// Bagaimana Denganmu? //
Kalau saja perasaan itu harus diucapkan lewat kata agar kamu mengerti
Kalau saja aku tidak tahu kamu tidak akan menerimaku
Lalu bagaimana dengan orang-orang yang tidak dapat berbicara?
Apakah mereka bisa mengutarakan perasaanya?
Bagaimana dengan orang-orang yang tidak bisa mendengar?
Bagaimana dengan orang-orang yang tidak mampu melihat?
Apakah ia bisa melihat orang-orang yang berjuang untuknya?
Apakah semesta masih memberikan kesempatan kepada mereka untuk bisa merasakan kasih sayang?
Lalu bagaimana denganmu?
Bagaimana denganmu yang bukan dari golongan itu?
Bagaimana denganmu yang masih bisa melihat,
mendengar bahkan merasakan?
Tapi tidak pernah bisa merasakan apa yang aku berikan untukmu.
// Lantas Kapan? //
Mencintaimu rasanya menyenangkan
Sesuatu yang dianugerahkan oleh Tuhan tanpa butuh belajar terlebih dahulu
Dulu aku berpikir senang sekali rasa ini dapat tumbuh begitu saja
Selalu berpikir bagaimana untuk bisa membuatmu bahagia
Tapi sekarang mendengar semua kebahagiaan yang sering diceritakan oleh teman-temanku
Aku sadar bahwa selama ini aku hanya mementingkan kebahagiaanmu saja
Sementara aku di sini yang selalu terluka
Bahkan aku sempat berpikir,
Inikah rasanya mencintai seseorang yang bahkan ia tidak menganggapmu sama sekali?
Apakah rasa sakit luar biasa ini ada penawarnya juga seperti serbuk mimpi?
Lantas kapan?
Kapan aku bisa merasakan apa yang mereka rasakan?
Kapan aku bisa tersenyum ceria dan memberi tahu orang-orang kalau akhirnya cintaku terbalaskan?
Bukan yang seperti ini,
Aku terus yang selalu berusaha sendiri,
Rasanya sakit,
Seperti berlari menggunakan satu kaki.
Sedangkan kaki yang lain memilih berdiam diri.
// Hujan kembali menutupi air mata //
Setelah lonceng sekolah dibunyikan selama tiga kali berturut-turut, berarti pertanda waktunya pulang. Aku masih membereskan beberapa bukuku yang masih berserakan di atas meja. Mengemasnya kembali ke dalam ranselku. Dan segera menenteng totebag-ku lantas menuruni tangga kemudian bergegas ke divisi mading untuk memberikan beberapa hasil karyaku hari ini. Divisi mading untungnya tidak terlalu ramai, jadi aku bisa dengan cepat memberikan hasil karyaku dan segera pulang ke rumah.
Sebelum benar-benar aku melangkah untuk naik metro mini. Aku mendapati Bara yang tengah menunggu juga. Ia menunggu apa ya? Apakah menunggu hujan reda? Ataukah menunggu seseorang spesial yang ingin ia ajak pulang? Entahlah. Yang jelas, hansaplast dan luka di lengannya membuatku sedikit khawatir dengannya. Ku lihat jelas ada seseorang perempuan yang datang menghampirinya, datang membawa jas hujan untuk Bara, datang dengan memberikan isotonik kesukaan Bara, yang kemudian disambut oleh Bara dan mereka berdua saling tertawa. Lalu bagaimana? Bagaimana dengan topi harumnya yang masih saja kusimpan baik dalam totebag-ku. Bagaimana dengan semesta yang sepertinya masih belum mau memberikanku sedikit serbuk keberanian untuk bisa bertatapan lagi dengan Bara. Tak sadar aku cukup lama memerhatikannya dari sudut halte. Bara menatap ke arahku, melambaikan tangannya, disertai senyuman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Night Talks Before Go To Sleep.
Fiksi Remaja[SUDAH TERSEDIA DI GRAMEDIA SELURUH INDONESIA] "Sekumpulan pesan dan harapan yang kini terhapuskan" - Obrolan malam antara kita berdua, coretan yang menumpuk menjadi sebuah puisi yang tak pernah kau baca, dan juga tentang kisahmu.