Ch 07

876 72 1
                                    

Khaya

Satu demi satu kelompok roumagimus datang menghadap Lydia. Aku sendiri berada didalam tenda yang sama dengannya. Aku tidak mengerti kenapa dia menyekapku didekatnya. Mungkin dia tahu bahwa aku tidak begitu mudah menuruti semua yang dia inginkan, menjagaku dari melakukan sesuatu dibelakangnya. Master berbaring dengan tenang diatas jerami. Dua pria ini adalah Ghallys dan Khal. Ghallys berambut perak dan licik. Beberapa kali dia terus sengaja mencoba menaikkan amarahku. Sedangkan Khal lebih misterius, aku hampir tidak pernah mendengarkan dirinya berbicara.

Gadis kecil bertudung merah ini bernama Naya. Parasnya cantik, jujur saja dirinya memiliki paras yang mirip dengan Niel. Tapi aku sadar, bahwa itu adalah permainan benakku sendiri yang begitu merindukan Niel. Joseph dan Brock berada di tenda kedua setelah tenda ini. Sedangkan Marcus, beberapa kali memasuki tenda ini untuk melaporkan perkembangan dan strategi yang akan mereka lakukan. Tapi mereka tidak membicarakannya dengan jelas. Mereka tahu bahwa aku tidak bisa dipercaya. Sering sekali ketka hendak membicarakan strategi perang, Lydia keluar menuju tenda Joseph dan Brock.

Aku hanya duduk disini, ditengah api unggun, didalam tenda, terdiam, mengenang masa-masa dengan Niel. Aroma tubuhnya, bibirnya yang mengecup bibirku. Tanpa sadar, aku memegang bibirku sendiri. Masih baikkah kamu disana Niel? Air mataku menetes tanpa kusadari. Aku masih ingat tatapannya ketika dia jatuh dan dilahap oleh ombak laut. Wajahnya menunjukkan kekecewaan yang sangat. Darah hangatnya yang mengalir ditanganku. Semua, semua masih aku ingat. Aku sangat merindukanmu Niel.

Lydia sedang tidak ada di dalam tenda. Marcus menjaga di depan tenda, menjaga diriku dari melakukan hal yang tidak diinginkan. Aku menatap master, mengambil air hangat dan mengelap wajahnya dengan kain. Beberapa kali aku mengelus tangannya. Suhu tubuh master perlahan-lahan seiring dengan waktu semakin dingin. Aku tahu ini bukan hal yang baik. Tapi aku tidak bisa melakukan apapun. Aku hanya bisa mencoba menyembuhkannya. Aku mencoba untuk mengerahkan energiku dan mentransfernya ke master, mencoba untuk membangkitkan sedikit energi kehidupannya.

Aku sangat membenci diriku yang sama sekali tidak bisa melakukan apapun. Diriku yang tidak berdaya ini sungguh memuakkan. Tapi apa yang bisa kulakukan. Aku sama sekali tidak bisa berbuat apapun. Aku hanya terduduk disana. Pikiranku kacau sekarang ini, terbang melayang kemana-mana. Malam mulai datang, aku dapat mendengarkan aktivitas kericuhan di depan. Sepertinya mereka akan memulai peperangan ini. Master, betapa tak bergunanya diriku untuk hanya duduk disini tidak mampu melawan mereka. Bertahun-tahun didikanmu sepertinya akan sia-sia.

Lydia berjalan masuk kedalam tenda, diiringi dengan Joseph dan Brock. Aku hanya menundukkan kepalaku, aku muak dengan wajah mereka bertiga. Aku tidak ingin melihat wajah mereka. Aku membenci mereka.

“Lydia, sudah saatnya kita memulai peperangan ini.” Kata Joseph memulai pembicaraan.

“Saya tahu, tapi kita masih belum tahu seberapa besar kemampuan mereka.” balas Lydia.

“Tentunya Bardiag akan membantu kita dari dalam. Masalah Canna dapat dengan mudah diatasi.” Kata Brock.

“Hahahaha…” tawa Lydia. Aku tahu ketika Lydia tertawa dengan liciknya, dia sedang merencanakan sesuatu. Aku sangat membenci irama tawanya itu.

“Kita gunakan saja cecunguk kecil untuk melakukan peperangan ini terlebih dahulu.” Kata Lydia sambil tersenyum sinis. Brock dan Joseph pun melakukan ekspresi menjijikan yang sama. Brock dan Joseph berjalan keluar dari tenda. Lydia mengikuti mereka dari belakang. Sebelum dia benar-benar keluar dari tenda, Lydia berhenti, memalingkan tubuhnya kearahku.

“Khaya, sayangku. Selamat menikmati tontonan yang amat mengasikkan malam ini.” Katanya sinis

Aku tidak membalasnya, aku hanya duduk disana terdiam. Lydia berjalan keluar dari tenda meninggalkan diriku bersama master. “Huft…” Aku menghembuskan nafas panjang. Seruan-seruan panjang terdengar diluar. Mereka komplotan roumagimus itu begitu semangatnya untuk berperang. Derapan langkah kaki mereka mulai terdengar. Mereka mulai menuju medan peperangan. Ledakan demi ledakan mulai terdengar. Jeritan dimana-mana. Mulai dari yang semangat berperang maupun yang berteriak kesakitan terkena serangan. Aku sangat berharap bahwa mereka mampu menyapu semua komplotan roumagimus ini. Sesekali dari dalam tenda ini, aku dapat melihat kilatan-kilatan cahaya yang menyilaukan dari luar. Marcus masih berjaga di depan tenda ini. Peperangan ini berlangsung terus-menerus. Entah berapa lama aku mendengar irama peperangan ini, hingga akhirnya aku sendiri merasa muak.

WARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang