Kebohongan Yang Nyata

34 14 5
                                    

" Tiada kebohongan tanpa suatu alasan. Tapi ingatlah semua akan tetap sama yaitu kebohongan. "






"Tapi Bunda, aku melihatnya sendiri" jawab Fatimah dengan lirih.

"Apa kau yakin Fatimah?" ucap Ibu Imah.  Ibu Imah tau tidak mungkin Fatimah berbohong, ia kenal betul Fatimah.

"Yakin Ibu" balas Fatimah

"Jika kau menuduh Ayahmu ini terus menerus tanpa bukti, pergilah kau Fatimah!" ucap Andri dengan nada lantang dan tegas.  Tapi hatinya tidaklah mudah mengatakan seperti itu.

"Bunda, Aku tidak berbohong" ucapan Fatimah dengan lirih sambil memeluk Bundanya.

"Maafkan Bunda sayang, Bunda tak ingin kau menuduh Ayahmu tanpa ada bukti" balas Syifa yang melepaskan pelukan Putrinya.

"Apakah Engkau tega Andri mengusir anakmu sendiri?" ucap Ibu Imah.

"Maafkan aku, Tapi biarlah dia menemukan jalannya sendiri" Balas Andri.

Fatimah langsung menuju kamarnya untuk mengemasi barang-barangnya dan tidak lupa membawa berkas lamaran pekerjaannya.  Ia langsung pergi dari rumahnya.

Andri langsung pergi menuju kamarnya.  Syifa kini terduduk lemas, mengapa ia tak bisa menahan Putrinya yang pergi dari rumah.  Sedangkan Ibu Imah pulang ke rumah, Tapi ia sangat yakin bahwa Fatimah tidaklah mudah untuk berkata bohong.

"Maafkan aku, tapi ini memang yang terbaik" ucap Andri

"Mas  mas..." ucap Syifa saat membuka pintu kamarnya

"Astagfirullah, kau membuat aku terkejut" balas Andri

"Apakah yang dikatakan Fatimah benar mas?"

"Apa engkau pun ragu kepada aku Syifa?"

"Tidak mas, hanya saja Fatimah tidaklah mungkin berbohong"

"Aku juga berharap Fatimah tidak berbohong Syifa"

"Semoga Putriku selalu diberikan kesehatan dan keselamatan dari Allah" ucap Syifa

"Maafkan aku sayang" batin Andri seraya mencium pucuk kepala Syifa.

*keesokan harinya

"Umar panggil kakakmu untuk segera makan, nanti maghnya kambuh!" ucap Syifa seraya menyediakan makanan.

"Bunda... kak Syifa kan sudah pergi dari rumah" balas Umar dengan nada lirih. Jujur dia sangat menyayangi kakaknya itu.

Muhammad Umar Nur Fadilah, berumur 15 tahun. Walaupun selisih lima tahun dengan kakaknya, tapi ia juga memiliki kepribadian yang mandiri seperti kakaknya. Saat ini ia sedang duduk di bangku sekolah kelas dua SMA. Ia menjadi salah satu murid pandai di sekolahnya.

"Bunda jangan sedih, kakak akan Baik-baik saja" lanjut Umar seraya memeluk Bundanya.

"Di mana kamu nak, Bunda kangen sama kamu. Semoga kamu selalu diberi kesehatan nak" batin Syifa.

"Bunda Bun?" tanya Umar

"Iya kenapa?" jawab Syifa yang sadari tadi melamun

"Umar berangkat sekolah dulu" ucap Umar sambil mencium tangan Syifa dan Ayahnya yang baru saja keluar dari kamar.

"Assalamualaikum" ucap Umar

"Wa'alaikumsalam" balas keduanya

"Mas apakah engkau langsung kerja hari ini?" Tanya Syifa

"Iya, Kalau tidak aku akan dimarahi dengan Pak Jaya" Balas Andri

"Sebaiknya kau sarapan dulu mas"

"Maafkan aku sayang, aku harus segera pergi"

"Baiklah, hati-hati mas" sambil mencium punggung tangannya Andri

"Iya, Assalamualaikum" jawab Andri yang langsung pergi keluar rumah

"Wa'alaikumsalam"

"Mungkin memang benar apa yang dikatakan Mas Andri. Ia tidak melakukan itu seperti apa yang dikatakan Putrinya. Buktinya Mas Andri selalu kerja paruh waktu sampai tidak sarapan hari ini" batin Syifa






Terima kasih banyak yang sudah baca
.
.
.
.
.
.
Tulislah
Kritik dan saran kalian ya

Jalan Yang HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang