Mimpi

21 1 0
                                    

Aku tersentak, bangun di kegelapan malam. Hanya mimpi. Aku seakan melihat Ratih di dalam mimpi itu, menangis sedih bergelimang darah. Dan siapa itu? Sosok kecil, perempuan kecil yang berada di sisinya ikut menangis, terisak sedih. Dadaku berdetak kencang, baru kali ini aku mimpi seburuk ini.

Aku bangkit dari tempat tidur. Keluar kamar menuju dapur. Mengambil sebuah gelas dari rak cuci piring kemudian mengisinya dengan air dingin dari dispenser. Pikiranku dipenuhi olehnya, Ratih.

Sudah tiga bulan aku berpisah dengannya. Aku dan keegoisanku. Aku tak tahu apa yang membuatku harus menjauh dengannya. Aku hanya merasa malu, malu untuk bertemu kembali dengannya. Padahal hati ini rindu, rindu yang teramat sangat.

Aku duduk di meja makan. Tiada apapun di atas meja yang terbuat dari kayu jati berpelitur coklat tua, peninggalan dari kakek ini. Kursinya empat buah masih kokoh berdiri menopang orang yang duduk di atasnya.

Aku menggenggam erat dengan kedua belah tanganku gelas itu. Menunduk, menangis terisak. Apa yang telah kulakukan padanya. Tiga tahun aku membangun cinta yang begitu berarti. Tak pernah aku temukan kebaikan dan ketulusan seperti yang diberikan olehnya. Aku yang sebenarnya telah ditolongnya. Karena aku akhirnya menemukan orang yang patut aku jaga.

Sayangnya, aku sudah menghancurkan semuanya. Aku tahu, di balik semua kesendiriannya, dia adalah perempuan rapuh yang membutuhkan seseorang. Aku semakin gila kalau memikirkan itu. Artinya, aku sudah memberikan ruang agar dia jatuh terpuruk. Aku menyesali kebodohanku.

Tapi aku harus bagaimana? Aku hanya seorang pengecut yang tak punya kekuatan. Kala aku sudah menodai cintanya yang tulus itu oleh nafsuku untuknya. Apa yang seharusnya kulakukan?

Aku tenggelam dalam egoku. Mengirimkan cincin yang seharusnya kusematkan untuknya di hari aku melamarnya. Yang ada aku hanya mengirimkan sebuah surat bodoh berisikan permintaan agar dia melepaskan aku dan bisa menemukan sesuatu yang lebih baik lagi. Jadi, apa aku masih pantas untuk menarik kembali apa yang aku ucapkan itu?

Setelah kejadian itu pun aku tak pernah melihatnya lagi, bahkan di tempat favoritnya sekalipun. Sempat aku meminjam ponsel temanku untuk meneleponnya ternyata ponselnya tidak aktif selama berhari-hari. Aku jadi meyakini dia benar-benar telah membenciku.

Sempat aku bertanya pada temanku yang satu jurusan dengannya, dia pun tak tahu ke mana Ratih. Semua orang mencarinya termasuk dosen pembimbing skripsinya. Karena jika dia tidak sidang sekarang maka dia tak akan bisa lulus di periode wisuda saat ini. Ini makin membuatku khawatir.

Namun, aku tak berani mendekat ke rumahnya. Tampang seperti apa yang harus aku perlihatkan kepadanya? Ratih, kekasih hatiku si pencinta senja dan hujan. Pemberiku kehidupan untuk aku si manusia malam yang pekat. Mengapa aku jadi sepengecut ini?

Saat aku memberanikan diri ke rumahnya. Aku hanya mampu memperhatikan dari kejauhan saat sebuah mobil berhenti tepat di depan rumahnya yang ada di dalam sebuah klaster perumahan elite. Aku yang hanya berbekal mobil pinjaman dari teman baikku, memarkirkan kendaraan tak jauh untuk memantau situasi.

Ternyata kamu, Ratih, yang turun dari mobil itu. Kenapa kamu? Wajahmu tampak pucat dan lemas. Kemudian apa yang terjadi dengan lenganmu? Bebat putih, kamu terluka?

Nyatanya aku tidak berani turun dari mobil. Hanya mampu melihatmu berlalu menghilang masuk ke dalam rumah bersama seorang wanita cantik separuh baya, yang kuyakin adalah Mamamu. Seseorang yang memang seharusnya aku temui tiga bulan lalu untuk mendeklarasikan hubungan kita.

Tapi Ratih, aku tahu ternyata aku sepengecut itu untuk sekedar memperlihatkan muka di depanmu.

***

Mimpi itu datang kembali, tapi kamu sudah tidak lagi bergelimang darah. Kamu kini penuh sinar tetap ditemani seorang gadis kecil yang manis. Ratih, kamu kenapa?

Senja yang Datang KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang