Elf

2.2K 272 28
                                    

der dein Herz mit ihrer Liebe fullen kann

Masih pukul 7 pagi, Rashka sudah rapi dengan pakaian kerjanya. Dia menggoyangkan pelan tubuh Rashi yang tengah tertidur nyenyak, sebenarnya ingin meninggalkan catatan, tapi dia tidak enak jika tidak langsung berpamitan pada adiknya itu. Rashi membuka matanya perlahan, sedikit kaget dan bingung melihat wajah Rashka sudah berada tepat di depannya.

"Apaan?" tanyanya dengan suara serak. Matanya bahkan belum terbuka sempurna, justru kembali tertutup dan semakin berat untuk dibuka. Seolah ada lem super yang dioleskan di sana.

"Abang harus ke kantor, ada rapat penting, kamu baik-baik ya di sini. Jangan bandel, turuti apa kata dokter, obatnya jangan lupa diminum, kalo ada apa-apa telpon Abang." Rashi yang masih setengah sadar hanya mengangguk samar dan menggeliat pelan tanpa membuka mata atau mulutnya.

"Ya udah Abang berangkat dulu, ya?"

"Hm."

"Jangan bandel."

"Hm."

"Obatnya jangan lupa diminum."

"Duh Ka! Iya-iya! Sana pergi ah! Ganggu tidur gue aja lo!" teriak Rashi kesal. Dia melemparkan bantalnya ke sembarang arah dengan mata tertutup. Tapi anehnya lemparannya itu tepat mengenai kakaknya yang langsung berteriak kesal. Setelahnya, Rashi tidak mendengar suara rashka lagi.

Jarak Rashka dan Rashi mungkin masih belum sampai lima kilo meter, tapi Rashi sudah merasakan ketiadaan Rashka dalam hidupnya. Ada rasa dingin dan kosong di tempatnya sekarang. sepertinya ruangan ini sedang beradaptasi dengan penghuninya yang berkurang. Tanpa sadar tubuh Rashi menggigil.

"Ah, dingin banget," keluh Rashi pelan. Tubuhnya sudah meringkuk di atas tempat tidur dengan selimut tebal menutup hampir seluruh tubuhnya. Namun, tubuh itu masih bergetar kedinginan. Dia meraba-raba nakas, mencoba mencari remote AC, alisnya mengerut samar ketika menyadari AC di ruangan ini sudah diset hampir menyerupai suhu ruangan.

Rashi berusaha bangun dari tempat tidurnya, ingin membuka jendela dan mematikan AC agar kamarnya tidak terlalu lembab, tapi nyatanya tubuhnya tidak bisa bergerak sama sekali. Setiap kali dia bergerak, rasa nyeri menyakitinya di sekujur tubuh.

"Argh, sial! Kenapa jadi sakit banget sih," bisik Rashi pelan, hampir tak terdengar.

Rashi memilih menyembunyikan tubuhnya di balik selimut yang akhirnya membuat dirinya tidak bisa bernapas sama sekali. Dia buru-buru membuka selimutnya hingga sebatas dada. Begitu selimut itu tersingkap, rasa dingin semakin menusuk tubuhnya, bahkan membuat giginya bergemeletuk keras. Tiba-tiba dia menyesali keputusannya membiarkan Rashka pergi, dia sangat berharap Rashka kembali sekarang dan memeluk tubuhnya, mengembalikan kehangatan di tubuhnya.

🌻🌻🌻🌻🌻

Entah sejak jam berapa Laras meninggalkan rumahnya yang nyaman dan mulai membelah jalanan. Namun yang pasti, sekarang gadis itu sudah berada di depan pintu café, menunggu pintu itu terbuka. Dia sudah berjanji pada manager café yang berbaik hati mengizinkannya tidak masuk kerja beberapa hari kemarin untuk mengganti shift kosong itu dengan kerja full time.

Tanpa Laras tahu, ternyata Wulan yang harus membuka Kafe hari ini. Dia kaget melihat Wulan datang menggunakan angkutan umum dan berhenti tepat di depan Kafe. Wulan langsung menatap Laras sinis. Dengan angkuhnya dia berjalan mendekati Laras dan mendorong tubuhnya dengan kasar.

"Minggir lo!" Laras refleks menyingkir tanpa mengatakan apapun. Dia tetap setia berdiri di samping pintu, menunggu Wulan untuk membukakan pintu.

"Ngapain lo jam segini udah di sini? Mau kencan dulu sama Pak Tio?" Tidak ada jawaban apapun dari mulut Laras yang justru membuat Wulan semakin gencar menghujatnya.

Jour Pour Moi ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang