Ch 10

770 70 7
                                    

Ava


Sosok misterius itu berjalan mendekat. Aku masih terkagum-kagum dengan lembutnya pembawannya dan berkilaunya tubuhnya diterpa sinar mentari. Aku masih tidak bisa bergerak. Perlahan-lahan aku mulai menyadari bahwa dia bukan manusia, dia elf. Masih tidak percaya akan apa yang kulihat didepanku ini. Bukannya mereka sudah punah?

"Kami belum punah, penyihir Unima."

Sebuah suara yang merdu, datang dari seorang wanita yang sangat cantik, tubuhnya dihiasi oleh gaun putih yang sangat indah. Kulitnya putih, dan dirinya hanya seperti cahaya malam. Aku terkejut melihat sepasang elf yang ada didepanku ini. Tapi lebih anehnya lagi, bagaimana dia bisa tahu apa yang sedang aku pikirkan?

Wanita itu kembali tersenyum kepadaku. "Jangan terkejut seperti itu."

"Lepaskanlah dia, Phonilas."

Jeratan ditubuhku pun terlepas dengan seketika. Pikiranku kacau, aku masih tidak menyangka apa yang kulihat ini.

"Ada roumagimus yang datang bersama dengannya, Arlaa."

"Tidak apa-apa, Phonilas. Dia tidak berbahaya. Namanya Khal."

"Penyihir Unima, kamu tentunya bingung dengan semua ini. Mari, ikutlah denganku, aku akan menjelaskan semuanya." Arlaa dengan anggunnya berjalan menunjukkan jalan.

Aku mengikutinya. Mantra yang kutembakkan ke Khal sudah terlepas. Dia hanya mengikuti kami dari belakang. Aura dingin yang kurasakan dari dirinya sudah hilang. Aku sendiri merasa aneh, sebenarnya siapa sosok Khal ini. Phonilas dan Arlaa berjalan dengan anggun. Pemandangan disekitarku ini seakan memanjakan mataku. Sungguh indah dan sangat hijau. Tiba-tiba aku teringat dengan Dann dan Becca. Apa yang terjadi dengan mereka?

Kamu tidak perlu khawatir, penyihir Unima, temanmu aman. Suara Arlaa berdengung dipikiranku.

Dimana mereka?

Tenangkan dirimu. Aku akan membawamu pergi menemui mereka.

Sebenarnya tempat apa Loraka ini? Bagaimana mungkin masih bisa ada Elf?

Kamu memang sangat berbeda dengan Maya, menggebu-gebu dan penuh dengan rasa penasaran yang tinggi. Saya dan Phonilas adalah kaum Elf terakhir. Pertempuran antara Magimus dengan kaum kami membuat kamilah berdua yang tersisa. Kamu pasti merasa aneh dengan kenyataan ini. Maya dan prajurit Magus sebelumnya yang mengubah catatan sejarah untuk menyelamatkan kaum kami. Maya menggunakan sihirnya untuk menciptakan tempat ini, Loraka, pulau terambang yang tidak pernah akan bisa dilacak oleh siapapun, kecuali penyihir unima. Menyelundupkan kami berdua untuk mencegah kepunahan bangsa kami.

Mendengar penjelasan Arlaa, diriku hanya terdiam. Tidak bisa berkata apa-apa. Akibat pertempuran, satu bangsa hampir punah. Apakah benar ini yang aku inginkan? Peperangan bisa lagi terjadi hanya karena diriku. Tidak! Aku tidak boleh ragu. Perang ini untuk menghentikan kekacauan yang lebih parah jika Magimus berhasil bangkit.

Suasana Loraka sangat berbeda. Disini terasa hening, sunyi dan tenang, begitu hangat dan penuh dengan harapan. Seakan, semua yang terjadi di Tudia tidak pernah terjadi. Tidak ada suara apapun yang keluar dari mulut kami berempat. Hanya terdengar suara angin yang menderu dan rerumputan yang bergoyang. Mataku dimanjakan dengan pemandangan yang sangat indah. Kupu-kupu bercahaya terbang kesana kemari. Pelangi yang muncul seakan begitu dekat denganku. Aku seakan hendak melepaskan setiap beban dipundakku ini sejenak, melepaskan diriku, tenang.

"Kita sudah sampai. Selamat datang di Laka." Phonilas menyerukan dengan bangga.

Pohon-pohon besar berjuntaian dengan indah, saling mengikat, seakan memeluk satu sama lainnya. Cahaya-cahaya warna warni terbang kesana kemari. Cahaya itu mendekat kearahku, menarik diriku untuk mengikuti mereka. Peri hutan! Tak kusangka aku dapat melihat mereka disini. Tubuh mereka yang kecil dengan cahaya yang berkilauan ditubuh mereka. Aku mengikuti mereka membawaku menuju taman bunga yang begitu indah.

WARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang