( 5 )

45 1 0
                                    


Hilma, Gadis ini mulai selalu memikirkan Rafa, Hatinya kini mulai berharap banyak pada Rafa, semoga hari dimana Rafa akan menemui Ayahnya cepat tiba. Setiap malamnya, dia mulai resah. Paginya dia selalu berharap Rafa menyambutnya, walau hanya dengan pesan singkat. Semisal, " Selamat pagi, semangat menjalani hari ini..!!! ".

Walau agak terkesan lebay, tapi Hilma bener bener mengharapkan itu. Tapi ternyara tidak, semakin menuju Hari penting, Rafa justru menurunkan komunikasinya dengan Hilma. "Bukankah itu sangat menyebalkan", dalam benak Hilma selalu berkata seperti itu."

Tapi biarlah, dia juga gak mau terlihat sangat berharap sama Rafa. Bagaimana bisa, Seorang Hilma yang cetar bisa di buat mabuk cinta oleh seorang anak kecil".Hilma terlihat kesal sendiri.

Rafa bukan tanpa alasan mulai menurunkan komunikasi, secara diam diam di mulai membicarakan dengan seluruh keluarganya tentang niatnya bahwa dalam waktu dekat dia akan menemui ayah dari seorang gadis. Pertemuan itu bisa saja langsung menghasilkan keputusan penting dalam hidupnya. Ayah,ibu serta keluarga yang lain merasa takut mendengar pernyataan Rafa. Terutama sang ibu, yang selalu khawatir telah terjadi sesuatu. Rafa selalu menjelaskan, bahwa tidak ada sesuatu apapun yang sifatnya melanggar norma, dia hanya merasa ini jawaban akan doa doanya. Rafa merasa sudah waktunya, lelah karena terus memperjuangkan orang yang salah.

"Jodoh itu adalah keikhlasan kita menerima. Akan cepat datang saat kita cepat menerima, dan terasa sangat lama saat kita tidak pernah berhenti memikirkan yang sempurna. Dan satu hal yang pasti, Kebahagian dua insan yang menikah telah Allah jamin. Rezekinya akan selalu ada. Jadi untuk apa takut? ". Rafa Berkata seperti itu.


Jum'at, 08 Desember 2017. Sore itu hujan turun sangat deras. Rafa baru saja pulang kerja dan bergegas mandi. Tak berselang lama dia menghubungi Hilma. Karena memang saperti biasa dia selalu menyempatkan untuk bertanya akan pulang dengan siapa Hilma nanti. Ya walaupun jawabannya hampir 100% sama, yaitu di jemput kakanya. Namun sore itu jawabannya berbeda, Hilma menjawab belum tau. Sontak membuat Rafa khawatir karena itu sudah melewati jam kerja Hilma.


Hari semakin gelap, dan hujan enggan berhenti. Kemudian Rafa menelfon Hilma.

" Kamu dimana? Udah mau maghrib."

" Aku udah keluar dari kantor kok, ini lagi neduh di minimarket. "

" Masih belum di jemput juga? Yang jelas dong!, di jemput atau gak? " . Rafa makin khawatir.

" Hmmm. Kayaknya gak sih, soalnya tadi kaka gak jelas gitu. Buktinya ampe maghrib gak dateng. Berarti dia gak bisa jemput aku."

" Nah gitu kek dari tadi, kan jelas. Ya udah aku anter kamu pulang, kamu di minimarket mana? "

" Depan kantor fa. Eh tapi, ini lagi ujan loh...mana udah malem, jauh. Kamu gak papa? " .

" Halah, kayak ujannya batu aja. Lah sejauh apa sih? Masih di bumi ini kan? ".

" Hmm. Bisa aja kamu ". Hilma tersenyum.

Tak berapa lama Rafa pun sampai di minimarket itu. Mereka berdua akhirnya ketemu untuk kedua kalinya, dan masih salah tingkah keduanya.

" Kenapa Liatinnya gitu fa? ".

" Gak kenapa, hahaha. Kayak anak ayam. "

" Kurang ajar kamu yah!" Hilma cemberut.

" Lagian kamu, udah tau ujan ngapain berdiri disitu. Disitu masih kena cipratan air hujan tau. Sinian.!!" Rafa menahan tawa.

" Loh emang kena yah? Hehe. Ya udah gua kstu. Awas. Udah ah jangan ketawa. Jelek."

Ketika Tuhan Menerbitkan MatahariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang