Apakah cintaku padamu semu, Rat? Kurasa tidak. Saat kita duduk bersama di atas bianglala dan menatap senja, aku tahu aku masih mencintaimu. Aku melihatmu dengan cara yang sama seperti dulu, saat pertama kali aku memintamu menjadi kekasihku.
Ya, aku yang memintamu duluan untuk menjadi kekasihku. Tetapi aku juga duluan yang meninggalkanmu. Kurang ajar, bukan? Tapi, Rat, aku sungguh mencintaimu. Aku tersiksa selama lima tahun ini tak bertemu denganmu. Mencari-cari kamu dalam setiap mimpi maupun kehidupan nyataku. Kehilanganmu adalah kesalahan terbesarku.
Begitu pula saat aku tahu ternyata Sapta Kenanga itu kamu, aku langsung bisa merasa, memang kamulah yang akan mendampingiku, selamanya. Goresan pena yang kamu wujudkan melalui nama itu, mampu menyihirku, seperti dulu saat kamu menunjukkan cerpen-cerpenmu kepada aku. Aku sudah mencintaimu sejak dulu.
Aku tahu tak pantas memintamu kembali. Apalagi sekarang aku terikat oleh Risa yang menyayangiku. Tapi tahukah kamu Rat, aku melihat sosokmu dalam Risa. Hanya itu yang membuatku bertahan dengannya. Karena aku haus akan kamu, karena aku rindu kamu.
Kerinduanku yang tak terperi setelah pernah memilikimu seutuhnya. Aku tak pernah memandang diriku sama lagi seperti dulu Rat. Diri ini hanya milikmu, tak bisa diberi ke yang lain. Itulah yang menahanku untuk tidak menjawab "ya" kepada Risa. Aku ini milikmu Rat.
Seperti saat kamu selalu menyebutku sebagai purnamamu. Penerang jiwamu. Aku ingin sekali lagi menjadi seperti itu, nyala yang mampu membangkitkan jiwamu lagi, seperti saat aku menikmati cintamu yang utuh dan tulus. Aku menginginkanmu lagi Rat.
"Dodi, sudah lama nunggunya?" Risa membuyarkan lamunanku. "Yuk kita check in."
Aku mengangguk, mengikuti Risa yang sudah berjalan di depanku. "Mana Ratih?"
"Dia gak jadi ikut. Anaknya sakit."
"Anak...?" Kataku tercekat.
Risa kaget. "Duh, keceplosan."
"Maksudnya anak bagaimana Ris?" Kataku sedikit gemetar.
Risa menghela nafas. "Seharusnya ini menjadi rahasia. Ratih benar-benar mewanti-wanti aku untuk tidak mengatakan kepada siapapun, terutama kamu."
Aku masih diam. Bergeming.
"Ya udah nanti aku ceritain, tapi kita harus check in sekarang."
Aku tak mengindahkan kata-kata Risa. Aku berbalik arah, setengah berlari meninggalkannya. Dengan cepat aku menghilang di tengah kerumunan orang yang lalu lalang. Langsung menuju tempat aku memarkirkan mobilku tadi.
Segera aku masuk dan membanting pintu mobilku. Secara sembarang aku melemparkan tas ransel berisi pakaianku ke jok belakang. Aku tertunduk di atas stir mobil. Berusaha menenangkan diri sambil mencerna yang dikatakan oleh Risa tadi.
Ratih, punya anak? Dia? Sudah menikahkah? Tapi, siapa pasangannya? Aku tak pernah mendengar juga dari Risa kalau adiknya itu sudah menikah. Setahu dirinya, mereka masih tinggal bersama. Jadi, anak siapakah itu?
Segera dia mengambil ponselnya. Mencari di buku telepon sebuah nama dan membuat panggilan untuk nomor telepon itu.
Sebuah suara menyapa di seberang sana, "Halo...."
"Rat, kita harus bicara... sekarang."
"Aku tidak bisa...." Ratih menolak.
"Aku mohon, Rat. Di tempat dulu, kita sering bersama."
Sejenak Ratih terdiam.
"Baiklah. Aku ke sana, sekarang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja yang Datang Kembali
RomanceRatih, yang diputuskan oleh kekasihnya, Dodi. Ternyata lima tahun kemudian bertemu kembali mantan kekasihnya itu di luar dugaan. Roda takdir keduanya berputar kembali lewat cara yang tak terpikirkan sebelumnya.