Ch 05

874 78 2
                                    

Ava

Aku berdiri membelakangi Becca dibelakangku. Aku tahu ini pertarungan antara aku dan mereka berdua. Rambut perak sekarang tidak lagi menunjukkan ekspresi menjijikannya. Tatapannya serius, seakan selama ini dia hanya bermain-main saja. Tekanan membunuh benar-benar terpancar dari dirinya. Kali ini aku dapat merasakan amarah dari dirinya. Jubahnya berlubang-lubang akibat ledakanku tadi, memperlihatkan kulit tubuhnya dengan beberapa bercak luka. Sedangkan si pria dingin, tetap tidak berubah, tak sehelaipun rambutnya yang terluka kurasa. Dirinya masih sesempurna pertama kali aku melihatnya, jubahnya hanya kelihatan kusam, taka da luka sama sekali. Sial! Dia benar-benar di level yang berbeda denganku. Masih lagi-lagi ada kesedihan yang mengusik diriku setiap kali dia menatapku. Entah apa itu? Aku seakan-akan dipermainkan oleh tatapannya. Aneh!

Si rambut perak tampaknya tidak sabaran untuk segera memulai pertarungan ini. Aku menarik kuda-kuda di tempat. Menciptakan sedikit pelindung untuk melindungi Becca dibelakangku.

“Becca usahakanlah untuk melindungi dirimu sendiri, dan sembuhkan lukamu, sementara aku mencoba untuk menahan mereka berdua.” Aku berbisik.

Becca seakan mengerti apa maksudku, dia sama sekali tidak mempertanyakan kemampuanku untuk menahan mereka sendiri. Aku berjalan maju kedepan, menjauhkan diriku dari Becca agar dia tidak terkena dampak dari pertarungan ini. Aku menatap mereka dengan tajam, melihat segala sekeliling, mencoba mencari celah apa lagi yang bisa digunakan. Si rambut perak sekarang melancarkan serangannya. Dia membentuk tombak panjang ditangannya. Tubuhnya melesat cepat kediriku. Dia menggunakan mantra penguat tubuh. Aku memfokuskan energiku ke tombak yang dipegangnya, aku meledakkan tombak itu. Ledakannya terdengar keras. Menimbulkan beberapa kali kilatan cahaya merah dengan kepulan asap. Sekarang dengan bantuan beberapa akar pohon, aku mencoba mengikat dirinya dengan kuat. Menembakkan beberapa mantra pelumpuh langsung kedirinya. Si rambut perak, masih berdiri, memperlihatkan dada bidangnya, jubahnya lenyap akibat ledakan yang kulancarkan. Seakan tak percaya dengan apa yang kulakukan padanya dia meronta dan memancarkan lebih banyak tekanan. Tekanan energinya membuatku sesak. Tapi aku tidak akan dengan begitu mudah menyerah. Jika perlu mati maka kalian berdua ikut denganku, itu tekadku.

Rambut perak lagi-lagi seakan tidak puas dengan serangannya yang gagal, melancarkan serangan bertubi-tubi kearahku. Aku menciptakan pelindung yang kuat, mencoba untuk memperalat keadaan sekitar lagi, aku membentuk pedang udara yang tidak kasat mata. Melancarkannya langsung sambil menahan diriku dari serangannya yang membabi buta. Kali ini seranganku mengenai kulit mulus di perutnya. Kepalaku kugunakan dengan penuh, memikirkan langkah-langkah selanjutnya yang harus kulakukan untuk mengalahkannya. Semakin seranganku mengenainya, dirinya semakin gila, semakin membabi buta menyerangku.

“Tenangkan dirimu, Ghallys.” Si pria dingin berkata dengan tenang.

Seperti budak yang mendengarkan tuannya, Ghallys pun seakan tertahan, tidak bergerak, dan tenang. Si pria dingin melangkah maju, aku tidak merasakan apapun yang dilakukannya, hingga sebuah batang kayu terbang dari samping kananku dan menabrakku dengan kuat. Aku terpental jauh ke sisi kiri, tubuhku terseret di tanah. Belum lagi aku bernafas, dia sudah menembakkan banyak bola panas ke arahku. Aku berusaha menciptakan pelindung pada saat-saat terakhir. Masih belum habis serangannya, kali ini ada akar yang menarik kakiku, mengikatnya dengan kuat. Aku meleburkan ikatan itu, mencoba untuk fokus. Serangannya sangat terarah, langsung ketujuan dan dia sama sekali tidak memberikan tanda apapun yang dapat kugunakan untuk menerka serangannya. Sial!

Aku mencoba untuk menyerangnya, dua mantra pelumpuh, lima bola panas, diselingi dengan mantra penjerat. Aku mengarahkannya semua dengan cepat kearahnya. Dia tak bergeming, sama sekali tidak menghindari seranganku sama sekali, dengan santainya dia hanya berdiri disana dan semua seranganku lenyap diudara sebelum menuju dirinya, seakan terhisap oleh pekatnya malam. Belum, masih belum, aku kembali melancarkan serangan lagi, aku menggunakan variasi serangan yang sama dengan dirinya, konstan, cepat dan bervariasi. Dan lagi-lagi dia tidak bergeming, seranganku sama sekali tidak mengenainya sama sekali, entah trik apa yang dia gunakan.

WARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang