Musim Gugur Tanpamu (pt. 2)

144 11 0
                                    

Hope you like it~

:::

Hari ini, tepat musim gugur ketujuh bagi Jimin tanpa kehadiran Yoongi di sampingnya.

Dan hari ini juga, anak perempuannya berulang tahun. Si manisnya baru menginjak 6 tahun, masih belajar di sebuah taman kanak-kanak untuk diajarkan menghitung dan membaca.

Anak itu, bernama Min Yoonji. Ia seperti duplikat ayahnya, namun dalam gender berbeda.

Mata sipit, bibir tipis, rambut kelam dan tebal, tubuhnya yang cenderung langsing, tapi pipinya empuk seperti Jimin.

Ah, mungkin hanya pipinya saja yang berhasil diturunkan ke anaknya itu.

Dengan rambut sebahu, tas merah di punggungnya, Yoonji pun berangkat ke sekolah dengan riang, diantar oleh uncle Hoseok.

Karena Jimin harus bekerja shift pagi setiap hari kecuali hari Minggu, maka Hoseok yang ia mintai tolong untuk mengantar dan menjemput anaknya.

Hoseok sendiri juga tak keberatan, toh itu tak menghambat jadwal mengajar dance di studio tarinya.

Sekarang telah sore, pada tanggal 13 Oktober yang masih dengan sejuknya musim gugur.

Yoonji telah duduk di pangkuan Jimin dengan santai, 'ibu' dan anak itu tengah menonton kartun kesukaan si kecil di ruang tengah apartemen.

Sembari menonton dan bercengkrama dengan anaknya, Jimin menyisiri rambut Yoonji sambil diolesi vitamin rambut untuk anak-anak.

"Umm, Appa?"

Ketika channel televisi itu tengah jeda komersil, Yoonji pun sedikit mendongak, ingin mencoba mengambil atensi Jimin dari rambut lurusnya.

"Ya, sayang?"

"T-tadi Yoonji tidak diantar pulang oleh uncle Seokki."

Jimin terheran, lalu siapa yang mengantar anaknya pulang?

"Lalu Yoonji-ah pulang dengan siapa? Dengan Taeguk, ya?"

Taeguk itu anak tetangga kesayangan Jimin, si Taehyunh bersama istrinya, Jungkook.

Anak lelaki pemberani itu mau berteman dengan Yoonji yang pemalu, tanpa memandang Yoonji yang tidak mempunyai ayah di sisinya.

"B-bukan dengan Taeguk juga, Appa... Tapi dengan--"

"Dengan siapa, sayang? Bukan dengan orang asing, 'kan?"

Jimin mulai menerka, batinnya agak curiga dengan gelagat gelisah anaknya.

"Y-Yoonji rasa ahjussi tadi bukan orang asing, Appa. Dia mirip dengan Papa. Yoonji pikir Papa udah pulang dari surga, lalu menjemput Yoonji. 'Kan hari ini Yoonji dan Appa ulang tahun."

Jimin tak bergeming, menatap hampa wajah kalut anaknya.

Kemudian memutar posisi tubuh Yoonji agar berhadapan dengannya.

"Yoonji-ah... bertemu dengan Papa? Kamu tidak salah lihat, sayang?"

Anak itu menggeleng pelan, lalu mengangguk yakin.

"Iya, Yoonji yakin itu Papa. Appa 'kan sering menunjukkan foto Papa pada Yoonji."

Jimim tertegun mendengarnya. Apakah anaknya itu mengatakan yang sebenarnya? Atau hanya ingin menghibur Jimin saja?

Sebulir air mata jatuh membasahi pipi Jimin, membuat anaknya tambah kalut.

Rasa rindu akan suaminya menyeruak, membuat bulir-bulir air mata selanjutnya mengalir begitu deras.

"Loh? Appa? K-kenapa menangis? Maafkan Yoonji, s-sudah membuat Appa sedih, hiks."

Anak perempuan itu juga ikut sesenggukan, sama seperti Jimin.

Jimin, dengan sebelah tangannya, mengelus punggung kecil anaknya dengan sayang, sesekali menyeka air matanya.

"T-tidak, sayangku. Appa hanya terlalu rindu pada Papa, tapi malah Yoonji saja yang Papa temui."

"M-memangnya Papa tidak mau bertemu dengan Appa, ya? Tadi, di depan pagar, Papa bilang juga rindu pada Appa. Tapi Papa sudah harus pulang karena terlalu lama menemani Yoonji di taman dan makan es krim, hiks."

"Tak apa, sweety. Appa mengerti keadaan Papa. Syukurlah Yoonji sempat bertemu langsung dengan Papa, ya? Sudah, jangan menangis. Nanti cantiknya hilang, 'loh?"

"O-oke, Appa. Yoonji tak mau Appa atau Papa bersedih. Yoonji akan menjadi gadis yang kuat!"

"Iya, sayang. Kamu harus jadi gadis yang kuat dan juga cantik!"

Mereka berdua saling berbagi kehangatan tubuh. Tanpa mereka sadari bahwa Yoongi juga turut memeluk mereka, walaupun Jimin maupun Yoonji tak bisa merasakannya.

'Sudah saatnya aku kembali. Jaga diri kalian baik-baik. Aku menyayangi kalian, selalu dan selamanya.'

"Appa, tangan Papa besar sekali, Yoonji suka! Apalagi saat tangan Papa menggenggam tangan Yoonji begitu erat! Rasanya hangat, Appa!"

Yoonji berceloteh dengan riang kembali, menceritakan momen pertama kali tangannya digenggam oleh sang ayah.

"Hihi, Appa juga suka tangan Papa! Terasa begitu aman, kan, di genggamannya?"

"Iya, Yoonji juga merasa seperti itu! Hihihi!"

Dan begitulah, mereka melewati senja dan malam sambil berceloteh riang, mengenang sang Appa yang tersenyum lebar sembari bertumpu dagu di jendela surga.

:::

14/9/18

Cuap-cuap seorang Itis:

Somehow, aku merasa kurang feel menulis ini :(

Kurang rasa terharu dan bahagia gini nih jadinya, aneh gak sih ceritaku yang ini?

Aku publish sekarang aja deh ya, tadi niatnya pengen dipublish tanggal 13 Oktober, tapi terlalu lama, orz :(

Silahkeun bila ada komentar, saran, atau bahkan kritik yang ingin disampaikan.

Kalaupun berkenan, silahkan di-vote, ehe.

Itist, peace out!

14/9/18



Ketika Aku Tanpamu []Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang