Begitu menikmatinya suasana serta obrolan yang semakin asik, tak terasa waktu menunjukan pukul 21.00 Wib. Hilma dan Rafa harus segera pulang. Mengingat jarak Rafa ke rumah yang begitu jauh. Mereka pun bergegas untuk menyelesaikan makan. Setelah itu mereka kembali berjalan menuju tempat kendaraan Rafa di parkir.
Kali ini suasana lebih mencair. Rafa dan Hilma tak lagi canggung. Mereka berjalan berdampingan, dan tak jauh setelah berjalan dari tempat makan tadi, Hilma menyeletuk,
"Eh Rafa, mau es Buah?. Aku kepengen!He".
"Boleh, Aku juga agak haus nih".
Mereka berdua berhenti di tempat penjual es buah. Tempatnya terbuka dan hanya beratapkan tenda. Tempat itu juga menyatu dengan pedagang pedagang yang lain, jadi mejanya memanjang dan berbaur dengan pembeli yang lain. Ada yang lagi makan sate, sosis bakar, kebab, Soto, Bakso, dan masih banyak yang lain. Rafa dan Hilma duduk sebelahan, kemudian menikmati pesanan mereka.
Hilma mulai banyak bercerita, seakan akan Hilma seperti sudah kenal lama dengan Rafa. Dia orang yang cukup bawel kayak komentator bola. Gak bisa diem, dan selalu komentar apabila ada orang yang kurang sopan kelakuannya menurut dia. Contohnya kayak buang sampah sembarangan, merokok deket dia, pengamen yang suka maksa, pokoknya semua di komen sama dia.
Terbukti saat Rafa dan Hilma baru saja akan meminum es buah pesanan mereka, tiba tiba datanglah pengamen yang sedikit mengganggu kenyamanan, langsung lah Hilma ngomel ngomel dan itu membuat Rafa sedikit takut, Rafa dengan spontan mencubit tangan Hilma sembari berkata, "Udah sabar aja sih, semua orang punya prinsip dan pemikiran masing masing, kita maklumi saja, mereka juga kan lagi mencari rejeki. Jadi tenang yah, sabar!.
Cubitan tersebut benar benar berpengaruh, Hilma seketika terdiam dan menatap Rafa. Sontak Rafa pun langsung meminta maaf atas tindakan nya tersebut. Mereka sama sama terdiam untuk beberapa saat. Rafa takut Hilma menilai dirinya laki laki yang kurang ajar. Namun Rafa terus berusaha menjelaskan bahwa itu adalah reflek dia terhadap tindakan Hilma yang mulai emosi.
Hari mulai malam, mereka memutuskan untuk pulang. Sepanjang perjalanan mereka masih terus mengobrol. Namun beberapa saat Hilma melamun memikirkan tindakan Rafa saat menenangkannya.
Hatinya merasakan sesuatu. Namun dia terus mencoba menyembunyikan dari Rafa. Rafapun sadar akan sikap Hilma, dia mencoba untuk menjelaskan lagi bahwa dia tak ada maksud apa-apa ketika mencubit tangannya. Rafa kembali meminta maaf.
Setelah 30 menit perjalanan akhirnya mereka sampai di rumah Hilma. Dan masih 45 menit lagi perjalanan untuk kembali ke tempat tinggal Rafa.
Ternyata jarak rumah Hilma lebih jauh dari yang dia perkirakan. Jalan sudah mulai sepi dan gelap. Rafa berhenti di depan gerbang rumah Hilma. Ruang tamu sudah gelap dan terlihat cahaya dari televisi yang masih menyala. Rafa terlihat gugup. Dia takut orang tua Hilma menilai buruk tentang dirinya. Karena baru saja kenal sudah mengajak main sampai malam.
Hilma sempat menawarkan untuk masuk , namun Rafa merasa tidak enak, kemudian langsung pamit dan menitip salam saja sama orang tua Hilma. Sebenarnya Rafa pun takut kalau pulang lebih dari jam 10 malam. Karena dia sedikit lupa jalan pulang ditambah hari semakin malam. Rafa benar benar asing terhadap daerah tempat tinggal Hilma tersebut.
Hilma merasakan kegelisaan Rafa, dan memanggilnya. "Rafa, kamu bingung gak jalan pulangnya?". (Rafa berhenti dan mengangguk).Hilma membagikan info tentang jalam alternatif yang lebih mudah dan lebih cepat. "Kamu tau bunderan yang kita lewatin pertama tadi, bunderan yang ada swalayannya itu. Nah dari arah sini kamu lurus aja, terus ada pertigaan kamu ambil kiri aja!. Terus kamu ikutin aja jalan itu, nanti keluarnya langsung jl. Raya serang daerah jati. Dari situ kamu udah paham kan?". Rafa membuka kaca helmnya, dia tersenyum sembari mengangguk lalu bergegas pergi.
Malam itu akan selalu di kenang oleh keduanya, pertemuan pertama yang begitu sederhana. Namun awal dari sebuah hal yang luar biasa. Tentang cinta yang sebenarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Tuhan Menerbitkan Matahari
Roman d'amourRafa berjuang di malam yang sangat sunyi bersama bintang yang sinarnya indah dilangit. Dia selalu berbisik pada tuhan, "Dapatkah aku menggapai dan memeluk bintang itu?". Kenyataan sangat sulit bagi Rafa karena sayapnya tak cukup kuat untuk terbang s...