/6/

241 65 0
                                    

Aku menoleh ketika mendengar Rafa yang menghela nafas begitu panjang begitu kakinya melangkah masuk ke area Kebun Raya Bogor. Senyum tipis segera terbit dari wajahnya yang kokoh. Tanpa sengaja, membuatku ikut menyunggingkan senyum juga.

Ganteng banget ciptaanMu yang satu ini Tuhan.

"Udah lama banget gue nggak ke sini." Aku menghapus senyum tipis di wajah, "kangen juga ternyata."

"Dulu sering?"

Rafa mengangguk singkat, "Iya."

"Kalo gue, ini jadi pertama kalinya." Ungkapku jujur.

Rafa reflek menoleh. Menatapku dengan wajah terkejutnya. "Serius?"

Sembari terkekeh kecil, aku mengangguk mantap. "Lo sesering itu ke sini emangnya?"

Rafa mengangguk lagi, "Dulu setiap bokap libur, ngajak jalan-jalannya ya ke sini. Sampe gue bosen sendiri."

Aku tersenyum antusias, "Karena lo pasti hapal seluk beluknya ini tempat, lo harus jadi tour guide gue!"

Rafa tertawa kecil walau dia membalas candaanku sama antusiasnya. Katanya, "Oke, mari kita berpetualang!"

Aku tertawa lepas dan mendadak berhenti ketika tanganku di tarik oleh Rafa ke arah papan informasi umum yang berupa peta Kebun Raya Bogor.

Tidak lama memang. Hanya beberapa detik. Tapi efeknya berdampak besar untukku. Fokusku bukan lagi pada Rafa, tapi pada jantungku yang tengah melompat tak keruan.

"Mau kemana, nih?" tanya Rafa yang masih fokus menatap peta.

Tidak berpikir, aku asal nyeletuk, "Ke bunga bangke."

Rafa menoleh cepat ke arahku. Detik berikutnya, tawanya meledak. Keras sekali sampai aku malu sendiri.

"Ngeliat bunga Raflesia maksudnya." Ucapku salah tingkah.

"Bukan bunga bangke?" ledeknya lagi dengan sisa tawanya.

Aku mendorong bahunya pelan, "Nama tenarnya 'kan emang bunga bangke tahu."

Dia mengangguk-angguk, "Jadi sekarang kita ke bunga bangke atau ke—"

"Mari kita mencari bunga raflessia!" potongku cepat sembari mendorong punggungnya untuk mulai melangkah ke tempat tujuan.

Dia tertawa kecil. Masih terus menggodaku sampai aku gemas sendiri dan ingin memukul bahunya. Sayangnya, selalu gagal karena Rafa pandai menghindar.

Rafa bahkan berlari ke sana kemari dan aku tidak segan untuk mengejar karena tidak ada siapapun di sini yang melihat aksi kekanak-kanakanku.

Karena sepertinya, baru aku dan Rafa yang menjadi pengunjung. Dan itu membuatku merasa, dunia hanya milikku dan Rafa saja.

happy hoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang