08

9.9K 1K 333
                                    


#8

Tak lama kemudian akhirnya mereka sampai ke tempat tujuan, yaitu tempat kediaman Raka tinggal. Seketika mereka langsung segera turun dari mobil dan berdiri menghadap sebuah apartemen yang tak cukup besar namun karena tempatnya strategis, tempat ini terlihat nyaman untuk ditempati.

Yuni berjalan terlebih dahulu dan dibelakangnya diikuti oleh Fano dan Fitri.

"Boleh aku tanya sesuatu?" Ucap Fano.

"Tentu saja." Jawab Yuni.

"Sejak kapan kalian kenal?"

"Aku sudah mengenal Raka dan Alfian sejak duduk dibangku SMA. Apa kau tahu? Saat itu mereka berdua adalah pemain baseball terkenal disekolah kami lho." Ungkap Yuni.

"Wah, sepertinya mereka pemain yang hebat." Ucap Fitri.

"Ya, tapi sesuatu terjadi dan akhirnya mereka berhenti bermain baseball." Penjelasan Yuni berhenti bersamaan dengan langkahnya.

Dihadapan mereka terlihat sebuah pintu berwarna coklat tua. Yuni bermaksud untuk mengetuk pintunya, namun tiba-tiba saja pintunya terbuka dan terlihat sosok seorang lelaki berambut ikal keluar. Lelaki itu langsung terkejut melihat Yuni yang berada dihadapannya.

"Kenapa kau ada disini? Dan siapa mereka?" Ucap lelaki itu dengan nada curiga sambil menatap kedua orang yang tak dikenalnya.

"Raka, aku-" Sebelum Yuni berbicara, Fano langsung memotong ucapannya.

"Kami ingin menanyaimu tentang permainan bodoh yang kalian mainkan dikampus kemarin malam." Ucap Fano dengan tatapan dingin.

Terlihat raut wajah resah lelaki itu setelah ia mendengar ucapan Fano tersebut, hal itu justru semakin membuat mereka curiga dan bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi.

Sambil membuang tatapannya dari mereka bertiga, Raka mempersilahkan mereka masuk kedalam rumahnya.
-
-
-

-----------------------

Langkah mereka diiringi oleh suara radio yang memainkan musik klasik, suaranya semakin terdengar jelas saat mereka memasuki ruang tamu.

"Raka, apa yang terjadi dengan tanganmu?" Tanya Yuni ketika melihat perban putih yang membalut tangan kirinya.

Raka tidak langsung merespon pertanyaan Yuni tersebut, ia pergi berjalan untuk mematikan radionya dan mempersilahkan mereka duduk terlebih dahulu.

"Tanganku tergores saat menggunakan pisau tadi pagi." Jawabnya Mengakhiri pertanyaan tersebut.
-

"Baiklah."
"Jadi, apa yang ingin kau dengar dariku?" Matanya langsung tertuju kearah Fano.

"Semuanya.. terutama tentang hantu itu." Fano bertanya dengan nada santai namun langsung keintinya.

"Hantu?" Raka mengangkat sebelah alisnya.

"Ya, lebih tepatnya hantu yang telah meneror Yuni selama ini." Ucap Fano mempertegas.

Ia tak menunjukkan rasa ketertarikan dengan obrolan tentang hantu tersebut, namun Fano yakin bahwa ada sesuatu yang disembunyikan oleh lawan bicaranya itu.

"Kalau tentang apa yang kami lakukan kemarin malam, kau pasti sudah mendengar sebagian besar ceritanya dari Yuni, tapi aku tidak mengerti soal hantu yang kau bicarakan itu." Raka mengatakan itu dengan nada tak acuh sambil menggerakan tangannya seperti mengusir lalat didepan wajahnya.

"Jangan bercanda!"
Tiba-tiba saja Yuni berdiri dan memukul meja didepannya.
"Hantu itu terus mengikutiku sampai sekarang, kau tau itu?! Kalau saja kau tidak mengajak kami untuk memainkan permainan itu, kita pasti tidak akan menjadi seperti ini!"

Tanggapan Raka yang seakan tak perduli itu jelas membuat Yuni naik darah, padahal saat ini ia merasa ketakutan setengah mati akibat hantu yang terus mengganggunya sampai sekarang.

"Bukankah kau seharusnya berfikir mengapa hantu itu mengikutimu?" Balas Raka santai.

"A-apa maksudmu?!"

Seketika Raka mengeluarkan ponsel dari kantung celananya, itu adalah ponsel milik Alfian.
"Seharusnya kau sudah menyadarinya ketika melihat ini bukan?"

Rakapun menaruh ponsel tersebut diatas meja yang ada didepannya dengan keadaan menyala, saat mereka sadar dengan apa yang ditunjukkan oleh Raka, rasa penasaran Fano dan Fitri semakin menjadi-jadi.

"HANNA"

"Siapa sebenarnya dia? Apakah Hanna itu adalah hantu yang terus mengikuti Yuni selama ini?" Ucap Fitri dengan ekspresi penuh tanda tanya.

"Bohong.."
"I-itu tidak mungkin.. Hanna itu.." Yuni membantah hal itu dengan suara lirih, namun matanya masih terpaku menatap nama itu.

"Yuni, kau tidak apa-apa?"

Tanpa menjawab pertanyaan Fitri barusan, Yuni pun beranjak dari duduknya dan berlari keluar.

"T-tunggu.. kau mau kemana?" Fitri mengejar Yuni yang pergi keluar itu dan meninggalkan dua orang lelaki yang ada disana.
-
-

"Kau sudah puas?"

Ucapan Raka tersebut seakan mengusir dan menyuruh mereka untuk menyerah saja, namun siapapun yang mengenal Fano pasti tahu bahwa ia tak akan menyerah sebelum kasusnya terselesaikan.

Dengan santai, Fano mengeluarkan sebatang permen dari kantung jaketnya.

"Boleh aku memakan permen disini?"

Raka tak mengerti apa yang Fano maksud, namun ia hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaan aneh yang dilontarkan padanya itu.

Fano pun mulai memakan permennya, dan aura keseriusannya pun terpancar diwajahnya.

"Oh iya, ada satu hal yang ingin kutanyakan kepadamu." Ucap Fano.

"Apa?"

"Mengapa kaca jendela didalam ruangan itu bisa pecah?"

"Aku tidak tahu.. pada malam itu disana sangat gelap, bahkan kamipun tak bisa melihat apapun kecuali cahaya bulan yang terlihat dari kaca jendela." Jelas Raka.

Dengan wajah datar, Fano mengeluarkan sesuatu dari kantung jaketnya. Benda itu adalah sebuah pecahan kaca dengan noda darah.

"Aku menemukan ini saat menyelidiki TKP kemarin dan bukan perkara sulit bagiku untuk menyelidiki identitas dari pemilik darah ini." Ucap Fano dengan wajah datar.

Seketika Raka langsung terbelalak ketika melihat pecahan kaca tersebut.

"Oh iya, tadi kau bilang kalau tanganmu terluka akibat terkena pisau kan?"

Sambil menelan ludahnya Raka hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaan Fano tersebut.

"Dan soal kaca pecah itu, sepertinya aku sudah memiliki kesimpulan." Fano kembali memakan permennya sebelum melanjutkan penjelasannya tersebut.
-

"Saat aku tiba di TKP, pecahan kaca jendela yang ada disana sudah berserakan didalam ruangan, itu artinya ada hantaman benda keras dari arah luar." Jelas Fano.
"Kita simpulkan saja bahwa ada seseorang yang melemparkan batu kearah jendela itu."

"I-itu tidak mungkin! Tidak ada batu ataupun benda apapun disana saat itu selain pecahan kaca. Kalau kau menyelidiki TKP kau pasti tahu kan?" Bantah Raka.

"Ya.. kau memang benar, tidak ada benda apapun disana kecuali pecahan kaca. Tetapi, bagaimana kau bisa tahu kalau disana hanya ada pecahan kaca?" Fano menyipitkan matanya.

"Bukankah tadi kau bilang sendiri kalau ruangannya sangat gelap hingga kau tidak bisa melihat apapun?"

Seketika Raka langsung terdiam seribu bahasa dengan raut wajah panik, Keringatnyapun mulai bercucuran dari keningnya, sedangkan Fano menunjukkan senyum simpul dibibirnya.

"Kena kau sekarang."
-
-
-

DETECTiVE LOLiPOP 2 : Follow The BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang