Enam Belas: Martabak

1.3K 198 1
                                    

Irgi terbengong-bengong untuk kesekian kalinya saat Jendra dengan santainya melempar bola basket ke dalam ring. Rambut pemuda itu bahkan sudah basah, jatuh menutupi dahinya. Efek cowok jatuh cinta tuh, sebesar ini ya. Batinnya tak sadar bahwa dia juga seperti itu dengan Rani.

"Eh Gi, sejak kapan Jendra jadi jago basket?" Bisik Afif merapat kearah Irgi. Cowok itu sudah menyerah bermain basket dari tadi, lebih memilih meneduh di bawah pohon menyisakan Irgi dan Jendra yang masih bermain.

"Dan sialnya, si Dias juga jago anjir..." Dengus Irgi sudah capek sendiri, melihat pertandingan 'tak terlihat' diantara kedua cowok itu. "Gantian kek elah, yang pacarnya Rani gue tapi lo malah manja-manjaan sama dia."

Afif jadi menaikkan sebelah alisnya, menatap sinis pemuda itu sebelum berbalik ketempatnya semula. Enggan untuk bertukar tempat.

"Gue udahan dulu ya guys..." Ujar Dias berpamitan. Cowok itu menolehkan kepalanya ke arah Sandra yang juga sudah bersiap pergi. "Mau balik jalan sama Sandra..."

"Wih, mantap tuh Yas..." Seru Wahyu heboh, kini beralih menatap rombongan adik kelasnya itu. " Kita udahan sampai sini aja?"

"Ah-"

"Iya, kita juga mau pulang..." Potong Jendra, menyurai rambutnya sebentar. Dia menoleh ke arah Sandra yang masih menatapnya datar. " San, gue balik ya..."

Ucapan pamit Jendra, sontak membuat Sandra tersentak. Tumben sekali sahabatnya itu berpamitan seperti itu, namun dia tanpa sadar ikut melambaikan tangannya juga. Gadis itu mengerjap-ngerjap melihat Jendra berjalan menuju mobil Irgi diikuti yang lain.

"San?"

Sandra tersentak, ia langsung menoleh ke arah Dias yang sudah mengambil tasnya. Cowok itu mengambil alih botol minumnya yang dipegang Sandra. "Eh iya kak, ayo kita pergi..."

Sementara itu di dalam mobil, Jendra diam-diam melihat Sandra dan Dias yang mulai bersiap pergi. Tangannya sudah memegang rubrik yang biasa ia bawa. Irgi menyadari hal itu menolehkan kepalanya ke belakang.

"Jen? Mau kita ikutin mereka?" Tanya Irgi tenang. Jendra melirik sesaat, lantas menggeleng. Pemuda itu menghela nafas sesaat, sebelum mulai memainkan rubriknya. "Ke rumah gue aja, Gi..."

Diam-diam pemuda itu melirik sepeda lipatnya yang tersimpan rapi di jok belakang. Jendra menghela nafas sesaat. Entah apa yang dipikirkannya, intinya jauh melalang buana.

****

"Bentar, jadi Dias itu kakak sepupu lo?"

Juan mengangguk santai, menyeruput ice coffee nya seraya tersenyum kecil. Cowok itu menggerakan pelan jemarinya, mengusap krim yang tertinggal disudut bibir Icha. Semakin membuat gadis itu membeku, dengan tangan memegang garpu.

"Gila, dunia sempit banget ya..." Ucap Icha berhasil mengendalikan dirinya, tak lama gadis itu bertepuk tangan heboh sendiri. "Dulu Sandra suka sama lo, sekarang mau jadian sama sepupu lo? Buset dah..."

"Jadian?" Juan jadi mengernyitkan dahinya. "Emang mereka udah sedeket itu? Kakaknya pada nerima dia?"

"Enggak juga, tapi setidaknya gak dilarang banget. Gak ada yang protes juga..."

"Terus Jendra?"

Icha yang awalnya fokus menusuk-nusuk kue coklat di hadapannya jadi menatap Juan aneh. "Loh kok jadi Jendra sih? Apa hubungannya coba?"

Lagi-lagi Juan ternganga kaget, tanpa sadar mencubit pipi Icha hingga gadis itu mengerang kesakitan. Sontak saja Icha, memukul kecil tangan Juan. Menghentikan tindakan 'pacar' barunya itu. "JUAN!"

"Lo beneran gak tau Cha?" Juan sudah berdecak, gemas sendiri akan informasi yang diberikan Icha. "Lo pikir gue gak bales perasaan Sandra gara-gara apa coba?"

"Karena lo emang gak suka sama dia." Terka Icha asal, mengusap-usap pipinya yang masih terasa sakit. Juan memajukan badannya, memberi isyarat pada sang pacar untuk ikut mendekat. Tak lama pemuda itu membisikkan sesuatu yang membuat Icha kaget dibuatnya.

"Jendra suka sama Sandra."

****

2 minggu setelahnya, baik Sandra ataupun Jendra masih belum bertegur sapa. Bahkan ketika acara kemping pun, mereka disibukkan dengan kegiatan masing-masing. Sandra yang bersiap untuk acara, dan Jendra mengikuti games. Dan Dias tentunya tidak menyia-nyiakan kesempatan itu.

Pemuda itu semakin sering mengajak Sandra pulang bersama. Setiap akhir pekan, dia juga sering ke rumah gadis itu. Memang awalnya, saudara laki-laki Sandra sering menganggu dirinya. Tapi, karena sang Bunda tingkat kejahilan para saudara itu sudah berkurang. Padahal dengan adanya sang Ayah, harusnya membuat Dias semakin susah mendekati Sandra.

Tapi malam ini lain. Entah, memang beruntung atau kebetulan. Saudara laki-laki Sandra, tidak ada dirumah. Wira dan Fakhri, memutuskan untuk malam minggu bersama pacar. Irdan mengajak keluar Die, kakak Jendra. Serta Pian dan Gio yang memilih pergi ke angkringan.

"Ternyata, kalau gak ada saudara lo. Rumah sepi banget..." Gumam Dias, menyadari bahwa suasana dalam rumah lebih tenang. Hanya ada suara tv dari ruang tengah, dimana kedua orang tua Sandra menonton. Tak mau kalah, menikmati malam minggu pula.

"Lebih baik kayak gini sih." Sandra menyesap pelan, coklat panas dari mug di tangannya. "Capek juga dengar mereka, yang hebohnya minta ampun..."

"Kata lo, jarang ada cowok main kerumah sendirian gara-gara saudara lo." Dias tersenyum kecil, memandangi langit ibu kota yang kosong. "Berarti gue yang pertama dong?"

Sandra mengangguk pelan. "Lo yang pertama Kak." Ucap Sandra tenang, mencomot brownies diatas piring dan mengunyahnya pelan. Diam-diam Dias tersenyum, gemas sendiri akan cara makan Sandra yang sedikit mirip kelinci.

"Kalau gitu, kalau gue jadi pacar pertama lo gimana?"

UHUK

Sandra langsung terbatuk kecil, sedikit tersedak karena ucapan Dias yang mendadak. Gadis itu menerima, uluran gelasnya dan minum untuk sesaat. Gadis itu menatap Dias, yang kini balas menatapnya dengan pandangan polos. "Kakak tau darimana aku belum pernah pacaran?"

"Ya gimana ya..." Dias menyilangkan kedua tangannya di depan dada. " Cowok kalau suka sama cewek, pasti segala info tentang cewek itu bakal dicari sampai dapet." Ujarnya seolah menyombongkan dirinya yang bisa mencari tau hal itu.

"Ya tapi, setidaknya jangan ngagetin dong Kak!" Sungut Sandra, memukul pelan bahu Dias yang sudah tertawa geli. "Gue kan jadinya keselek."

Dengan sigap Dias mengamit tangan Sandra, sukses membuat Sandra jadi diam. Pemuda itu menatap Sandra dengan sorot mata serius sekarang.

"Sandra, mau jadi pacar gue gak?"

****

"Oy, Jen!"

Jendra yang baru saja membuka pagar rumahnya, tersenyum lebar saat Irdan sudah menghentikan motornya di depan rumah Jendra. Di belakangnya, Die turun lantas menatap sang adik bingung. "Kamu habis dari rumah Sandra?"

Jendra diam sejenak, lantas melepas tudung hoodie yang ia kenakan. Cowok itu mengacak rambutnya sesaat, sebelum menyadari ada sekantong plastik di tangan Die. "Apa tuh? Martabak? Kebetulan gue laper..."

Jendra sontak mengambil alih bungkusan tersebut dan masuk ke dalam. Meninggalkan Irdan dan Die yang berpandangan bingung dibuatnya. Dan ketika keduanya menoleh ke pagar rumah Irdan.

Ada sekantong plastik,berisi martabak yang digantung di sana.


*****

a/n: Halo semuanya, aku balik lagi yeay.... Ayo jangan lupa vote dan comment dari kalian ya...

Love KrunchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang