Alysha 1.2

70 8 0
                                    

Mereka berjalan beriringan di pusat perbelanjaan yang tak jauh dari rumah Alysha. Abdi mengenakan kemeja abu-abu dan celana hitam sedangkan Alysha begitu cantik dengan rambut tergerai, rok putih selutut, dan kaos hitamnya.

"Sarapan di situ enak deh kayaknya." Alysha menunjuk sebuah restoran Jawa yang langsung diiyakan oleh Abdi.

Pukul setengah sepuluh pagi bukanlah waktu yang tepat untuk sarapan. Namun mau bagaimana lagi, Alysha sejak subuh tadi belum makan apapun. Untungnya Abdi tipe lelaki yang pengalah.

Setelah memuaskan perut Alysha, mereka mencari kedai ice cream yang sudah lama tidak Alysha datangi.

Setelah antri yang cukup panjang, akhirnya giliran mereka untuk dilayani.

"Chocolate banana satu sama.." ucapan Abdi terhenti sebab Alysha yang masih belum menentukan pilihan.

Jari Alysha masih berlari-lari di atas kaca yang dibawahnya terdapat beberapa kotak ice cream berbagai rasa.
"Aku mau.. Rasa vanila." Jari Alysha berhenti diatas kotak ice cream di samping kotak rasa strawberry.

Tiba-tiba saja Abdi menggenggam tangan Alysha. "Chocolate banana sama melon ya mas," ucap Abdi seraya tersenyum pada pelayan.

Sementara Alysha hanya terdiam menatap jemari tangannya yang berada dalam genggaman Abdi. Hingga tanpa sadar, Abdi telah merubah pesanannya.

Tak berapa lama kemudian, masing-masing dari mereka sudah menggenggam ice cream dan berjalan tanpa saling menggenggam. Andi melepaskannya saat mereka menerima pesanan.

"Kok rasa melon Di? Aku tadi kan bilang rasa Vanila." Alysha menghentikan langkahnya setelah mencicipi ice creamnya.

"Tapi tadi kamu nunjuknya di atas boks ice cream melon," ucap Abdi turut menghentikan langkahnya.

Alysha terdiam. Bagaimana bisa ia menjadi sebodoh itu?

Bukannya sedari dulu di samping rasa strawberry adalah melon. Ah, Alysha merutuki dirinya sendiri. Tapi diantara semua boks, hanya boks yang ditunjuk Alysha lah yang tidak terdapat penanda rasa berupa miniatur buah. Jadi dia merasa bahwa itu adalah Vanila.

"Maaf Di," lirih Alysha dengan kepala tertunduk. "Aku bikin malu kamu ya," lanjut Alysha.

Tidak ada sahutan dari Abdi. Namun setelahnya, sebuah rangkulan mendarat di bahu Alysha.

"Nggak papa, duduk dulu yuk." Abdi membawa Alysha ke tempat duduk yang tidak jauh dari sana.

Mereka hanya diam dalam kurun waktu yang cukup lama. Mereka sibuk berdialog pada diri mereka sendiri.

"Habis ini temenin nyari kado buat adikku ya, lusa dia ulang tahun," ucap Abdi memecah suara.

Alysha hanya diam beberapa saat sebelum dengan berat mengiyakan.

Sebenarnya Alysha ingin pulang. Namun sangat tidak tahu diri, setelah Abdi membayar makanan Alysha dan ice creamnya, ia malah ingin pulang padahal Abdi hanya meminta sedikit pertolongan.

Jadi, di sinilah Alysha sekarang. Mengekori Abdi kemanapun ia pergi, sembari sesekali memberi komentar terhadap pakaian yang Abdi pilih.

"Kalo sweater biru itu, gimana menurut kamu?" Abdi menunjuk pada deratan sweater di ujung sana.

Abdi berjalan terlebih dahulu dan membiarkan Alysha memilihkan untuknya.

"Biru yang ini?" Alysha mengangkat sweater yang menurutnya berwarna biru tinggi-tinggi dan menilainya.

"Bagus kok," ucap Alysha dan menyerahkan pada Abdi. Namun Abdi masih menimbang-nimbang pendapat Alysha.

"Bisa minta tolong ambilin yang warna cokelat nggak Al?" suara Abdi membuat Alysha mematung sejenak.

"Sure," ucapnya kembali rileks dan mengambil sweater yang menurut Alysha bewarna cokelat.

Alysha berjalan mendekati Abdi. "Kayanya lebih bagus yang biru deh Di, soalnya ada hoodienya."

"Yaudah aku beli yang ini, makasih ya Al. Kamu tunggu di depan toko aja ya, biar aku bayar dulu. Di sini rame soalnya. Aku takut kamu kenapa napa." Abdi menepuk pelan puncak kepala Alysha sebelum memutar tubuh untuk membayar.

Diam-diam, Alysha bernafas lega.

Beruntungnya di depan toko baju tempatnya tadi ada sebuah kursi panjang. Dan di sanalah ia menunggu Abdi.

Beberapa saat kemudian, Abdi sudah keluar dengan menenteng dua tas berlogo toko yang mereka datangi.

"Kok dua? Bukannya adik kamu cuma satu?" Alysha terheran.

"Buat kamu nih."

"Eh? Dalam rangka apa nih? Tumben." Alysha menerima dengan senang hati tentu saja. Meski umurnya sudah menginjak 20 tahun, sungguh dia masih sangat bahagia bila diberi hadiah sekecil apapun nilainya.

Abdi tidak menanggapi. Ia diam lalu menegakkan badan. Menghadap Alysha yang semakin kebingungan dengan sikap Abdi.

Abdi meraih tangan Alysha. "Al aku minta maaf. Hari ini sengaja aku ajak kamu jalan soalnya setelah ini aku nggak akan bisa deket kamu lagi. Aku akan pindah ke Sydney dan nerusin kuliahku di sana sama Karin."

Alysha terdiam. Sudah ia duga, ada maksud lain dari sikap Abdi hari ini. Tiga bulan hilang tanpa kabar, dan tiba-tiba datang mengajak jalan.

"Iya gapapa," ucap Alysha sembari melepas tangannya dari genggaman Karin. Perasaan yang semula hanya retak, kini hancur sudah. Semua semakin jelas bagi Alysha. Abdi benar-benar membuangnya.

"Karin itu yang dua bulan lalu makan sama kamu di caffe bukan? Kayanya iya deh ya. Terus dia tahu kalo kamu lagi jalan sama aku?" cecar Alysha.

"Dia yang nyuruh aku ngelakuin ini."

"Oh, gitu ya," Ucap Alysha dengan perlahan. Bahkan hingga berakhirnya hubungan mereka, tidak ada sesuatu pun yang dilakukan Abdi tulus dari hatinya. Semua ini, sepertinya bukan ingin Abdi.

"Yaudah, pulang yuk," ajak Alysha mencoba biasa saja. Dia berjalan mendahului Abdi. Tangannya meremas pelan rok putihnya. Jika tidak sedang di pusat perbelanjaan, mungkin Alysha akan teriak saat ini juga.

Tiba-tiba saja, Abdi meraih tangannya. Mereka berjalan dalam diam dengan tangan yang saling bertautan.

***

2/3

Tbc...

Alysha makin aneh nggak sih? kira-kira kenapa ya?

AlyshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang