A Little Piece of Heaven

99 7 9
                                    

Hope you like it ^^
For my sweety mochi, Park Jimin.
Get well soon, chubs :))

:::

Jimin perlu beberapa butir aspirin sekarang juga.

Atau kalau perlu, sebotol obat tidur andalannya juga boleh. Dengan tambahan racun tikus atau hama juga kedengarannya bagus.

Toh, takkan ada lagi yang menganggapnya ada, yang menganggapnya berarti.

Ah, sudah tak ada lagi. Dulu pernah ada. Sosok terakhir yang ingin bersanding dengan dirinya ini hanyalah si pria dingin namun terkadang perhatian bernama Min Yoongi.

Pria pucat itulah, yang membuat Jimin mendapatkan setitik nikmat dari surga.

Serta menjatuhkan Jimin ke dalam jurang derita paling dasar di neraka.

:::

"Hoek! Uhuk, uhuk! H-hiks, mual!"

Jimin hampir saja tersedak muntahannya sendiri.

Padahal ia yakin, tadi malam tak ada minum alkohol maupun makanan pedas.

Ah, apa magh kronisnya kambuh? Jimin rasa, tidak. Penyakit itu sudah lama pergi, semenjak ada seseorang yang merawatnya, yang selalu mengingatkannya akan waktu makan.

Jimin masih di kamar mandi, tengah menyeka sudut bibirnya, berdiri di depan wastafel dengan kepayahan.

Menatap refleksi wajahnya yang terlampau pucat dengan mata panda.

"Ah, aku seperti zombie aneh dengan organ yang hanpir membusuk semua. Menjijikan. Penyakit ini seakan membunuhku."

Ia berjalan sempoyongan ke laci nakas dekat tempat tidur.

Jimin membuka serampangan kotak obat, tengah mencari aspirin atau pereda nyeri. Kepalanya berdenyut seperti akan pecah saja rasanya.

Matanya jelalatan mencari obat, tapi sepertinya belum mau muncul juga obat yang dimaksud.

"Sial, stok painkiller habis! Aku malas keluar dengan keadaan buruk rupa seperti ini!"

Maniknya bersinggung dengan suatu benda yang telah lama ia simpan.

"Apa... aku harus mencobanya?"

'Tapi aku masih takut, walau aku merasa lebih baik mati daripada menderita seperti ini.'

Awalnya Jimin enggan, namun hatinya berkata lain. Diambillah benda itu, lalu ditatap dengan seksama.

"Haha, konyol. Mana mungkin ditinggal dua bulan aku sudah seperti ini? Kau gila, Park Jimin."

Mengatai dirinya sendiri gila, mungkin terdengar agak sinting. Bahkan untuk Jimin sekalipun.

Masuklah ia ke dalam bilik kamar mandi lagi. Tak berselang lama, ia keluar sambil memegang satu benda pipih putih yang kecil.

Bukan, bukan sedotan atau stik es krim. Melainkan testpack.

Dengan bonus dua garis yang menandakan positif.

"Brengsek kau, Yoongi. Kau membuatku menderita, bahkan setelah kau pergi sekalipun."

Jimin bersandar di pintu kamar mandi, meringkuk di sana.

Lalu tertawa nyaring, yang terdengar begitu miris.

"Ahahaha, kau bodoh, Park Jimin. Bisa-bisanya kau melepaskan Yoongi begitu saja tanpa tahu apa yang telah ia semai di tubuhmu!"

"Bodoh! Bodoh! Kau juga bodoh, Hyungie! Berani sekali kau menanam benih tanpa mau merawatnya, sialan!"

Ia pukul kepalanya, menjambak rambut sewarna madunya. Seolah itu bisa menghilangkan eksistenai kehidupan lain di dalam tubuhnya.

Jimin tertawa sambil menangis. Ia merasa lucu dengan permainan takdir ini, sekaligus kesal dan sedih mengapa ia yang kalah.

"Ahahaha, tak apa. Mari kita balas Papa ya, sayang. Kita balas 100x lipat lebih sakit. Mari kita tunggu 5 tahun lagi. Kita harus kuat, untuk membuat papa lebih menderita nantinya."

Jimin tersenyum sumringah di balik tangisnya, seolah menemukan permata di kubangan lumpur dosa yang menenggelamkan dirinya terlalu dalam.

"Iya, sayang. Kita saling memiliki satu sama lain. Selalu dan selamanya."

"Dan kita akan memulai hidup baru di neraka, bersama-sama, hihi."

:::

One night stand bagi produser pemula seperti Yoongi adalah mimpi buruk.

Ia telah menghancurkan salah satu bidadari Tuhan yang begitu cantik.

Ah, bahkan kata cantik tak cukup mengungkapkan kecintaannya yang terlampau dalam terhadap Jimin.

Tapi ia takut, takut bila akan hancur karena kenikmatan yang mereka bagi di dalam selimut yang sama.

Semua orang punya alasan untuk melakukan sesuatu.

Begitu pula dengan Yoongi.

Ia ingin Jimin, jalang baru yang ia perawani menjadi miliknya seorang.

Tapi, alasannya itulah yang membuatnya mundur ketakutan.

Ia takut tak terkenal, dan akan menjadi miskin kembali. Karena ketahuan berhubungan dengan seseorang di luar pernikahan.

Maka, dengan secarik kertas, dan sebilah pulpen yang agak macet, Yoongi menulis singkat untuk bidadari yang terlelap di kasur kamar hotelnya.

'Maaf, aku akan pergi ke Seoul lagi. Aku harap kau bisa melupakan wajahku, walaupun aku sangat ingin memilikimu seutuhnya. Tiga bulan yang indah bersamamu, Jimin. Sungguh.

Aku belum mapan, belum bisa menanggungmu. Maaf, aku pergi.

Jangan sampai kau telat makan.

Agar bayi kita tetap tumbuh sehat dan indah, seperti ibunya.

Tertanda, Min Yoongi.

:::

Cuap-cuap seorang Itis:

Nulis ngebut, ehehe. Dengan kepala masih pening, sambil dengerin A Little Piece of Heaven berkali-kali :))

Ada yang ngerti maksudku di chapter ini? Ohoho, aku ingin dengar pendapat kalian~

Dan yah, ini MPreg lagi :^

Ini juga persembahan untuk ultah cimol kesayangan sih sebenarnya, hihi.

Cepet sembuh ya, Nak. Bunda khawatir selalu di sini :(

Kuharap kalian tak bosan menunggu update and menikmati cerita singkatku ini.

Silahkeun beri komentar, dan vote kalau mau :)

Makasih, manteman ^^

Itist, peace out!

25/10/18

Ketika Aku Tanpamu []Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang