Tiga Belas: Perang Dingin

1.4K 209 5
                                    


"Lo ngapain?"

Wira melotot kecil, ketika Sandra dengan santainya merangsek masuk ke dalam mobilnya. Adiknya itu tak menjawab, memilih menutup mata dengan earphone yang sudah menyumpal kedua telinganya. Gio yang baru saja hendak masuk ke dalam mobil, duduk di kursi depan seperti biasa mengernyit dalam. Heran melihat kakaknya sudah duduk santai di sana.

"Tempat gue, eh..." Usir Gio mendorong-dorong pundak Sandra agar gadis itu menyingkir. Namun namanya juga Sandra, dia tetap duduk semakin mengenggam sabuk pengamannya erat-erat.

"Lah, ngapain lo?" Kini gantian Pian yang berkomentar, pemuda yang baru saja hendak mencuci motornya jadi penasaran karena mobil sang kakak yang tak kunjung berangkat. "Keluar eh, ngapain lo bareng mereka? Beda arah..."

"Tau, biasanya juga boncengan sama Kak Jendra..."

Pian menolehkan kepalanya, ke rumah Jendra yang berada di sebrang. Dia bisa melihat, Jendra juga baru keluar dari rumah sembari menuntun sepeda andalannya. Baru saja dia hendak memanggil pemuda itu, Jendra sudah menjalankan sepedanya dengan kecepatan tinggi. Tidak, lebih tepatnya mengayuh dengan penuh emosi.

Tuk

Sandra meringis, ketika tiba-tiba kepalanya dipukul cukup kencang dari belakang yang membuatnya sontak membuka mata. Dia menatap galak Fakhri, sudah tau bahwa kakaknya itulah yang melakukannya. "Apa sih Kak? Bisa gak usah ngeselin sehari aja gitu?"

"Jangan bareng mereka, kasihan nanti mereka telat..." Gumam Fakhri datar, tak berminat untuk meminta maaf terlebih dahulu. "Bareng gue aja..."

"Lo disuruh Jendra?"

"Bunda, dia tau kalian berdua berantem..."

Sandra mendengus, namun tetap menurut dan berpindah mobil. Fakhri menipiskan bibirnya,jujur saja dia sudah lelah menjadi penengah di setiap pertengkaran kedua sahabat itu. Pemuda itu mendengus, dengan malas menuju mobilnya.

"Belum jadi adik ipar aja udah ngerepotin, gimana kalau beneran jadi adik ipar..."

****

"Kak Dias?"

Dias yang bersandar pada dinding dekat tangga, mengulas senyumnya. Dia tak memperdulikan tatapan para murid yang jelas tertuju padanya, pandangannya hanya berfokus pada Sandra yang baru muncul dari koridor.

"Kakak ngapain disini?" Tanya Sandra mengerjap-ngerjap lucu,sebelumnya ia sempat tersenyum singkat pada Rani yang menyapanya. "Koridor anak kelas 12 pindah ya?"

Dias hanya terkekeh pelan, gemas sendiri dengan ekspresi polos milik gadis di depannya itu. "Nih..." Ia menyorongkan sebuah kantung plastik Indomaret ke depan Sandra. "Gue gak tau lo udah sarapan atau belum, tapi tadi gue mampir buat beli roti eh malah kebablasan beli banyak..." Jelasnya panjang lebar, menggaruk tengkuknya kikuk.

Sandra mengigit pipinya bagian dalam, menahan teriakan hebohnya disertai jantungnya yang berpacu cepat. Duh, ini masih pagi padahal. "Makasih ya Kak..." Ucap Sandra sedikit menunduk malu.

"Nanti-"

"HAI SAYANG KU!!"

Sandra memelototkan matanya, ketiba tiba-tiba seseorang merangkulnya seenak jidat. Tidak, lebih tepatnya memitingnya hingga ia terbungkuk. Ia mendongak sedikit, memekik heboh ketika sadar bahwa Afif yang melakukannya.

"LEPASIN GUE!!"

Afif berlagak tak mendengar, dia tersenyum ramah ke arah Dias yang sudah menatapnya datar. "Pagi Kak Dias... maaf ya Kak, gue ada urusan sama tuan putri lo ini..." Ujarnya ramah, sebelum menyeret Sandra menaiki tangga, tentunya disertai terjangan Sandra yang berusaha melepaskan diri.

Love KrunchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang