Roda Takdir

75 6 0
                                    

'Lepaskan aku...karena tanpaku, kau bisa mengepakkan sayapmu lebih lebar.'

Secarik kertas kupandangi lekat-lekat. Lima tahun berlalu, kertas itu masih tersimpan di sudut laci mejaku. Lusuh karena terkena air mata berulangkali. Di dalamnya tertera sebuah kalimat perpisahan yang menoreh luka dalam hatiku hingga kini.

Entah ada angin apa aku membuka kertas itu lagi. Aku tersenyum kecut. "Ia, kemanakah ia sekarang?" batinku.

Kupejamkan mata, membayangkan sosoknya dalam ingatan, bagaimana rupanya sekarang. Aku hanya ingat sosoknya lima tahun lalu, yang berlalu tanpa pernah menoleh lagi padaku yang sedang menangis di belakangnya. Senyumnya hilang tertelan oleh raut wajahnya yang masam. Akankah aku masih mengenalinya sekarang?

Tok...tok.... Pintu kamarku diketuk.
"Ya?"
Sesosok wajah melongok ke dalam, "Sudah siap?" tanya Risa, kakakku.
"Sudah."
"Kalau begitu, ayo!"
Aku menyimpan kembali kertas itu, kembali ke sudut laci, di dalam kotak pandora yang sudah lama terkunci.

Kami menaiki mobil dan Risa duduk di belakang kemudi. Risa menyalakan mesin mobil dan menghidupkan radio. Tak lama kami sudah berada di jalan luar komplek yang mulai ramai.

Aku melihat keluar jendela mobil, memperhatikan langit mendung yang menutupi matahari yang hendak tenggelam.
Risa membuyarkan lamunanku, "Kamu yakin mau begini?"
Sambil menghela nafas, "Apanya?" tanyaku balik.
"Ya...pertemuan ini. Kamu benar-benar mau?"
"Mengapa tidak?" tanyaku balik.
Risa mendengus. Ia memperhatikan jalanan yang cukup padat di malam minggu ini.
"Habisnya, kamu tidak mau melihat fotonya sih, sekedar untuk tahu namanya saja kamu tak mau."
Aku menghela nafas lagi, "Aku tak mau menebak-nebak lewat foto dan nama. Bukankah akan lebih menyenangkan jika semua menjadi kejutan?"
"Iya sih, tapi apa kamu siap?"
Aku menoleh kembali keluar jendela yang ternyata rintik hujan mulai turun, "Semoga."

Perjalanan kami tak menghalangi banyak di rintangan. Untungnya tempat yang kami tuju tak terlalu jauh dari rumah. Risa memarkirkan mobilnya di dekat pintu masuk restoran. Beruntung kami masih mendapatkan satu tempat parkir di situ. Hujan mulai turun dengan derasnya begitu Risa selesai parkir.

Dengan berbekal payung dari penjaga parkir, kami melangkah menuju pintu masuk. Di pintu masuk Risa menyebutkan namanya kepada pramusaji yang menyambut kami. Sang pramusaji pun mempersilahkan masuk dan menuntun menuju tempat duduk pesanan kami.

Restoran sudah dipenuhi oleh banyak orang, keluarga, pasangan, atau yang seorang diri menikmati makanan. Meja kami terletak di bagian dalam restoran. Dari kejauhan aku melihat di meja itu sudah ada seorang lelaki duduk. Sayangnya, aku tak bisa melihat wajahnya karena ia menghadap ke arah berlawanan.
Dadaku berdegup kencang. "Siapkah aku?"
Risa pun menyapa sesosok itu, "Hei, Di, sudah lama menunggu?"
Ia pun berdiri dan menoleh, "Ga, Ris...." Tetiba ia berhenti bicara, tercekat menatapku.
Aku pun membelalakkan mata melihatnya. "Dodi?" lirihku.
"Ra..tih...?"

Dan roda takdir pun berputar lagi.

Senja yang Datang KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang