Ch 02

1.1K 89 2
                                    

Niel

Aku tak habis pikir dengan pola pikir gadis itu, meledak-ledak tidak karuan. Bagaimana mungkin nasib Myria ini ada ditangannya? Tanpa perlu dihancurkan oleh Magimus, Myria ini sudah tidak akan ada harapannya. Ugh!! Betapa ingin kulepaskan amarahku ini. Sungguh memuakkan kepolosannya! Aku berjalan menelusuri pemukiman Tudia ini. Mencoba untuk menenangkan segala jenis pikiranku, membawa semua strategi perang yang mampu kulakukan. Gadis itu sudah kulumpuhkan, tidak akan ada lagi orang yang akan mengganggu. Bagaimanapun juga aku akan berusaha menjaga tempat ini. Mau tak mau aku pun harus mengakuinya. Angin kemenangan masih bisa berpihak kepada kita, sebelum darah Ava dan tetua Canna belum didapatkan oleh mereka. Aku masih terus berjalan, melangkahkan kakiku, menanamkan beberapa perangkap sihir untuk menghalau laju mereka. Aneh memang, hingga sekarang mereka belum menampakkan gerak-gerik berarti. Anggota yang lainnya sedang disibukkan dengan perangkap, bala bantuan serta jalur evakuasi darurat. Setiap informasi yang penting akan disalurkan kepada seluruh pasukan yang akan bertempur. Yap, setidaknya saya tahu bahwa persiapan kita sudah hampir matang.

Matahari pun sudah perlahan mulai menguburkan dirinya untuk bergantian pos dengan rembulan malam. Langit sore dihiasi dengan deburan oranye yang indah. Aku sedikit menyayangkan ketenangan dan keindahan ini diusik dengan perang. Belahan Myria lainnya mungkin tampak tenang dengan keindahan lainnya yang berarti bagi setiap orang. Hmmph… ada kalanya aku merasa ingin melepaskan semua tanggung jawab berat ini. Dendam yang dipendam ini atas kematian master Woen sebenarnya menyesakkan dada ini. Ntah mengapa semakin dekat dengan situasi genting, masa laluku seperti tergambar di depanku, terpancar memberitahukan apa yang telah terjadi selama ini. Kenangan indah yang kulalui dulu. Naya, oh Naya… betapa bodohnya kakakmu ini. Aku menyayangkan semua hal yang telah terjadi. Jika saja aku sedikit lebih kuat, master, master tidak akan pergi. Perlahan-lahan amarah didalam dada ini semakin memuncak, memberikan fokus utama secara tiba-tiba didalam benak pikiranku. Aku memfokuskan segala titik-titik yang mungkin bisa dijebol oleh mereka. Memasang perangkap terkuatku. Hingga mati akan kujaga tempat ini, tidak akan kubiarkan mereka untuk mampu membobol tempat ini. Aku masih menyelusuri jalanan di pemukiman Tudia. Pemukiman ini sebenarnya seperti pemukiman mati. Sekilas orang-orang yang berjalan melewatiku memiliki rawut wajah siap mati. Keceriaan yang sebelumnya dapat kulihat di tempat ini hilang dengan seketika. Perang ini memang merengut semuanya.

Rembulan malam ini bersinar dengan terang, dengan cahaya yang terang dari bulan purnama yang menghiasi langkah kakiku. Tiba-tiba dari arah kejauhan terdengar suara ledakan yang amat sangat keras. Aku tersentak, terkejut. Aku sadar mataku sedikit membelalak terbuka. Mereka sudah mulai. Sial! Serangan pertama sudah mulai dilancarkan. Aku dapat melihat kejutan-kejutan cahaya merah dari arah pos para roumagimus. Aku menguatkan otot-otot kakiku secepatnya, menggunakan sedikit sihir akselerasi, memperkuat lajuku menuju garis depan peperangan. Duar!!! Duarr!!! Bertubi-tubi tembakan dan ledakan semakin lama semakin banyak menghiasi langit malam. Aku sudah hampir sampai ke garis awal peperangan. Aku dapat melihat Jhun dan Dean sedang bertarung sengit dengan empat roumagimus sekaligus. Aku sedikit terkejut. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa mereka begitu mudah menembus mantra tetua Canna? Pikiranku berkeliaran kemana-mana. Aku berusaha untuk tidak memikirkan situasi terburuk yang mungkin terjadi. Ava, Becca dan tetua Canna kumohon jangan menyudutkan diriku lagi dengan hal-hal buruk.

