2. Gerimis di pelupuk matamu.

18.7K 1.2K 82
                                    

// Bayangmu //

Aku senang
Semesta mengizinkanku untuk sekadar melihat wajahmu hari ini
Meskipun dari kejauhan
Aku ada di depan kelas dan kamu ada di sudut lapangan
Entah rasanya seperti menakjubkan

Semesta,
Kalau aku boleh meminta
Kapan ya ia akan menyapaku?
Atau bisa membalas perasaanku?
Aku tahu itu hal yang mustahil

Aku tahu itu adalah permintaan bodoh yang mungkin saja hanya menjadi khayalku

Tapi,
Bukankah tidak ada yang mustahil di dunia ini?
Kamu tahu kekasih?
Sejak aku mengenalmu
Sulit rasanya berpindah ke hati yang lain

Dan saat iris matamu bertabrakan dengan mataku

Aku tahu itu sebuah kesalahan
Dan saat kamu tersenyum ke arahku
Segera ku balas senyummu itu
Namun setelah menengok ke belakang

Aku salah
Kamu tersenyum ke arahnya
Bukan ke arahku

Tapi tak apa-apa kekasih
Mungkin suatu saat nanti aku akan melihatmu berjalan ke arahku,

Semesta,
Terima kasih banyak
Setidaknya aku senang bisa melihatmu baik hari ini.

***

Karena aku tidur terlalu larut semalam, aku jadi kesiangan untuk datang ke sekolah hari ini. Dengan wajah yang semrawut karena kalau naik metro mini yang melaju dengan cepat lantas membuat rambutku yang sudah segar jadi lepek dan terkadang bau asap. Tapi karena aku tergesa-gesa pagi ini, segera kubuang jauh-jauh pikiran itu. Yang harus kulakukan saat ini adalah berlari sekencang-kencangnya sebelum Pak Dodo—satpam sekolahku menutup gerbang rapat-rapat.

Setelah akhirnya berhasil masuk gerbang dengan baik. Huh, untungnya belum ditutup. Segera kuletakkan tasku di depan meja piket. Sambil mencari-cari topiku, aku mulai resah karena sepertinya aku lupa untuk membawa topiku sendiri. Setelah benar-benar tidak ada. Aku segera berlari ke arah kopsis untuk membeli topi putih abu-abu untuk upacara. Karena kalau tidak memakai topi, sama saja seperti siswa yang telat. Tidak diperbolehkan untuk mengikuti upacara dan dibariskan di luar lapangan. Tapi setelah aku masuk dan berdesak-desakan dengan siswa lain yang sepertinya lupa juga dengan topinya atau malah hilang. Mereka kembali keluar dari kopsis karena ternyata topi dan atribut lainnya kebetulan sudah habis

Aku menarik napas berat seraya berjalan lemas dan harus menerima kenyataan pahit kalau aku harus dibariskan di luar lapangan.

"Hei," sapa seseorang dari belakang.

Aku segera menengok dan cukup kaget ternyata yang di belakangku adalah seseorang yang sering menjadi pemanis dalam setiap bait puisiku. Pastinya kau sudah tau ia siapa kan? Ia sudah memakai topi.

"Hei juga, kenapa ya?" tanyaku dengan nada yang sangat gugup.

Oh semesta, bahkan ini terlalu pagi untuk kau berikan kejutan kepadaku. Pertama kalinya aku berbicara dengan Bara meskipun sudah dua tahun bersekolah di sini. Pertama kalinya aku benar-benar bisa melihat keistimewaan yang dimiliki Bara. Yang sering menjadi obrolan teman-teman perempuan di kelasku. Kini mata cokelat kayu itu, menatap diriku yang seperti kapas, lemas dan tak terarah.

"Kamu nggak bawa topi kan?"

Ah, suaranyaa. Aku senang dengan suara yang menenangkan itu. Suara serak yang lembut dan berkarakter.

Lalu aku mengangguk, ingin berbicara tapi ia sudah memberikan topi yang kebetulan ia bawa di tangan kanannya.

"Pake topiku dulu aja, kebetulan aku bawa dua topi kok." Ia tersenyum, telunjuk tangannya menunjukkan topi yang sudah ia kenakan.

Night Talks Before Go To Sleep.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang