Tiba-tiba keheningan itu pecah setelah terdengar suara langkah kaki. Bukan hanya satu orang tapi banyak orang.
"Dev. Lo denger gak? Ada langkah kaki. Mungkin itu guru atau murid lain," ucapku pada Devin yang masih siaga.
"Ssttt!... jangan berisik! Apa mungkin masih ada manusia di sini selain kita, secara virus itu udah menyebar luas," ucap Devin berbisik, membuatku diam seketika.
Suara langkah kaki itu semakin dekat, suaranya sangat dekat dengan kami. Tapi semakin dekat suara langkah itu, semakin jelas pula terdengar suara geraman seperti harimau. Aku penasaran dengan apa yang ada di luar, akupun keluar dari bawah meja lalu bergegas menuju ke jendela ujung, tapi belum aku melangkah tiba-tiba Ruth menarik tanganku.
"Zal. Lo mau kemana?" tanya Ruth.
"Gue mau liat apa yang ada di luar," ucapku pada Ruth. Ruth menguatkan pegangannya.
"Jangan Zal gue mohon, jangan tinggalin gue. Gue takut," ucap Ruth memelas.
"Tenang aja, gue gak keluar dari sini kok. Gue cuman mau lihat lewat jendela aja yang ada di ujung sana," ucapku sambil menunjuk ke arah jendela paling belakang kelas. Ruth pun melepaskan genggamannya padaku, aku bergegas menuju ke jendela paling belakang untuk mengintip keadaan di luar.
Keadaan di luar masih sama seperti biasanya, tidak ada yang mencurigakan menurutku, tapi... Langkah kaki siapa tadi? batin ku.
Setelah memastikan itu- akupun berniat untuk kembali ke bawah meja dekat Ruth, tapi belum jauh aku melangkah, terdengar suara langkah kaki lagi di sertai geraman dari luar kelas. Kuhentikan langkah lalu kembali ke jendela itu. Kubuka gorden jendela secara perlahan lahan dan begitu terkejutnya aku ketika melihat beberapa orang yang memakai pakaian lab sedang berjalan dengan langkah yang tak beraturan, mata mereka semua putih tak berpupil, mulut mereka di penuhi darah yang terus membual, baju lab yang semestinya putih, kini berubah menjadi warna merah karena darah. Aku yang melihat itu langsung menutup gorden dan berjalan perlahan menuju ke arah Ruth.
"Ada apa Zal?" tanya Ruth padaku karena melihat wajahku yang pucat.
"Di-di-di luar a-a-da," ucapku terbata bata.
"Ada apa Zal di luar," ucap Keyb berbisik.
"Ternyata benar. Virus yang Devin ceritakan kini sudah sampai di daerah kita," tutur ku membuat semua bingung.
"Maksud lo? Terus yang di luar itu apaan?" tanya Vanya.
"Di luar bukan manusia, mereka sudah mati. Tapi dikendalikan oleh otak mereka yg telah rusak oleh virus itu," jelasku pada Vanya. Tiba-tiba Devin menyuruh kami untuk diam.
"Ssttt!... Diam!" titahnya sambil menaruh jarinya ke mulut. Kamipun diam tak bersuara. semua hening, hanya suara geraman di luar yang masih terdengar. Sepertinya mereka berhenti di depan kelas kami.
oooOooo
Setelah beberapa lama akhirnya mereka pergi dari depan kelas kami. Ridwan memastikan bahwa semua sudah aman setelah dia cek dari jendela.
"Guys mereka udah pergi kayak nya. Kalian bisa keluar dari bawah sana," ucap Ridwan membuat kami lega. Satu persatu kami keluar dari bawah meja lalu mulai mencari tempat duduk.
Ku lihat wajah teman-temanku yang masih ketakutan, sepertinya mereka belum bisa menerima apa yang terjadi hari ini. Aku pun merasa kan hal yang sama dengan apa yang mereka rasakan.
Aku beranjak dari tempat dudukku, lalu pergi ke loteng di atap kelas. 'Ku cari-cari sesuatu di sana. "Nah, untung belum di bawa sama Bu Ika," ucapku saat melihat kardus berisi makanan ringan yang biasa kami jual yang nantinya uang dari hasil dagang itu dibelikan perlengkapan kelas. 'Ku angkat kardus itu, cukup berat karena ada banyak makanan di sana. Aku membawa kardus itu turun dengan hati-hati agar aku tak terjatuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Z-virus (LENGKAP)
HorrorSAMA SEKALI BELUM DI REVISI. JADI MOHON MAAF JIKA MASIH BANYAK KEJANGGALAN, KESALAHAN, KETIDAKPAHAMAN, KETIDAKASLIAN, DAN KETIDAKWAJARAN YANG ADA DI CERITA INI. OKE. Koreksi? Tentu boleh. Hanya saja kasih tau saya di mana kesalahannya. Biar revisi l...