Aku menembakkan mantra pelumpuh kearah roumagimus yang berlari melesat dengan pesat hendak menerobos lini depan ini, satu jatuh. Mataku berputar melihat sekelilingku. Peperangan ini sangat sengit. Tapi tetap saja kita kalah kuantitas dibandingkan mereka. Pasukan mereka sangat banyak. Perbandingan peperangan ini tidak sebaik yang kukira. Aku mencoba mengaktifkan perangkap sihir yang telah kutanamkan. Beberapa roumagimus terjerat dan lumpuh tak berkutik, yang lainnya dapat menghindari perangkapku dengan mudah. Tiba dari kejauhan kilatan merah diarahkan kepadaku. Aku menembakkan bola api panas menghantam kilatan merah itu diudara. Dengan cepat aku membalas tembakan bara api kearah roumagimus yang menyerangku tadi. Dia berhasil menghindari seranganku lagi. Aku tetap tidak menyerah, kubentuk belati panas dan menyelimuti belati itu dengan mantra pelumpuh. Kutembakan serangan belatiku ini dengan cepat kearah roumagimus itu. Dalam seketika kubentuk lagi jeratan tanah dibawah kaki dari roumagimus itu. Roumagimus itu seperti terkejut akan cepatnya manuver serta seranganku. Tak mampu melakukan apapun untuk menghindari rangkaian seranganku, roumagimus itu menelan semua serangan yang kulemparkan kepadanya dan tewas seketika.

Aku menolehkan kepalaku ke kiri. Aku melihat Zach sedang bertempur melawan tiga roumagimus sekaligus. Situasinya tidak baik, dia kewalahan sekarang ini. Aku melemparkan pelindung transparan melindungi dirinya dari serangan yang tidak mampu dihindarinya. Bola panas sudah kubentuk dengan sempurna ditangan kiriku. Aku menembakkan dengan cepat yang dilapisi degan mantra akselerasi. Satu jatuh dengan seranganku yang tiba-tiba.

“Zach, bagaimana keadaanmu?”

“Aku tidak apa-apa. Terima kasih atas bantuanmu tadi.”

“Jangan berterima kasih kepadaku terlebih dahulu. Masih ada dua orang yang berdiri dihadapan kita.”

Zach melemparkan kejutan listrik kearah roumagimus itu. Aku berlari melaju dengan cepat kearah roumagimus satu lagi. Serangan bertubi-tubi diarahkan kepadaku. Aku menghindarinya dengan cepat. melindungi diriku dengan mantra perlindungan. Tepat dalam jarak hantamku ke roumagimus itu. Aku langsung menerjangnya membentuk pedang api panas dari tanganku, langsung kuhujamkan pedang itu tepat dijantung roumagimus itu, selesai sudah. Aku menoleh kembali kearah Zach, roumagimus lawan Zach juga sudah jatuh, dengan sedikit bantuan mantra kejutan dan mantra penghancur. Aku dapat merasakan denyut jantungku berdetak dengan begitu cepat, adrenalin memacu setiap langkah dan serangan yang kulakukan. Aku terus menerus menghalau setiap roumagimus yang mencoba untuk melewati lini depan ini. Terus dan terus, terus dan terus, mereka tidak ada habisnya. Pandanganku terpana pada roumagimus yang mencoba untuk melesat jauh dengan melayang melewati lini pos terdepan ini. Tak akan begitu mudah kubiarkan kalian melewati lini ini ketika aku masih berdiri disini. Aku menembakkan mantra penjerat dengan cepat kearah komplotan roumagimus itu. Sial! Mereka banyak sekali yang melayang diudara.

“Dann!! Atas arah jam sembilan, sekarang juga!!!”

Aku tahu Dann dan diriku tidak terpaut begitu jauh. Aku dan Dann melancarkan serangan bertubi-tubi untuk menjatuhkan mereka. Masih begitu banyak, mereka masih begitu banyak. Dann melesat maju melayang diudara mencegat langsung mereka dengan cepat. Aku tidak akan membiarkan mereka. Aku mulai memfokuskan segala energiku untuk melancarkan mantra solar. Deru angin mulai bertebaran disekitarku. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi sekarang ini, sudah berapa lama aku tidak menggunakan mantra ini. Entah apa yang akan terjadi. Seluruh energiku kucurahkan untuk melancarkan mantra solar. Cahaya putih mulai menyelimuti tanganku. Deru angin terus-menerus bergejolak dan membentuk dengungan suara yang memekakkan telinga. Cahaya dari energi yang kukumpulkan menjadi cahaya kedua yang menerangi malam itu, mengalahkan setiap cahaya sihir pertempuran disekitar. Aku melesatkan dengan cepat mantra solar kearah komplotan roumagimus yang melayang diudara mencoba untuk menembus lini depan pertahanan. Seranganku melesat dengan cepat. Aku terpental jauh kebelakang. Pandanganku masih jelas. Aku masih sadar. Dann dengan segera menghindari laju seranganku yang diarahkan kearah komplotan roumagimus itu. Seranganku terkena telak kearah komplotan itu. Selesai sudah, aku berusaha mengendalikan laju nafasku yang menderu setelah melakukan serangan itu. Aku mencoba untuk berdiri. Pandanganku tak bisa berlari dari apa yang kulihat diudara. Naga, yang sedang kulihat diudara itu adalah naga. Aku masih tidak mempercayai apa yang kulihat. Tidak, tidak mungkin. Apa apaan ini!!

WARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang