"Tidak ada barang bukti ataupun jejak-jejak si pelaku yang tertinggal di tempat kejadian."
Jeon Jungkook memijit pelipisnya yang berkedut pening saat mendengarkan penuturan Jimin. Tangan kanannya membolak-balik tumpukan kertas berisi laporan yang tersaji di mejanya. "Bagaimana dengan kamera cctv yang terpasang di sekitar sana?"
"Semua kamera cctv mati total. Rusak. Daerah pertokoan itu memang cukup kumuh. Para pemilik toko lebih memilih untuk membayar sewa keamanan kepada para pemalak di bandingkan harus memperbaiki kamera pengawas." jelas Jimin. Selama bertahun-tahun ia menyelidiki berbagai macam kasus, agaknya kali ini merupakan kasus tersulit yang ia tangani.
Rothenbelle bisa disebut sebagai salah satu kota teraman sekalipun tikus-tikus liar seperti para pemalak itu masih kerap berkeliaran. Namun karena kasus pembunuhan misterius ini, dimana si pelaku benar-benar bermain secara rapih dan bersih tanpa meninggalkan sehelai rambut pun, membuat para penegak hukum seperti mereka harus bekerja ekstra.
Kini sudah satu minggu berlalu, namun mereka belum juga mendapatkan sesuatu yang berarti.
"Tadi kau bilang, di daerah pertokoan itu masih terdapat para bandit yang kerap meminta jatah keamanan?"
Jimin mengangguk. "Mereka sudah berhasil di amankan. Namun dari hasil penyelidikan, mereka tidak terbukti alias bersih dari kasus pembunuhan Naeul."
Jungkook menatap lurus pada Jimin. Jika sedang dalam urusan pekerjaan, Jimin tetaplah bawahannya, dan mereka benar-benar dituntut untuk bersikap profesional sekalipun keduanya sudah saling mengenal dan bersahabat sejak sekolah menengah atas. "Kau yakin sudah menangkap semuanya?"
Jimin kembali mengangguk.
Jungkook menghela napasnya. "Aku sempat mengira jika salah satu dari mereka hendak memperkosa Naeul kemudian membunuhnya. Tapi mengingat tak ada luka lain yang ditemukan selain luka goresan dalam pada leher anak itu, membuatku berpikir kembali." ia bersandar pada sandaran kursi kebesarannya. Kantung mata yang sedikit menghitam cukup menjadi tanda bahwa ia memang bekerja sangat keras untuk kasus ini. "Dugaanku mengarah pada seseorang yang meneror Lisa pada malam itu."
Mendengar hal itu, membuat Jimin teringat akan sesuatu. Ia kembali menyerahkan satu jilid laporan pada Jungkook. "Unit Cybercrime tidak dapat melacak nomor itu."
Alis Jungkook menukik seketika. Ia nyaris saja melempar lembaran kertas di hadapannya, merasakan kepalanya hampir meledak karena kasus ini. Bagaimana mungkin para pelacak profesional itu memiliki kinerja sedemikian buruknya hanya untuk menelusuri sebuah nomor? Atau mungkin si pemilik nomor tersebut yang memang lebih cerdas di banding mereka?
"Dimana Lisa?" tanya Jungkook. Disaat-saat seperti ini, rasanya ia membutuhkan eksistensi sang kekasih untuk berada di sisinya.
Jimin melirik jam tangan mahalnya sejenak. "Pukul empat lewat sepuluh. Seharusnya saat ini Lisa sedang berada di pertokoan itu bersama dengan Na Gaeun."
°°
"Aku dan Gaeun sudah mengelilingi tempat ini." ucap Lisa pada seseorang di seberang telepon. Saat ini ia tengah berada di salah satu cafe kecil bersama Gaeun, beristirahat sejenak. Gadis bermata bulat itu membenarkan letak headset bluetooth-nya sebelum kembali menyahut, "Kami tidak menemukan apapun yang mencurigakan. Warga setempat dan para pemilik toko sudah beraktifitas seperti biasanya."
"Hm, kalau begitu nanti persiapkan berkas laporannya. Sekarang cepat pulang. Ayah dan Ibu ingin kita makan malam bersama. Aku juga merindukanmu."
Pipi Lisa mendadak bersemu merah mendengar kalimat terakhir itu. Gaeun hanya menggeleng pelan setelah menyeruput kopi hangatnya. Ia sudah paham perihal apa saja yang membuat gadis segarang Lisa dapat terlihat malu-malu seperti itu. Pertama; Jungkook. Kedua; Jeon Jungkook. Dan yang ketiga; hanya Jeon Jungkook.
KAMU SEDANG MEMBACA
red lips | lizkook✔
Fanfiction[M] Di balik ketampanan dan kepemimpinannya yang tegas, Letnan Jeon Jungkook memiliki misteri tersendiri dalam hidupnya. Menutupnya rapat-rapat dari kedua mata sang ayah, yang membuatnya terpaksa harus menjalani hubungan dengan seorang agen rahasia...