Beberapa lebam biru menghiasi tubuh Junmoo. Ujung bibirnya sobek, menghasilkan cairan merah pekat beraroma besi berkarat yang sudah menetes sejak satu jam yang lalu. Kedua tangannya terikat ke atas. Peluh bercucuran di sekujur tubuhnya.
"Hentikan." suara tegas penuh dengan penekanan itu mengalun dari bibir Jungkook, membuat kedua petugas yang berada di ruangan tersebut menghentikan aktifitasnya untuk memukuli tubuh Junmoo. "Aku masih memberikanmu kesempatan untuk berbicara, Tuan Junmoo. Cukup katakan, siapa orang yang telah menyuruhmu untuk melakukan hal keji itu?"
Junmoo meludahkan darah bercampur salivanya dengan kasar. Ia tertawa remeh kendati raganya sudah lemas tak berdaya. Tubuhnya terasa kebas, dan tulang-tulangnya terasa remuk dibeberapa bagian. "Sudah kubilang, Letnan Jeon. Aku lebih baik mati daripada harus mengatakannya padamu."
Jungkook tersenyum simpul, "Kau ini keras kepala juga, ya, Pak tua." ia hampir saja melayangkan tinjunya pada Junmoo, tatkala Jimin menerobos masuk ke ruangan tersebut dan menahan pergerakannya.
"Hei, apa yang kau lakukan, Jung?!" tentu saja Jimin terkejut. Ia tidak tahu-menahu perihal hasil dari perbincangan Jungkook dengan Junmoo setelah makan siang tadi. Ia hanya mendapat laporan dari bawahannya bahwa Jungkook kembali menindak-lanjuti kasus ini. "Kau hampir saja membunuhnya."
Jungkook melepaskan tangannya dari cengkraman Jimin. Dadanya naik turun dengan nafas yang menggebu. "Pria tua ini terlibat dengan seseorang yang meneror Lisa."
Jimin membelalak, "Benarkah?"
Jungkook masih berusaha menetralkan nafasnya. Berada diruangan ini terlalu lama bersama Junmoo benar-benar membuatnya muak. Ia berbalik, berjalan keluar ruangan sembari merapikan kemejanya yang sedikit kusut setelah memberikan perintah pada bawahannya untuk mengurus Junmoo yang sudah hampir pingsan ditempat.
Jimin mengikuti langkah Jungkook dari belakang. Maklum saja, kakinya lebih pendek daripada kaki milik Jungkook. Ia berusaha mengimbanginya dengan sedikit berjalan lebih cepat. "Apa maksudmu? Apa ia benar-benar terlibat dengan seseorang yang meneror Lisa?"
Jungkook menghentikan langkahnya. "Aku ingin menanyakan sesuatu padamu." mengabaikan pertanyaan Jimin, ia memilih untuk melemparkan pertanyaan lain pada pria mungil itu. "Apa kau mengatakan perihal hubunganku dan Lisa pada oranglain?"
Jimin mengerutkan dahinya, merasa bingung karena tiba-tiba Jungkook mencecarnya dengan pertanyaan semacam ini. "Apa? Tentu saja tidak. Itu rahasia kita berempat--kau, Lisa, aku, dan Gaeun. Memangnya--" Jimin menghentikan kalimatnya, baru saja tersadar akan sesuatu. "Apa kau sedang menuduhku? Berfikir jika aku terlibat dalam kasus teror ini?"
Jimin mendengus--tak menyangka. Ia tertawa renyah sembari memijit pelipisnya. "Oh, Ya Tuhan. Sudah berapa lama kau mengenalku, sih? Satu tahun? Dua tahun?" ia menggeleng pelan. Ada kekecewaan di dalam lubuk hatinya. Mereka sudah bersahabat sejak masih sama-sama mengenakan seragam sekolah, dan kini Jungkook menuduhnya sembarangan. "Kita sudah saling mengenal selama lebih dari lima tahun, Jung! Bahkan aku sampai hapal dimana kau menyembunyikan majalah dewasa itu dikamarmu."
Jungkook benar-benar merasa bersalah sekarang. Apa yang Jimin katakan memang ada benarnya. Mereka sudah saling mengenal selama bertahun-tahun sampai hapal kebiasaan baik dan buruk masing-masing. "Maaf, hyung. Aku tidak bermaksud untuk menuduhmu. Hanya saja, tingkat kewaspadaanku meningkat seiring dengan datangnya pesan-pesan berisi teror itu."
Jimin menghela nafas panjang. Ia menepuk pundak Jungkook--menatap iba pada seseorang yang telah ia anggap sebagai adik kandungnya itu. Ia mengerti betapa kepala Jungkook ingin meledak karena menyelesaikan kasus yang bertubi ini. "Kau bisa mempercayaiku, Jung. Aku tidak akan mengkhianatimu."
KAMU SEDANG MEMBACA
red lips | lizkook✔
Fanfiction[M] Di balik ketampanan dan kepemimpinannya yang tegas, Letnan Jeon Jungkook memiliki misteri tersendiri dalam hidupnya. Menutupnya rapat-rapat dari kedua mata sang ayah, yang membuatnya terpaksa harus menjalani hubungan dengan seorang agen rahasia...