Dua hari memang sudah berlalu sejak insiden itu, namun intensitas orang yang membicarakan Yuri di mana dan kapan pun ia berada juga tidak berkurang. Bahkan tak jarang juga ia mendapat tatapan sinis dari siswa lain seolah sudah melakukan perbuatan yang amat sangat merugikan. Beruntung, Yuri tipe orang yang cuek dan bersikap seolah tidak pernah terjadi apa-apa.
"Ya!"
Yuri yang tengah menaruh kepala di atas meja sembari menunggu bel masuk berbunyi jelas langsung terlonjak kaget. Terbukti dari ia yang kemudian mendongakkan kepala.
"Kok lo bisa santai-santai gini, sih?" tanya Kim Minju--sahabatnya--yang lalu mendudukkan diri di bangku kosong di hadapan Yuri.
Kening Yuri mengerut. "Emang gue kenapa?"
"Ck! Lo itu habis dapet pesan misterius yang menggemparkan seluruh penjuru sekolah, Jo Yuri!"
Memang benar bahwa berita tersebut sudah menyebar ke seluruh penjuru sekolah di kalangan siswa dan itu kurang dari satu jam. Untungnya, Yuri segera melepas pesan misterius itu segera setelah melihatnya. Jadi, tidak ada guru yang sempat melihat.
"Terus gue harus apa? Ngebales dia dengan cara yang sama gitu?"
Minju berdecak lagi. "Ya, bukan gitu, Jo Yuri. Paling nggak, lo ngerasa was-waslah, mulai nyari pelakunyalah ato malah ngelaporin hal itu ke guru."
"Gue bukan orang yang kayak gitu, Kim Minju," jawab Yuri. "Sans aja. Kalo dia emang benci banget, dia pasti udah nyoba nyelakai gue. Tapi lo liat sendiri, kan, kalo dua hari ini juga nggak terjadi apa-apa?"
Minju ingin berbicara lagi, sayangnya bel masuk sudah berbunyi dan tak lama kemudian guru yang mengampu mata pelajaran pertama datang. Alhasil, ia hanya bisa membalikkan posisi duduk sebelum melepas tas.
📨📨📨
Hari itu jam pelajaran ketiga sebelum jam istirahat di kelas Yuri adalah olahraga. Sementara semua siswa keluar untuk berganti pakaian di toilet, para siswi pun bersiap-siap untuk berganti pakaian. Memang sudah seperti tradisi turun-temurun paras siswi berganti pakaian di kelas.
Namun lain halnya dengan Jo Yuri. Gadis itu sedari tadi sibuk mencari-cari sesuatu di dalam laci meja dan bahkan sampai membongkar isi tas.
"Lo nyari apa, Yur?" tanya Minju yang sudah selesai berganti pakaian.
"Baju olahragaku nggak ada, Ju!"
"Lah, kok bisa?"
"Nggak tau. Perasaan tadi pagi juga udah gue masukin ke tas, kok."
"Loker udah lo cari?"
Yuri menggeleng. Detik berikutnya, ia sudah pergi ke deretan loker yang ada di kelas di bagian belakang.
"Ada?" tanya Minju saat Yuri membuka loker.
Yuri menggeleng tanpa mengalihkan pandangan dari dalam loker yang berisi beberapa buku pelajaran.
"Ya, udah. Berarti lo emang lupa masukin."
Yuri langsung mendesah panjang sebelum beranjak.
📨📨📨
Jam pelajaran kosong memang serasa surga dunia bagi para murid. Terlebih lagi jika guru yang seharusnya mengajar tidak memberikan tugas apa pun. Itulah yang dirasakan para penghuni kelas 3-2. Termasuk di antaranya Park Minhyuk.
Dengan santainya, pemuda itu melenggang keluar dari kelas. Ke mana lagi tujuannya kalau bukan perpustakaan ada di lantai dua. Itu pun bukan untuk membaca apalagi meminjam buku, melainkan menumpang tidur.
Perpustakaan terlihat sepi saat Minhyuk menginjakkan kedua kakinya di tempat tersebut. Hanya ada pustakawati yang menyapanya ramah begitu masuk dan dua orang siswi--entah kelas berapa Minhyuk tak peduli--yang sedang mencari buku di bagian Ilmu Sosial. Dan tanpa berpikir panjang lagi, ia lalu melangkahkan kakinya menuju meja lebar nan panjang di sudut ruangan.
Sayang baru setengah jalan, langkahnya harus terhenti karena netra tak sengaja melihat sosok yang tak asing tengah melihat-lihat deretan buku di bagian novel.
"Jo Yuri."
Yuri langsung menoleh begitu mendengar namanya di sini. "Oh, Minhyuk Oppa."
"Ngapain di sini?" tanya Minhyuk sembari berjalan mendekat.
"Oppa nggak liat aku lagi ngapain?"
"Bukan itu," jawab Minhyuk yang kini sudah berdiri di sisi kanan Yuri. "Kok nggak ikut pelajaran malah di sini."
"Lupa nggak bawa baju olahraga, jadi, ya, akhirnya terdampar di sini," jawab Yuri yang lalu mengambil buku yang dirasa menarik.
"Kayak ikan paus aja terdampar."
"Oppa sendiri?"
"Pelajaran kosong. Gurunya nggak ngasih tugas. Jadi, ya, biasalah ...."
Yuri mendongak. "Numpang tidur?"
Minhyuk hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Oppa kapan tobatnya, sih? Udah kelas tiga juga,"
Kali ini Minhyuk hanya menunjukkan cengiran lebarnya sebagai jawaban.
"Duduk, yuk!"
Seperti dikomando, Minhyuk lalu mengekori langkah adik kelas sekaligus tetangga seberang rumahnya itu menuju meja panjang di sudut perpustakaan.
"Eh, Yur."
Yuri hanya menjawab dengan gumaman sembari menggeser salah satu kursi.
"Lo udah nemuin pelaku yang ngirimi itu?"
"Ck! Itu nggak penting banget buat dipikirin apalagi diurusi," jawab Yuri. "Lagian kalo bener-bener benci, dia pasti udah nyoba nyelakain aku. Buktinya selama ini juga nggak kejadian apa-apa."
"Tapi--"
"Lah, kalian, kok, di sini?"
Sontak keduanya menoleh saat mendengar suara tersebut.
"Nggak ajak-ajak lagi," ujar Lee Euiwoong--pemilik suara tersebut--yang lalu berjalan mendekat.
"Lo sendiri ngapain di sini?" tanya Minhyuk.
"Biasa, jam kosong. Gurunya ada urusan mendadak dan nggak ngasih tugas."
"Oh, sama kayak kelas gue," respons Minhyuk.
"Lo kenapa, Yur?"
"Lupa nggak bawa baju olahraga," jawab Yuri tanpa mengalih atensi dari novel yang sudah mulai dibaca."
"Oh," respons Euiwoong sebelum teringat sesuatu. "Eh, Yur. Ngomong-ngomong soal itu--"
"Bisa diem nggak? Aku jadi nggak konsen baca ini," potong Yuri yang kini sudah memandang Euiwoong tajam. "Dan tolong jangan ngungkit soal itu. Nyatanya, aku juga masih baik-baik aja, kan?"
Euiwoong yang dipandang seperti itu hanya bisa menelan saliva sembari mengalihkan pandangan. Lain halnya dengan Minhyuk yang kemudian meletakkan kepalanya di atas meja.
Nggak peka banget, sih, ini cewek. Lagi dikhawatirin juga.
To be continued