Ch 15

29 3 0
                                    

Elle

Apa yang dipikirkan oleh Jhun, aku tak habis pikir. Tubuhku kaku karena mantra penjeratnya. Aku sama sekali tidak bisa melakukan apapun. Terkadang aku sedikit menyesal walau aku adalah pendamping untuk penyihir pemula, diriku sendiri sebenarnya sangat tidak berguna. Apa yang bisa kulakukan dalam peperangan seperti ini? Aku menghela nafas panjang. Lahir sebagai penyihir yang pas-pasan dan tidak punya talenta yang luar biasa seperti diriku ini.

Lihatlah diriku, hanya bisa berbaring disini tidak melakukan apapun, sedangkan Jhun mempertaruhkan dirinya untuk menghentikan bangkitnya penyihar tersadis sepanjang masa. Jujur, aku merasa aman ketika aku tidak harus menjadi orang yang penting dalam perang ini. Sial!! Sial!! Sial!!

Begitulah aku, Elle si pengeluh, hanya tahu mengeluh. Betapa indahnya dulu, ketika mengenal sihir itu sebagai sesuatu yang setidaknya membuatku lebih mudah dalam beraktivitas. Seharusnya aku menggunakan waktuku untuk belajar sihir yang baik. Walaupun, si anak baru Niel mencoba memberikan pelajaran untuk bertarung. Aku bukanlah penyihir yang sangat handal. Waktu yang begitu singkat tidak begitu cukup bagiku. Buktinya untuk melepaskan diri dari jeratan ini, aku sama sekali belum bisa melakukannya. Baiklah, fokus Elle, kamu pasti bisa, pusatkan pikiranmu untuk membuka mantra jeratan ini. Sekali lagi, sialan Jhun!! Mengapa mantra jeratan yang kamu lakukan begitu kuat? Lagi-lagi aku menghela nafas panjang.

Mungkin sebenarnya ini hal yang baik bagiku, supaya aku tidak merasa bersalah. Argh!! Seandainya aku bisa melarikan diri saja dari pertempuran ini. Tapi mengingat mereka semua adalah temanku, aku tak berdaya. Aku mencoba lagi untuk melepaskan diriku dari mantra penjerat Jhun. Aku memfokuskan energi sihirku dan memaksakan gelombang sihirku sedikit memberikan hentakkan agar mantra penjerat ini terlepas dan berhasil!! Setidaknya aku tidak seburuk yang aku kira.

Sekarang waktunya aku harus bergegas membantu Jhun, setidaknya menarik dirinya untuk lari bersamaku. Kita berdua tidak akan mampu menghentikan sekelompok roumagimus ditambah lagi mayat hidup. Bukannya bertindak sebagai pengecut, tapi terkadang kita harus sedikit cerdik. Ini namanya strategi, entah mengapa Jhun tidak bisa berpikir jernih, laki-laki kadang sudah untuk dimengerti. Aku kembali menghela nafas panjang.

Kutajamkan inderaku agar tidak diketahui oleh mayat hidup yang berkeliaran disekitar. Aku melafalkan berbagai macam mantra kamuflase, dari semua jenis sihir, setidaknya kamuflase adalah salah satu yang paling aku kuasai. Mataku melihat dan menjelajah jauh untuk menghindari mayat hidup dan roumagimus yang berpatroli di sekitar.

Tiba-tiba seseorang memegang pundakku, sontak diriku langsung menoleh kebelakang dengan mantra kejut ditanganku. "Tetua Garga!" hentakku. Untung saja aku tidak melemparkan mantra kejut ditanganku.

Tetua Garga memberi sinyal untuk menenangkan diriku. Sudah pasti aku sedikit tenang sekarang.

"Tetua, apa yang tetua lakukan disini? Bukankah tetua harusnya mengungsi dengan penduduk lainnya?"

"Aku kembali setelah mendengar kabar Canna. Walau kedatanganku telat."

Mendengar nama tetua Canna, membuatku teringat kepergiannya begitu tragis. Untunglah, setidaknya tetua Garga ada disini sekarang.

"Tetua, kita harus bergegas. Jhun sudah menerjang masuk ke batu Altra." Kataku tergesa-gesa.

Tiba-tiba terasa tekanan yang begitu kuat, dari arah batu Altra. Sensasi ini energinya Jhun. Apa yang telah dilakukannya? Perasaanku tidak enak. Tekanan kekuatannya aneh. Tetua Garga dan diriku pun mulai mempercepat langkah.

Aku melihat Jhun dengan energi dahsyat di tangannya mengarahkan ke arah wanita paruh baya ketua dari komplotan roumagimus. Namun sayangnya serangannya melesat jauh, dan wanita itu hendak melancarkan serangan mematikan ke Jhun. Aku segera berlari ke arah Jhun. Melihat ukiran aneh di seluruh tubuh Jhun, aku sadar dia menggunakan kontak marakha. Bodoh!! Tolol!!

Untunglah aku pernah membaca mengenai kontrak ini, dengan segera aku meletakkan tanganku ke kepalanya untuk menetralkan tekanan sihirnya.

"Jhun, kamu tidak apa-apa."

Perlahan tapi pasti Jhun hilang kesadaran. Aku dapat merasakan tekanan kekuatan tetua Garga tak jauh dariku. Wanita paruh baya itu tersenyum sinis, melihat tetua Garga. Aku sadar ini pertarungan tekanan kekuatan dan ini bukanlah tempatku. Aku menarik Jhun dan menggotongnya. Aku berlari menjauh. Sial!! Beberapa roumagimus melancarkan serangan ke arahku. Untungnya dengan gesit tetua Garga menampik serangan mereka. Terima kasih, tetua.

"Siapapun yang mencoba mengejar mereka berdua, akan kuhanguskan ditempat."

"Hahaha!!! Kamu tidak perlu menggertak seperti itu Garga. Pengikutku tidak setolol itu. Mereka tahu kemampuanmu. Tekanan energimu begitu dahsyat, mereka tidak berani bergerak sekarang."

Aku berlari menjauh, bersembunyi, merebahkan Jhun berbaring ditanah dan menyaksikan pertarungan dari kejauhan.

"Hentikan omong kosongmu, Lydia. Kamu harus mati ditanganku atas apa yang kamu lakukan terhadap Canna."

"Jika kamu ingin membalas dendam atas kematian Canna. Akulah lawanmu, Garga." Kata tetua Bardiag dari arah belakang.

Sontak, seluruh tubuhku merinding mendengar pengakuan dari tetua Bardiag. Aku menutup mulutku dengan kedua tanganku dan kurasakan air mataku mengalir dengan deras. Apa yang dia lakukan, jahanam!! Sial!! Sialan!! Tapi apa dayaku.

Tetua Garga begitu murka mendengar pengakuan tetua Bardiag dan memulai pertarungan dengan ganas. Lemparan mantra demi mantra dilancarkan ke arah tetua Bardiag. Tetua Bardiag menaklukkan semua serangan yang dilancarkan. Bola panas yang dilancarkan dimentalkan dengan mudah dan diubah menjadi lontaran kilatan kearah tetua Garga. Lydia, seakan membiarkan mereka bertarung, menyaksikan tontonan. Seringainya membuatku jijik.

Tekanan kekuatan tetua Garga terasa begitu dahsyat, udara disekitar terasa begitu berat, tanah pun mulai bergetar. Tiba-tiba saja tetua Bardiag berdiri kaku. Beberapa komplotan roumagimus juga tidak bisa bergerak dan tersungkur jatuh, seakan-akan gravitasi disekitar mereka terasa berat. Menakutkan, sensasi ini amat sangat tidak nyaman bagiku. Tetua Bardiag tampak kesusahan, namun perlahan dan pasti tetua Bardiag berhasil menetralkan serangan tetua Garga.

Tiba-tiba muncul ribuan ular dari dalam tanah, mendesis ganas. Dengan satu hentakkan tetua Garga menenggelamkan ular-ular itu ke dalam lumpur hidup. Petir pun mulai menggelegar, suaranya begitu mengoyak telinga. Petir itu diarahkan tetua Garga langsung menghujam tetua Bardiag dari atas. Tetua Bardiag membuat pelindung yang menahan serangan petir itu. Tampak pelindung tersebut perlahan terbakar habis oleh petir. Namun tetua Bardiag, tetap berdiri tanpa satu luka pun. Pertarungan mereka adalah pertarungan tingkat tinggi.

Kali ini kabut asap hitam pekat yang muncul dan diarahkan kearah tetua Garga. Serangan tetua Bardiag tidak pandang kawan dan lawan, beberapa roumagimus tiba-tiba terjatuh dan mengeluarkan busa dari mulut mereka. Racun! Tetua Garga, memanggil angin dan menyapu racun itu keudara, mengembalikannya ke tetua Bardiag. Tetua Bardiag menepisnya dengan meledakannya di udara.

Pertarungan ini tampaknya seimbang, dan tetua Garga sedikit lebih unggul. Tapi entahlah, ada perasaan aneh yang menggangguku. Kali ini tetua Bardiag, membentuk dua pedang panjang dan meluncur gesit kearah tetua Garga. Tetua Garga juga menyambutnya dengan membentuk tombak panjang dari tangannya. Mereka bertarung, menyerang layaknya prajurit. Tebasan demi tebasan, serangan demi serangan. Untuk kesekian kalinya akhirnya angin kemenangan tampaknya berhembus kearah tetua Garga. Tetua Bardiag tampak kewalahan. Tiba-tiba sebuah kilatan cahaya dengan cepat menembus dada tetua Garga. Tetua Bardiag, mengambil kesempatan ini, dan memenggal kepala tetua Garga. Mengerikan, aku tidak bisa mengeluarkan suara sama sekali. Seluruh tubuhku bergetar melihat kepala tetua Garga melayang diudara. Dengan segera aku kembali menggotong Jhun dan berlari untuk menyelamatkan diri. Masih tidak percaya dengan apa yang kusaksikan, aku hanya bisa menguatkan kedua langkah kakiku untuk menyelamatkan diri. Jhun masih belum sadar, dan aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja.

Tanah disekitarku tiba-tiba bergetar hebat dan aku tersungkur jatuh. Tak lama kemudian aku melihat simbol mantra darah di langit dan semuanya terasa mematikan, kelam dan gelap. Aku kembali memapah Jhun dan berusaha melarikan diri menjauh. Terdengar teriakan-teriakan histeris roumagimus dari kejauhan. Mereka semua berpesta pora akan keberhasilan membuka segel batu Altra. Dengan Jhun yang masih tidak sadarkan diri, aku harus terus menjauh, menggunakan segala jenis mantra kamuflase untuk menghilangkan jejak, menghilangkan diri sepenuhnya dalam gelapnya hutan. Tanpa disangka kita akhirnya menjadi pelarian. Kita gagal. Sial!! Aku mengigit bibirku hingga darah segar mengalir. Hari ini aku bersumpah, aku akan membalaskan dendam ini. Gelegar gemuruh mengiringi langkahku sebagai latar.

WARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang