. Gudang gelap itu masih kekurangan cahaya. Baterai ponsel Dikey yang tinggal hanya seberapa, sepertinya tidak cukup untuk menjadi pertumpuan untuk lebih lama lagi. Sehingga setidaknya sampai urusannya dengan Hayun telah selesai.

Hayun kembali bersuara. "Sebenarnya aku ingin pergi dengan tenang, hyung. Tapi tidak ada yang bisa kulakukan. Selama tubuhku terperangkap, aku tidak bisa pergi."

Dahi Joshua mengerut, kebingungan. "Kalau begitu kenapa kau tidak bilang saja sedari awal pada kami? Kami akan membantumu."

Hayun menggeleng kuat. Tersenyum lebar, lalu memeluk Joshua dengan erat. "Aku ingin bermain sebentar. Tapi mereka malah menaruh rasa benci padaku. Hanya kau yang tidak membenciku sama sekali. Aku harus membunuh mereka yang membenciku terlebih dulu, sebelum aku akan pergi. Hyung, begitu aku berhasil membunuh mereka, kau harus mengeluarkan tubuhku dari gentong itu, ya!"

Tangan kecil Hayun mengarah tepat di mana Dikey tengah berdiri. Ia sedikit mundur, menangkap apa yang sudah dikatakan oleh Hayun dengan cukup jelas. Sekarang, ia akan menjadi target empuk Hayun selanjutnya.

Melihat Hayun yang mulai mengambil ancang-ancang hendak berdiri, Joshua segera mencegah.

"Hayun-ah," panggilnya. "Kenapa kau berpikir hendak menghabisi semua orang yang membencimu?"

"Orangtuaku benci padaku, hyung. Karena itu mereka membunuhku. Menggantikan aku dengan bocah keparat ini!"

Hayun mencubiti tubuhnya sendiri. Memukul kepalanya, menampar pipi tembam itu.

Joshua segera menghentikan gerakan tangan Hayun yang terus melukai dirinya sendiri. "Maksudmu apa? Bocah ini? Apa ini tubuh saudaramu?"

"Dia bukan saudaraku! Aku anak tunggal! Aku tidak mau memiliki saudara seperti dia!" Hayun berteriak keras.

Melihat Hayun terus berceloteh bagaimana ia benci pada bocah yang tubuhnya dipinjam, Dikey tidak tinggal diam. Tangannya terus berusaha mendorong gentong yang terbuat dari tanah liat tersebut. Ia harus memecahkan gentong itu, sebelum Hayun-lah yang membunuhnya lebih dulu.

"Aku tidak cacat, hyung!" Sentak Hayun. "Kenapa semua orang benci padaku?!"

TBC
30.09.2018

---
Chapter depan, chapter terakhir!
Yeayy🎉

Hayun (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang