"Lo mau apa? "
Sandra mengetuk-ngetukkan jarinya di dagu menatap deretan menu yang terpajang di display. "Aku mau popcorn rasa karamel yang gede boleh?"
Dias tak bisa menahan dirinya untuk tidak mengacak rambut adik kelasnya itu. "Kenapa sih, lo tuh imut banget?"
Sandra membeku, ambyar sendiri akan tingkah kecil Dias. Jadi ini yang dirasain tokoh-tokoh novel itu saat rambutnya diacak sama gebetan. Ia berjengit kaget, saat beberapa helai rambutnya di tarik dari belakang. Gadis itu cepat-cepat berbalik, sudah siap melontarkan kemarahannya pada orang yang menarik rambutnya. Tapi justru tidak bisa.
Sandra membulatkan matanya, menatap Gio yang sudah bersedekap dada dengan Fakhri yang berdiri di sebelahnya. Sandra semakin melotot, saat Gio tanpa suara mengejeknya dengan kata-kata. "Sok imut" ditambah tingkah Fakhri yang berlagak mual.
"Kenapa San? "
Sandra segera tersadar, kembali menatap Dias yang menatapnya penasaran. Kakak kelasnya itu mengalihkan tatapan pada 2 kakak Sandra yang berlagak fokus dengan menu di depan mereka.
"Kenalan lo? "
Sandra langsung tersenyum manis, memasang tatapan polos ke arah kedua saudara laki-lakinya itu. "Bukan, enggak kenal."
Dias mengangguk, kini menyerahkan boks besar popcorn kearah Sandra. "Yaudah, masuk yuk udah di buka teaternya."
Sandra mengangguk, mengikuti langkah Dias. Namun sebelumnya gadis itu menoleh ke belakang, memberi tatapan peringatan pada kedua saudaranya.
Fakhri berdecih, menatap Dias dan Sandra yang mulai menjauh dari mereka. Gio sendiri sudah berbalik, menghampiri Jendra dan kakak-kakaknya yang malas-malasan duduk di kursi tunggu.
"Kalian tuh apa-apaan sih? " Jendra mulai buka suara, menatap kelima saudara Sandra yang sudah ia kenal dekat. "Biarin ajalah Sandra deket sama cowok."
"Jujur gue sih gak bisa tenang, kalau adik gue diajak jalan sama cowok yang baru dia kenal berapa minggu. " Wira beralih menatap gemas tetangannya yang hanya cuek bebek. "Kenapa sih lo bisa gak tau si Sandra nonton apa? Kita kan jadi gak bisa ngejar."
"Dia gak cerita kok," sahut Jendra cuek, dia memang ogah-ogahan mengikuti ajakan jadi intel kencan sahabatnya itu.
"Dan lama-lama lo akan terlupakan" Pian terkekeh pelan, menoleh ke arah Jendra yang menaikkan sebelah alisnya tak paham.
"Ketika Sandra akhirnya sama cowok itu, lo akan terlupakan. Dan akhirnya lo gak bisa maju.... BOOOM selamanya Sandra akan nganggep lo sebagai sahabat. "
Butuh waktu beberapa detik untuk Jendra memahami perkataan Pian, sampai ia berdecak pelan. Pemuda itu menatap malas Fakhri yang baru bergabung dengan segelas cola di tangannya.
"Dasar kaleng rombeng.."
***
Kalau kalian pikir, setelah nonton Sandra sudah terbebas dari saudaranya . Kalian salah. Justru dia baru sadar bahwa bukan hanya 2 saudaranya, tapi seluruh saudaranya mengekor di belakang. Heran dia tuh, kenapa punya saudara sebegini protektifnya.
"Temenin gue beli buku dulu ya."
Sandra sedikit terkesiap saat tiba-tiba Dias merapatkan tubuhnya ke arahnya. Senyumnya langsung merekah, mengiyakan ajakan pemuda itu. Namun untuk kesekian kalinya, lagi-lagi dia salting saat Dias sudah merangkul pundaknya dengan santai.
Tanpa tau, kalau Sandra udah ambyar untuk kesekian kalinya.
"Gila, nih cowok gercep amat." Irdan yang sedari tadi hanya bungkam, akhirnya berkomentar. Dia menyenggol keras Jendra hingga pemuda itu terdorong ke samping. "Kalah langkah lo."
Jendra berdecak, semakin menurunkan topi yang ia pakai. Tepat ketika mereka masuk ke dalam toko buku yang di masuki Sandra, ponsel Jendra bergetar. Pemuda itu sedikit menepi di deretan rak buku baru, membuka ponselnya.
Pemuda itu mendesah pelan, menepuk pelan dahinya saat baru sadar kalau dia ada janji hari ini. Pemuda itu menoleh kearah Gio yang memang sengaja ikut berhenti di dekatnya.
"Yo, gue mesti balik sekarang,"pamit Jendra sedikit meringis, enggan juga untuk pergi dari sana. Tapi ini lebih urgent.
"Loh, kenapa emang bang?" Gio mengerjapkan matanya bingung, namun dia langsung mengangguk paham saat Jendra menunjukkan pesan yang ia terima.
"Yaudah sana dah, biar orang-orang gabut kayak kita aja yang urus Sandra."
Jendra terkekeh pelan, menepuk pelan bahu Gio sebelum bergegas pergi dari sana. Gio tersenyum miring, lantas kembali menatap kakak-kakaknya yang berdiri beberapa meter di depannya.
"Repot banget dah jodohin mereka berdua."
***
"Loh kakak mau beli novel?"
Dias mengangguk, menunjukkan novel terjemahan yang dia ambil dari rak. Covernya lucu menurut Sandra, seperti gambar ilustrasi tampak belakang seorang perempuan yang sedang melihat suasana sebuah kota pada malam hari.
"Ini karya temen gue, anak wattpad juga." Dias tersenyum bangga. " Siapa yang nyangka kan, kalau di Kanada karyanya bisa terkenal sampai di terjemahin ke sini..."
Sandra menganga, takjub sendiri akan lingkaran sosial kakak kelasnya itu. Mungkin Dias bukan orang yang bergaul dan kenal dengan semua orang di sekolah. Tapi lingkaran sosialnya jelas lebih luas ketimbang orang lain.
"Siapa namanya Kak?" Tanya Sandra, mulai tertarik akan novel tersebut.
"Jeff."
an: Selamat bermalam minggu kawan, hehehe udah mau masuk konflik nih haduh. Ombaknya akan sedikit berat di awal-awal. Ayo udah bisa tentuin kapal kalian belum?
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Krunch
أدب الهواةSandra pikir, masa putih abu-abunya akan datar saja. Tidak ada hal-hal yang akan membuatnya berdebar seperti cinta. Walau kata orang, masa putih abu abu adalah masa dimana kamu jatuh cinta. Hingga tanpa sadar, Sandra membuat 3 pemuda jatuh hati...