satu moment

26 8 2
                                    


Bel istirahat yang dinantikan akhirnya berbunyi nyaring.

Ini yang ditunggu-tunggu oleh semua murid, ketika Bu Hani sudah meninggalkan kelas, semua murid bersorak kemudian berhamburan keluar menuju kantin.

Tapi tidak untuk Fanesya dkk, sebelum mereka keluar kelas, demi citra baik Regina dan Sangap, ke-enam orang itu harus rela membawa barang-barang Bu Hani ke kantor guru, barangnya bukan sedikit, Bu Hani membawa tas berwana merah besar, leptop, penggaris panjang, dan buku pegangan guru, maka dari itu Sangap menawarkan bantuan pada Bu Hani.

Setelah selesai mengantar barang-barang Bu Hani, mereka keluar dari ruang guru, Fanesya, Luister,Viko, Regina, Haiga, Sangap langsung meluncur kearah kantin untuk membeli makanan dan minuman, bukannya langsung di santap di kantin, mereka membawa makanan dan minuman mereka ke rooftop sekolah.

"Wah, gue rindu tempat ini." Ucap Haiga, ketika sudah sampai di rooftop, dia duduk di atas meja rusak yang tidak dipakai lagi, meski begitu dengan bantuan Viko, Sangap, dan Luister. Semua meja rusak dapat di sulap menjadi meja layak pakai.

"Gue heran deh, dari kelas 10, gak ada satu orang pun selain kita yang naik ke sini, berasa kayak punya kita aja." Kata Fanesya, sambil duduk disalah satu meja, serta jajanan ringan yang dia bawa, dibuka satu-persatu dan diberikan ke semua temannya, dan diterima oleh dengan senang hati semua temannya.

"Mana ada yang mau ngelanggar peraturan selain kita, sebenarnya tempat ini dilarang, kalian gak pernah baca larangan di pintu tadi?" Tanya Sangap

"Peduli setan gue sama larangan itu, ini udah jadi tempat kita." Balas Viko.

"Terserah." Jengah Sangap.

Luister mengambil ukulele yang sengaja disimpannya  diantara meja yang tak terpakai untuk waspada adanya razia BK atau Bp.

Luister menyanyi, membuat suasana menjadi hangat. Sifat asli mereka terkuat disaat begini, Viko dan Sangap yang ikut bernyanyi walau suaranya tidak sebagus Luister punya, sementara Regina dan Haiga yang tertawa kala suara sumbang Viko terdengar jelas, dan Fanesya yang merekam moment ini dengan kamera ponselnya, sambil tertawa ketika lawakan dan tingkah lucu Haiga keluar.


"Dulu kita sahabat

Teman begitu hangat

Mengalahkan sinar mentari

Dulu kita sahabat

Berteman bagai ulat

beraharap jadi kupu-kupu"


Fanesya meletakkan ponselnya, kemudian mulai ikut bernyanyi.


"Kini kita melangkah berjauh-jauhan

Kau jauhi diriku karna sesuatu

Mungkin ku terlalu bertingkah kejauhan

Namun karna itu ku sayang"


Haiga berdiri, tangannya terbuka lebar seakan dipeluk angin, Regina dibuat terkekeh olehnya.


"Persahabatan bagai kepompong

Mengubah ulat menjadi kupu-kupu

Persahabatan bagai kepompong

Hal yang tak mudah berubah menjadi indah"


Viko juga berdiri, mengikuti gaya Haiga, tapi matanya tertutup, seakan angin sangat erat memeluknya.Sangap tertawa, tapi sedetik kemudian dia juga berdiri, merangkul Viko dan Haiga bersamaan.


"Persahabatan bagai kepompong,

Maklumi teman hadapi perbedaan."


Fanesya tersenyum tipis, dia berdiri, kemudian menarik lengan Regina agar Regina berdiri juga, awalnya Regina menolak, tapi saat Luister berdiri dengan ukulele yang tak berhenti melantunkan alunan nada, membuat Regina berdiri juga akhirnya.


"Persahabatan bagai kepompong,

Na na na na na na na na na"


Fanesya merangkul Regina dan Luister, mereka membuat ikatan. Sebuah ikatan yang buat karena sebuah lagu, lagu lama yang di nyayikan mereka untuk pertama kali, saat mereka sudah nyaman bersahabatan satu sama lain.


Ini sebuah nada yang menyatukan mereka, lagu lama yang mungkin sudah punah untuk didengarkan, tapi bagi mereka, lagu ini sesuatu yang spesial.



.

.

.

.

.




________________________________________

Hello semua!!!!

yang suka tolong vote dan komen.

kalo pun yang ga keberatan tolong follow akun ini.






My squadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang