Jungkook dan Lisa berjalan beriringan, meniti tangga menuju lantai dua rumah mereka. Mereka terlihat lesu, terutama Lisa yang kini tengah memijit tengkuknya sendiri.
Mereka harus pulang malam ini juga sekalipun aktifitas yang mereka lakukan dihotel satu jam yang lalu begitu terasa melelahkan. Tetap saja, mereka tak ingin membuat orangtua mereka curiga dan khawatir jika kedua kakak-beradik ini tak kunjung pulang semalaman.
Sebagian besar lampu-lampu dirumah ini sudah dimatikan. Hanya beberapa lampu remang yang tertempel pada dinding sebagai sumber penerangan saat ini.
"Tidurlah yang nyenyak. Kau harus mengistirahatkan pikiranmu." ujar Jungkook. Ia menatap Lisa lembut sembari mengelus surai gadisnya. "Keadaan ini akan segera berlalu dan kita akan baik-baik saja."
Lisa tersenyum kecil seraya mengangguk pelan. Jungkook benar. Cepat atau lambat, mereka akan segera menemukan bajingan tengik itu dan kembali menjalani kehidupan seperti biasanya.
Jungkook menangkup kedua pipi Lisa, memasang senyum hangat yang sungguh menenangkan hati sebelum mendaratkan bibirnya pada bibir Lisa dengan lembut.
Hanya sedikit lumatan ringan. Setelahnya, ia kembali menjauhkan wajahnya. "Good night, princess." tuturnya.
Lisa tersenyum. Jungkook membukakan pintu kamarnya dengan lambat sebelum--
DOR!! DOR!! DOR!!
Lisa dan Jungkook sontak terkejut mendengar suara tembakan yang beberapa detik setelahnya menguar jeritan nyaring yang menggema dari arah kamar orangtua mereka.
Tanpa berfikir panjang, Lisa dan Jungkook segera berlari menuju sumber suara. Jungkook bahkan tidak perlu repot-repot untuk menekan kenop pintu yang sudah pasti terkunci itu dan memilih untuk langsung mendobraknya sekuat tenaga.
Nafas keduanya memburu dengan mata yang membelalak lebar.
Nyonya Jeon tengah meraung pilu, menggoyangkan tubuh sang suami yang berlumuran darah diatas ranjang. Keadaannya sangat genting.
Jungkook sempat dibuat membeku dengan air mata yang menggenang dipelupuknya--mencium bau anyir darah sang Ayah yang merebak begitu cepat. Samar-samar, mereka dapat mendengar suara debuman yang cukup keras dari arah lantai satu.
"Bangsat!"
Tidak. Lisa tidak bisa diam dan terus bersembunyi dibalik punggung tegap Jungkook. Dengan emosi yang meluap-luap, ia segera berlari menuruni anak tangga dan menyambar helmnya.
Jungkook bahkan tak sempat mencegah atau menanyakan apapun pada kekasihnya itu. Ia terlalu hancur, tubuhnya mendadak luruh ke lantai dengan jiwa yang bergolak--melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana darah mengucur deras dari kepala, dada, dan perut sang Ayah.
Mayor Jeon merupakan salah satu kelemahannya. Lelaki berusia lima puluh tahunan itu merupakan harta berharganya, dan seseorang yang ia sayangi bersamaan dengan mendiang sang Ibu dan juga Lisa. Maka melihat fakta absolut yang terpampang jelas dikedua matanya, membuat tubuhnya seakan melebur begitu saja.
Nyonya Jeon terus mengguncang tubuh sang suami dengan air mata yang meluncur bebas disertai dengan isakan yang menyiksa batin, berharap ada sebuah keajaiban sekalipun ia tahu bahwa detak jantung suaminya tersebut sudah berhenti sejak tembakan terakhir.
°°
Lisa memacu motor sport-nya dengan kecepatan tinggi. Di depan sana sebuah mobil sedan hitam melaju tak kalah kencang.
Jalan raya cukup sepi pada pukul dua dini hari ini. Kedua kendaraan itu seakan memimpin jalanan. Terkadang meliuk-liuk seperti tak terkendali, menghindari kendaraan lain yang melaju di depan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
red lips | lizkook✔
Fanfiction[M] Di balik ketampanan dan kepemimpinannya yang tegas, Letnan Jeon Jungkook memiliki misteri tersendiri dalam hidupnya. Menutupnya rapat-rapat dari kedua mata sang ayah, yang membuatnya terpaksa harus menjalani hubungan dengan seorang agen rahasia...