1.Melihatnya

131 13 25
                                    

Semakin kuberusaha tanganku semakin tidak bisa ku gerakkan. Semuanya terasa hampa dan samar-samar. Aku tak tau sejak kapan ku begini. Kuas yang kupegang tidak bisa kugerakkan sama sekali, seolah-olah kuas itu tak mau lagi dipegang olehku dan segera melepaskan diri dari tanganku. Aku melihat sebuah pensil di atas meja belajarku, saat ingin ku gapai, benda itu terasa semakin menjauh.
Kuraih...
Kuraih...
Kuraih...
Tapi tetap tak tersentuh olehku sedikitpun. Cahaya lampu belajar menyoroti pensil itu.

Kutatap lagi sebuah pensil di depan mataku ini. Benda itu hanya diam, seperti sedang menungguku untuk memegangnya. Seolah olah pensil itu mengatakan "gunakanlah aku". Tetapi sama seperti sebelumnya, semakin ku ingin mengambilnya, tanganku terasa tidak bisa menggapainya.

●○●○●

*PAINTEAR*

"Wakeup! wakeup shaggy!" ringtone ponselku berbunyi keras sekali ditelingaku menandakan bahwa sekarang sudah jam 7 pagi.

"Hoaam!" masih dalam keadaan setengah sadar, aku mendapati ponselku di bawah selimutku. Alarm itu sudah berbunyi selama setengah jam yang lalu.

"Ukh.. Namaku Ara!. Bukan shaggy!" teriakan itu adalah sebuah ritual pagi bagiku. sebenarnya itu bukan hal penting, hanya saja jika tidak kulakukan, rasanya ada yang kurang.

Ku matikan ringtone menyebalkan itu. Meskipun terasa menyebalkan, entah kenapa ringtone itu tidak pernah kuganti sejak smp.

Mengucek mataku, memastikan aku memang berada di kamarku lalu melihat jam di ponselku yang menunjukkan pukul 07:03.

"Omegat!!" teriakku lalu berlari ke kamar mandi yang ada di kamarku. Beberapa detik kemudian aku keluar dari kamar mandi bersamaan dengan air yang menetes ke lantai, di karenakan aku tak suka memakai handuk setelah mandi.

2 menit terlewati. Aku telah berada di ruang keluarga bersama dengan kedua orang tuaku dan kakak perempuanku.

"Maa~ Kenapa setiap kali ara bangun, dia selalu saja meneriaki namaku?" tanya kakak perempuanku pada ibu kami, sambil tersenyum jahil.

"Yang ara bilang itu 'omegat' bukan omega sayang~" ucap ibuku sambil tersenyum manis pada kedua anaknya.

"Huft... Makanya jangan ge-er kak~" sahutku setelah memakan beberapa potong roti sarapanku.

"Yaelah... Mama sih, sekarang malah aku yang terpojok" Ucap kakak perempuanku sembari mengambil beberapa potong roti dan di masukkannya semua kedalam mulutnya.

Kakak perempuanku bernama Omega Ruina Aksara, biasa di panggil Runa. Kakakku Runa adalah seorang pegawai kantoran biasa. Jujur, aku tak terlalu peduli dengan pekerjaan kakakku tapi terkadang yang membuatku kagum padanya adalah kerja sampingannya yaitu seorang penulis novel online. Aku pernah membaca beberapa karyanya yang sudah terkenal luas, meskipun dia tak tau kalau aku sering membacanya diam diam.

" Ara..! Mau pergi gak? Kalau mau, cepetan sini papa antar"
Teriak ayahku yang sedang menyeka kaca spion mobil barunya.

"I-iya! Tunggu!" sahutku sembari mencium tangan ibuku dan kakak perempuanku. Dan sialnya kakak perempuanku dengan sengaja mendorong tangannya sehingga membentur jidatku. Ah kakak kamvret.

Setelah mengucapkan salam, aku berlari keluar rumah, menaiki mobil baru ayahku dan pergi menuju sekolahku seperti biasanya.

Langit yang awalnya cerah berwarna biru muda kini tertutupi awan gelap disusul dengan hujan gerimis.

Pembersih kaca mobil bergerak kekanan dan kekiri. Ayahku yang masih fanatik dengan mobil barunya membuatnya berjalan sangat lambat meskipun tidak macet.

Aku yang merasa bosan hanya melihat kekiri, kearah luar jendela. Aku tak menyukai hujan, hujan menurutku hanya membawa kenangan-kenangan buruk untukku.

Aku melihat orang-orang berlarian sambil menutup kepala mereka. Tapi di antara semua orang yang berlarian, kenapa hanya gadis itu yang berdiri terpaku menatap langit yang telah ditutupi awan gelap.

Seorang gadis sebayaku menggunakan payung hitam kelam beralih pandang kepadaku dan menatapku datar. Kami bertukar pandang selama beberapa detik. Aku langsung memalingkan wajahku karena malu. Tapi karena masih penasaran, aku berbalik melihatnya lagi. Tapi gadis itu tak lagi berdiri disana.

Mobil sudah melaju cepat, meninggalkan tempat dimana gadis itu berdiri. Aku tak tahu kenapa aku begitu merasa penasaran dengan gadis itu hanya dengan sekali tatap. Tapi rasanya aku pernah melihatnya disuatu tempat.

"Ara!" panggil ayahku sembari menggoyangkan pundakku.

"Hmm? Papa? Kenap-Eeeeehhh!!?" teriakku histeris setelah dibangunkan oleh ayahku.

"Aku tak percaya kau masih bisa tertidur di mobil saat usia sudah segini" kata ayahku tersenyum tulus padaku.

"Ah bukan itu masalahnya! Kenapa aku bisa-Ah sudahlah aku pergi dulu pah~ dah!" kataku berlari menuju gerbang sekolah setelah menutup pintu mobil ayahku.

******

Melihat punggung anaknya yang menghilang kedalam gedung sekolah. Pria itu mulai menyalakan mobilnya lagi.

"Gerimisnya sudah reda ya?" ucap pria itu sembari mengeluarkan tangannya dari jendela mobilnya.

Apakah Ara melihatnya?
Benak pria itu sembari melajukan mobilnya.
.
.
.
.
TBC---

PAINTEARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang