Pagi ini gerimis. Sempat membuatku merasa malas untuk berangkat ke sekolah, dan memilih untuk kembali terlelap dengan tubuh terbungkus selimut.
Namun, teringat hari ini adalah hari Rabu--di mana akan ada ulangan praktek Bahasa Inggris, membuat aku mau tidak mau harus bangkit dari tempat paling nyaman yang pernah aku punya; tempat tidur.
Jadinya, di sinilah aku sekarang. Menunggu kereta tujuanku lewat, sembari mendengarkan lagu menggunakan earphone putih.
Tidak lama, seseorang dengan hoodie berwarna biru gelap, berdiri di sebelahku.
Tadinya, aku tidak tertarik. Memilih untuk mengabaikan tapi urung ketika tidak sengaja mataku menangkap sepatu yang orang itu kenakan.
Aku menoleh, bersamaan dengan dia yang juga ikut menoleh ke arahku.
Cowok ini.
Yang selalu menjadi objek pandangku ketika dia ada di sekitar.
Yang namanya selalu terselip disetiap lembar diaryku.
Juga senyumannya yang selalu membuat aku sulit tidur di malam hari.
Dia. Rafa Zaedika.
Mendadak, aku menjadi salah tingkah. Bingung mau berbuat apa.
Rafa tersenyum ramah, "Eh, Kai." sapanya.
Aku balas senyum, "Kak." sapaku balik sembari melepas earphone yang menyumpal kedua telingaku.
"Lo setiap hari naik kereta?"
Aku mengangguk, "Kak Rafa sendiri, tumben naik kereta?"
Rafa mengendikan bahu. "Ya gitu, rumah gue pindah ke daerah deket sini. Jadinya, gue naik kereta."
Aku hanya menganggukan kepala sambil ber-oh ria. Mengalihkan pandangan ke arah kiri, berpura-pura mengecek kereta yang sebentar lagi akan tiba.
Selagi aku berpaling, aku mengatur nafas sebaik mungkin. Berusaha meredam degup jantungku yang tak keruan.
"Wow." Rafa berseru pelan. Mungkin sedikit terkejut melihat kereta yang baru datang itu sangat penuh. "Masih muat itu?"
Aku tersenyum tipis, "Muat lah, Kak. Masih termasuk lengang itu."
Senyumku semakin lebar ketika melihat ekspresi Rafa yang seolah mengatakan lengang-apanya.
Dia menoleh ke arahku. Wajahnya serius dengan kerutan tipis di dahinya. "Lo jangan senyam-senyum gitu, hati-hati, Kai. Sesek banget itu di kereta."
Bertepatan dengan Rafa yang selesai berbicara, kereta berhenti yang kemudian pintu otomatis segera terbuka.
Belum sempat aku membalas ucapannya, Rafa lebih dulu bersuara ketika selesai membaca tulisan di badan kereta. "Eh, gerbong khusus wanita, ya?" katanya, lebih pada dirinya sendiri.
Sembari melangkah masuk ke dalam kereta, aku terkekeh melihat Rafa yang segera berlari menuju gerbong lainnya--yang sepertinya persis di sebelah gerbong yang aku tumpangi.
Di tengah para penumpang lainnya, aku terus menunduk untuk menyembunyikan senyumku yang sejak tadi masih mengembang di wajahku.
Sesekali melirik ke arah gerbong sebelah. Membayangkan bagaimana kondisi Rafa yang--mungkin--pertama kali naik kereta di jam sibuk seperti ini.
[]
Aloha!
Sudah lama tidak muncul, rindu juga nulis cerita chessy di sini. EHEHEH.
Begini, begini.
Cerita ini chessy dan ringan parah. (Kayaknya) Nggak ada konflik dan cuma gitu-gitu doang. Membosankanlah intinya. Tapi sayangnya, aku suka dannn yaudah deh, publish. Ehehe.
Semoga betah dengan cerita super datar nan membosankan ini.
Love,
Vanillopa.
KAMU SEDANG MEMBACA
happy hours
Short StoryUntuk pertama kalinya, Kaila bersyukur datang terlambat. Copyright @2018 by Vanillopa