DAMAR
Ia tersenyum sendiri saat membaca balasan mention dari puluhan followers-nya saat ia menuliskan satu twit satu jam yang lalu:
"Menghitung detik untuk menunggu kedatanganmu..."
Damar kagum pada orang-orang di luar sana yang selalu hadir dalam kolom komentar tiap kali ia menuliskan twit apapun walaupun sebenarnya ia tahu betul pola pemikiran netizen (sebutan untuk pengguna internet di media sosial apapun), yaitu ketika dia posting kata-kata, mungkin yang komentar puluhan, tapi ketika ia posting foto-foto telanjangnya, ada ratusan bahkan bisa menembus seribu 'likes' dalam sekali unggah.
Menjadi spesies yang nafsu seksualnya lebih tinggi dan brutal, ia paham dan maklum betul mengapa followersnya sebegitu bernafsu untuk mengeklik 'like' disetiap unggahan foto tak berbusananya, ia bahkan yakin foto-foto itu pernah diunduh oleh segelintir dari mereka untuk dijadikan bahan masturbasi.
Dan dirinya tidak merasa terganggu sedikitpun. Fotonya diambil dari sudut sangat strategis untuk menyamarkan wajah aslinya sehingga ketika suatu saat terjadi hal yang tak diinginkan ia bisa tetap aman. Meskipun ia tahu, pasti adalah salah satu atau dua followernya yang hidupnya kurang drama sehingga agak-agak maju inisiatifnya dengan melaporkan foto-foto itu kepada pihak berwajib dan untuk itulah ia sangat hati-hati. Dengan sepotong nama akun @herculesgunungkidul, ia selalu siap siaga untuk menghadapi bahaya.
Satu pesan masuk ditandai oleh bunyi denting dari gawainya dan buru-buru Damar membuka pesan itu. Pesan dari sang pujaan hati yang mengabarkan bahwa dirinya sudah sampai di depan rumah.
Pintunya diketuk dan ada suara ibunya dari luar. "Le, ada tamu itu."
"Nggih bu. Sakedap." Sahut Damar segera bangkit dan mengenakan pakaiannya, lalu membuka pintu kamar yang disambut ibunya. "Ayahmu sudah buka pintunya, sana temui, Itu temanmu yang katanya mau datang dari Jakarta itu toh? Suruh masuk, Ibu siapain makan malamnya di belakang ya."
"Iya bu, terimakasih."
Damar segera menghambur ke ruang tamu di mana Ayahnya sudah mengobrol dengan seseorang, laki-laki berperawakan sedang dan kulit sawo matang, wajahnya bersih dan segar seolah perjalanan jauh Jakarta-Jogja hari ini tidak meletihkannya. Damar sudah mempersiapkan hatinya untuk bertemu sosok di depannya itu, kemarin-kemarin juga mereka sudah sempat bertelepon video namun ternyata tetap saja gemuruh di dadanya itu tidak bisa dihentikan karena bertatapan secara langsung sangat amat beda dengan berkomunikasi melalui media apapun.
"Nah ini Damar." Tawa Ayahnya saat Damar melangkah mendekat dan menyalami laki-laki di depannya, dan itulah untuk pertama kalinya tangan mereka bertemu. Damar merasakan tangan halus dan empuk menjabatnya, dingin, sebagaimana dirasakannya tangannya sendiri yang seperti merembeskan keringat karena gugup yang tak sanggup ia sembunyikan. "Yasudah, Bapak ke belakang dulu ya." Kata Ayah Damar, yang bangkit dan menepuk bahu Damar tanda disuruhnya ia untuk menemani Rangga.
"Le, diajak ke belakang, makan, sudah disiapin Ibumu itu." Bisik ayahnya melirik Damar.
"Nggih pak."
"Tasnya saya taruh kamar mas." Kata Damar membungkuk untuk mengambil ransel di kaki kursi yang diduduki Rangga. "Eh nggak usah, biar saya bawa sendiri, sudah." Rangga menahan tangan Damar dan mereka saling tatap, lalu tertawa malu.
Damar mengulum senyumnya lalu duduk. "Pasti capek banget ya mas?"
"Lumayan mas, tapi nggak papa kok, di sini suasananya enak ya, sejuk."
![](https://img.wattpad.com/cover/159216456-288-k716480.jpg)
YOU ARE READING
Nudimasocist
Любовные романыDamar, seorang arsitektur lepas yang menyukai kebebasan, jauh di dalam lubuk hatinya, menyimpan hasrat untuk merefleksikan makna kebebasan tersebut dengan menunjukkan kesejatian dirinya tanpa perlu batasan busana. foto-fotonya ia unggah di media twi...