jemanden
"Selamat pagi Laras, Aci." Pagi hari setelah sarapan, Dokter Nathalie berkunjung ke ruang rawat Archie lagi. Dokter muda itu tersenyum saat Archie memamerkan piring dan mangkuknya yang kosong, tanda dia menghabiskan sarapannya.
"Pinter banget. Udah gak mual lagi, ya?"
"Iya, Dok."
"Udah kentut belom?" Ditanya seperti itu, muka Archie mendadak memerah. Dia langsung menyembunyikan setengah wajahnya di balik selimut sambil melirik Laras yang berdiri di sebelahnya. Melihat hal itu, Dokter Nathalie langsung tersenyum sambil mengangguk.
"Malu, ya? Aci pinter banget, pasti laper banget kemarin."
"Iya. Kak Laras gak ngebolehin makan sama sekali. Minum juga gak boleh. Pasti sekarang berat badan Aci udah turun 10 kilo. Kak Laras harus tanggung jawab kalo Aci disangka kena busung lapar." Laras sampai terheran-heran mendengar kata-kata Archie. Entah sejak kapan adik kecilnya ini berubah menjadi kritis dan cerewet seperti ini.
"Kalo gitu saya periksa dulu ya perutnya?" Archie mengangguk, bahkan mengangkat pakaiannya ke atas agar Dokter Nathalie lebih mudah memeriksanya. Dokter Nathalie mulai memeriksa jahitan di perut Archie, menanyai keluhan yang Archie rasakan selama ini dan dijawab gelengan mantap oleh Archie.
"Laras, kondisi Archie sudah sangat baik, dia bisa pulang setelah menghabiskan cairan infusnya. Kamu bisa mengurus administrasinya biar cepet pulang."
"Makasi banyak, Dokter!" Laras mengucapkannya dengan wajah berbinar-binar. Dia langsung memeluk Archie senang. Archie juga tersenyum bahagia, tanpa sengaja matanya menangkap ekspresi teman-temannya yang terlihat murung. Archie jadi merasa bersalah, dia bisa pulang sementara teman-temannya masih harus berada di rumah sakit.
"Aci, kakak telpon ibu dulu, ya? Kamu di sini aja." Setelah Laras keluar dari ruangan, Archie bergerak turun sambil mendorong tiang infus miliknya dan berjalan menghampiri teman-temannya.
"Maaf ya Aci pulang duluan." Dua anak di hadapan Archie saling pandang sebelum tersenyum pada Archie dan menggeleng pelan.
"Aci ngapain minta maaf? Kan Aci gak salah. Kita nanti juga pasti pulang kok kalo udah sembuh."
"Nanti Aci bakal sering ke sini deh, sama bawain kue kayak yang biasanya ibu bawa, janji."
"Beneran?"
"Iya!"
"Janji, ya?"
"Iya!" Mereka bertiga berpelukan seperti sudah bersahabat sangat lama. Setelahnya mereka bercerita banyak hal, bercanda hingga seorang perawat masuk dan melepaskan jarum infus di punggung tangan Archie, tepat saat Laras datang membawa baju ganti milik Archie dan meminta Archie berpamitan pada teman-temannya.
"Aci pulang dulu, ya?"
"Iya, hati-hati di jalan, sering-sering main ke sini, ya?"
"Iya!"
Setelah berpamitan, Laras menyuruh Archie menunggu Laras menyelesaikan administrasi sambil duduk di taman. Teman-temannya sebenarnya ingin menemaninya, tapi Diaz tidak boleh pergi kemanapun dan Nico harus melakukan cuci darah.
🌻🌻🌻🌻🌻
"Ayolah Ka, bosen nih!"
Entah sudah berapa kali Rashi merengek pada kakaknya untuk membawanya ke taman. Dia bosan berada di dalam kamar terus-menerus, terutama karena dokter Aldo melarangnya banyak bergerak dulu sedangkan kakaknya sudah boleh turun dari ranjang. Rashka bahkan diminta sering berjalan kaki agar cepat pulih. Merasa kasihan dengan adiknya, Rashka akhirnya menarik kursi roda di sudut ruangan dan mendekatkannya di ranjang Rashi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jour Pour Moi ✔
Teen FictionBagi Rashi, menjalani hidup seolah tengah bermain game, berusaha semaksimal mungkin untuk menang, tapi bedanya dalam hidup, ketika dia mati, dia tidak bisa mengulanginya lagi. Bagi Rashka, menjalani hidup adalah soal waktu, seberapa banyak waktu yan...