Alysha 1.3

51 8 0
                                    

Mereka tidak pulang. Mereka memilih untuk menghabiskan hari di taman yang dulu sering mereka kunjungi. Mungkin lebih tepatnya, ini adalah pilihan Abdi.

"Al, kamu nggak papa?" tanya Abdi untuk yang ke tiga kalinya.

"Apaan sih, udah dibilangin nggak apa-apa juga. Mamaku nggak bakal nyariin, tenang aja." Alysha memasukkan kentang goreng yang sebelumnya mereka beli di restoran cepat saji.

"Aku mau bilang sesuatu sama kamu." Abdi merubah atmosfer di sekitar mereka menjadi lebih serius.

Alysha mengangguk mempersilahkan. "Aku tahu ada yang salah sama kamu." Ucapan Abdi membuat Alysha terdiam. Bersiap dengan apapun yang akan Abdi ucapkan.

"Pertama aku agak heran pas ngelihat di rak sepatu rumah kamu ada tulisan nama-nama warna. Kupikir memang gitu. Soalnya terakhir kali aku ke rumah kamu empat bulan lalu kan ya. Lalu tadi.." Abdi menggantungkan ucapannya.

"Tadi kamu nunjuk ice cream melon tapi nyebutnya vanila. Padahal jelas-jelas warnanya hijau. Dan aku makin yakin kalo ada yang salah dari kamu. Apa lagi sebenernya, sweater biru yang pertama kutunjukkan sama kamu, warnanya hijau. Sementara kamu mengiyakan warna hijau tersebut menjadi biru. Dan kamu bukan ngambil sweater cokelat, tapi kuning."

Alysha menangis. Entah sejak kapan, namun kini, tubuh Alysha sudah bergetar hebat dengan kepala tertunduk sedalam-dalamnya. Abdi beralih ke samping Alysha dan memeluk tubuh kecil itu.

"Maaf Di, maaf," racau Alysha berulang kali.

Baru kali ini Abdi merasakan seemosional ini hingga rasanya ia ingin menangis bersama Alysha. Namun apa daya, dia pria.

Dan yang bisa dilakukan Abdi hanya menenggelamkan kepalanya di antara geraian rambut Alysha. Sembari terus mengucapkan kalimat penenang.

Dia tidak menyangka mantan kekasihnya akan menjadi seperti ini. Tubuhnya lebih kurus sejak terakhir kali mereka berpelukan, atau empat bulan lalu saat perjumpaan terakhir mereka sebelum Abdi menghilang tanpa kabar.

Alysha masih menangis. Mungkin lebih keras dibandingkan ssbelumnya. Ia sangat malu sebab tidak bisa menjadi kekasih sempurna bagi Abdi. Atau setidaknya mantan terindah bagi Abdi.

"Aku udah berusaha berpura-pura baik-baik saja. A-aku udah berusaha normal. T-tapi ternyata gagal Di," ucap Alysha di sela-sela tangisnya.

"Aku nggak mau kayak gini Di. Aku nggak mau. Aku udah berusaha nentuin warna pakek feeling. Tapi tetep gagal kan."

"Aku ingin kelihatan sempurna di mata kamu. Aku nggak pengen kayak gini. Aku pengen tahu warnanya senja, aku pengen tahu warna bajuku hari ini. Jadi aku nggak perlu minta bantuan Mama buat milihin biar matching. Aku pengen tahu warnanya daun, langit, dan pelangi Di. Aku pengen ngelihat pelangi. Aku pengen ngelihat warna lagi." Alysha akhirnya melepaskan rentetan kata yang selama ini mengganjal di tenggorokan.

Abdi semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh Alysha. Abdi gagal mempertahankan diri, dia kini menangis menemani Alysha yang tengah mengungkapkan kekesalan hati.

"Aku pengen tahu warna warni pelangi Di. Semua jadi hitam putih. Bahkan aku nggak tahu warna bajuku saat ini. Aku benci diriku sendiri." Alysha memukul punggung Abdi. Berharap kekesalan pada dirinya hilang. Namum semakin dia menyesali, semakin ingin dia bunuh diri.

Bagaimana bisa ia tetap hidup, jika warna wortel saja ia tidak tahu. Bagaimana Alysha akan meneruskan hari jika sebentar lagi Abdi akan pergi. Tidak ada alasan bagi Alysha untuk tetap di dunia ini.

Alysha ingin mengakhiri dirinya sendiri.

***

"Kamu baik-baik ya di sini, jangan berpikiran yang aneh-aneh. Aku bakal nyempetin ngunjungin kamu sebulan sekali atau kalo aku ada waktu pasti aku akan kemari. Jangan menyerah dengan keadaan."

Mereka telah sampai di depan rumah Alysha. Mata Alysha membengkak setelah lama menangis bersama Abdi. Abdi telah menganggap Alysha sebagai sahabatnya.

"Makasih Di."

Alysha berjalan tanpa menoleh. Tangannya masih menggenggam sweater yang entah apa warnanya. Dan ibunya sudah menunggu di balik pintu.

"Kamu nggak papa Al?" ibunya memeluk Alysha sebentar.

Alysha mengangguk sebagai jawaban. Dan berjalan ke dalam kamar. Yang ia butuhkan hanya istirahat. Hari ini sungguh panjang.

***

Seperti pagi-pagi sebelumnya. Saat mentari bahkan masih menyiapkan cahaya terbaiknya, Alysha sudah duduk diam di atas loteng. Menanti kemunculan mentari yang warnanya menjadi abu-abu sejak dua bulan lalu.

Ini sebab hari itu, hari dimana penderitaannya dimulai.

Siang itu Alysha menemani ibunya ke kota sebelah. Namun saat akan menyusul ibunya ke salah satu caffe, ia melihat Abdi bersama Karin sedang makan berdua. Alysha sudah menyadari bahwa Abdi dan Karin bukan sekedar teman. Alysha sangat ingin melabrak mereka. Sebab saat itu, dia masih berstatus kekasih Abdi meski Abdi telah hilang selama satu bulan.

Alysha terlalu menggebu, ia tidak melihat sebuah bus dari kanannya yang melaju sebegitu cepatnya hingga yang dirasai Alysha adalah sakit yang teramat sangat pada kepalanya.

Beginilah takdir bekerja. Alysha tidak lumpuh, amnesia, ataupun buta. Meski benturan di kepalanya bisa terbilang sangat parah. Namun dia malah diberi kebutaan warna permanen yang bernama buta warna monokromasi, dimana yang dapat ia lihat hanya warna-warna monokrom.

Mungkin ini hukuman atasnya sebab dosa di masa lalunya. Yang pasti, takdir telah sukses membuatnya menderita selama dua bulan lamanya. Dan puncaknya adalah kemarin, ketika alasannya untuk bertahan telah angkat kaki secara perlahan dari hidupnya.

Abdi telah pergi, dan Alysha tidak memiliki sesuatu untuk diperjuangkan.

Mama, terima kasih untuk segala kesabaran menghadapiku
Terima kasih sebab membanjiriku dengan limpahan ketulusan
Namun aku di dunia pun percuma
Aku tidak berguna
Aku kehilangan warna yang begitu aku cinta
Maaf untuk selalu merepotkan bahkan hingga akhir usia
Semoga Tuhan membalas kebaikan Mama
Alysha sayang Mama
-A-

Alysha menutup notebooknya. Meletakkan di sampingnya untuk kemudian mengambil silet kecil yang ia temukan di dapur.

Alysha menyayat nadinya sebelum melompat dari atas loteng. Bersamaan dengan langit yang mulai memerah, semerah darah Alysha di atas tanah.

Dan begitulah akhir kisah dari Alysha, gadis buta warna yang kehilangan cinta dan warna dalam hidupnya.

Jika Abdi tidak menghianati, jika Abdi menjaga janji, Alysha tak akan berakhir semengenaskan ini. Jika saja.

*****

3/3

End.

Terima kasih sudah membaca ya😊

Fyi, buta warna itu ada tiga macam dan banyak sebabnya. Namun aku ngambil Monokromasi sebab lebih gereget hehe:v kalian bisa baca-baca di google untuk lebih jelasnya.

AlyshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang