8

4 0 0
                                    

"Gue ganyangka lo bisa main musik, gue kira hidup lo isinya ngitung duit mulu kak" ucap Mira enteng

Kini mereka berada di tengah perjalanan pulang menuju Bandung. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam namun jalan tol masih diramaikan kendaraan roda empat dan selebihnya

"Yeeeuuh, tadi aja nyanyi sambil nangis nangis.. sekarang malah merendahkan gua"

"Ck, bukan gitu maksud gue! Ah lo mah"

Zakiy terkekeh melihat wajah cemberut Mira "iya Mir, iya.. paham kok gua apa maksud lo-eh tapi gua juga ganyangka si Bama sampe ngajak lo gabung band abal-abal kita, mana si Eki sama Wisnu pake ikut-ikutan segala. Lo pake pelet ya?"

"Sialan lo! Mana ada gue pake pelet, mending duitnya gue tabung"

"Hmmm... Lagi sok menjadi anak yang baik"

"Emang gue nih salah mulu ya di mata lo, padahal Raisa aja bukan"

"Garing lo"

Mira mendengus dan membuang muka kearah jendela, matanya lebih sudi memandang lampu kendaraan lain saat ini daripada meladeni Zaki

"Gua pengen liat lo nyetir"

Lagi. lagi lagi Zakiy mengangkat topik yang membuat Mira memejamkan mata seketika, menahan ledakan di dalam dirinya yang bisa saja lepas kapanpun

"Stop it, please. Gue muak"

"Mira, rasa takut itu cuma ada di kepala lo aja. Sampai kapan lo mau terkurung dengan pikiran lo sendiri Mir? Sampe lo lulus mau terus-terusan nebeng Bachtiar? Terus kalo misalnya Bachtiar mau nge-bucin tetep harus anter jemput lo dulu gitu?"

"Sadar ga sih sikap lo tuh ga menghargai sifat orang yang kalau emang dia sifatnya gitu ya yaudah! Ga semua di dunia ini bisa dan mau lo atur-atur kak. Penting banget ngurusin gue emang lo gapunya kerjaan lain apa?"

Zakiy dibuat bungkam detik itu juga. Keningnya mengerut tak setuju dengan ucapan Mira. Desahan berat keluar dari hidungnya "Susah ya ngomong sama orang susah" ucapnya memutarbalikkan kata-kata Mira

Wajah Mira kini hanyalah kolam kembar berisi amarah dan sakit hati. Tak menyangka kalimat yang biasa ia lontarkan ternyata sangat menusuk. "Lo... gue berharap gapernah kenal sama lo kalo ternyata lo brengsek kaya begini"

Rahang Zakiy mengeras, begitupun cengkramannya pada roda setir, menahan ego yang meledak di dalam sana agar tidak liar tidaklah semudah membalikkan tangan namun ia sadar egonya terlalu berbahaya untuk dilepaskan. Lebih baik ia mengalah daripada nantinya ego akan selalu meminta lebih.

Mira sendiri sudah enggan mengeluarkan suara namun dagunya yang bergetar tak dapat menyembunyikan airmata yang ia tahan sekuat mungkin.

Zakiy sudah tak peduli Mira mau menangis kek, jungkir balik kek, yang pening ia cepat sampai di Bandung, meskipun harus mengantar Mira pulang sebelum akhirnya pulang benar-benar pulang. Ia tak sabar untuk tidur dan melupakan segala penatnya

Aneh, Entah karena jalan toll sepi atau karena redupnya penerangan, Mira merasa alam di luar sana berlalu terlalu cepat bahkan gerung mesin seolah tertinggal di dalam kabin. Mira memberanikan diri menatap speedometer yang ternyata  menunjukkan angka 160km/jam  membuat Mira melotot. Seketika saja Mira mengeratkan genggaman di sabuk pengaman, ia terlalu segan untuk menegur Zakiy dengan wajah muram dan kerasnya yang sudah tak peduli lagi dengan petunjuk speedometer. Oh tunggu, ia juga segan mati. Ia segan pada keduanya

Namun setitik saja.

Setitik saja jauh di dalam ia mempercayakan Zakiy akan membawanya dengan selamat

Awal dan Akhir | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang