Satu: Namanya juga Sandra

4.3K 406 16
                                    

“JEN! “

Jendra hampir saja terjepit pintu pagar,  saat suara cempreng nan memekakkan terdengar di telinganya. Ia berdecak,  sudah tau jelas siapa pemilik suara yang kencangnya minta ampun itu.

“Apa?” tanya Jendra datar, menghampiri sepedanya yang terparkir di depan pagar. “Mau nebeng lagi? “

Sandra mengangguk antusias,  tanpa aba-aba langsung melompat ke jok belakang.  Sontak membuat sepeda itu sedikit oleng.  “Ayo pak,  ke SMA Persada ya.  5 ribu kan pak? “

“Kapan sih lo berhenti nebeng gue mulu? “ Keluh Jendra sedikit mengerucutkan bibirnya,  namun kakinya mulai mengayuh sepeda putihnya.

Sandra memegang ujung seragam Jendra, menengadahkan kepalanya ke atas seolah berpikir. “Ntar kalau gue udah punya pacar. “ Jawabnya penuh keyakinan.

Jendra tersenyum miring,  sedikit mempercepat kayuhannya saat menuruni jalan yang menurun.  Membuat sepeda itu melaju cukup kencang di jalanan kompleks yang masih cukup lengang.  Sandra memekik kegirangan,  tak merasa takut kalau-kalau sepeda itu nanti oleng.

Dan seperti pagi-pagi umumnya.  Kedua sahabat sejak kecil itu,  bersenandung riang selama perjalanan mereka menuju sekolah.  Bahkan sempat menyapa tukang bubur langganan mereka,  yang sedang melayani pembeli.
Melupakan fakta bahwa mereka bukanlah anak-anak lagi.

***

“Bentar Jen, bentar!”

Sandra buru-buru menarik mundur Jendra.  Melarang pemuda itu untuk masuk ke dalam kelas yang masih gelap. Gadis itu masuk terlebih dahulu,  menghampiri tempat saklar lampu yang sudah ia hapal letaknya.

“SANDRA MEMBAWA PENCERAHAN! “

Jendra hanya geleng-geleng kepala, melihat kelakuan sahabatnya yang sudah aneh pagi-pagi. Ah ralat,  Sandra memang selalu aneh.

“Lo berdua ngapain?”

Jendra melipat kedua tangannya di depan dada.  Menoleh kearah teman sekelasnya yang baru sampai.  Ia menunjuk Sandra yang masih merentangkan tangannya lebar di tengah-tengah kelas yang sudah bersinar terang.

“Biasa temen lo, otaknya udah gak ada. “

*****

“Gimana-gimana? “

Sandra mengalihkan tatapannya dari buku besar di hadapannya.  Tangannya yang tadi sibuk menghitung jumlah uang kas terhenti,  lantas menatap lekat-lekat Kiara yang duduk tepat dihadapannya.  “Ada gosip apa? “

“Ituloh, anak kelas 12 ada yang ke gep nyekokin alkohol ke anak kelas 10. Gila gak tuh?  Masih kelas 10 coy... “ Kiara memainkan poninya yang menutupi dahi dengan wajah juteknya.  “Gue aja ya,  boro-boro alkohol.  Minum sprite aja masih merinding. “

Sandra mengangguk saja, ia menatap sesaat uang ditangannya.  Lupa tadi dia sudah menghitung berapa banyak. “Eh tadi tuh 150 ribu apa 200 ribu? “

“Lah gue mana tau, orang lo ngitung dalam hati tadi. “

Sandra berdecak,  melihat kembali buku besarnya yang masih menampakkan beberapa teman sekelasnya belum bayar uang kas. Terutama-

“Jen,  mau bayar uang kas kapan? “

Sandra menoleh ke belakang,  dimana Jendra masih asyik berkutat dengan buku tebal matematikanya. Tanpa banyak bicara,  Jendra mengulurkan selembar uang kertas dua puluh an dan kembali fokus pada bukunya.  Tanda kalau ia tidak mau diganggu saat ini.

“Cih,  mtk mulu.  Gue sih kalau lo udah tepar dari tadi,” sindir Sandra,  yang dibalas lirikan tajam Jendra.

“Gue mau lomba,  udah gak usah ganggu. “Jendra membuat gestur mengusir dengan tangannya.

Love KrunchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang