Alysha 4

36 2 0
                                    

Sajak-sajakku tidak akan cukup untuk mengucap betapa bersyukurnya aku mengenal kamu, betapa beruntungnya gadis seperti aku diizinkan bersama lelaki seperti kamu.

Terima kasih sebab selalu ada. Selalu mau hadir saat mataku menutup lelah. Selalu datang saat aku butuh kekuatan.

Meski semua hanya imaji, tapi terima kasih sebab mengijinkan aku untuk menyisipkan dirimu dalam memori

Memori yang kubuat sendiri.
-A-

***

17.15 WIB

Aku melirik arloji mungil yang sudah dua tahun ini melingkar di pergelangan tanganku. Aku baru saja menginjakkan kakiku di rumahku lagi setelah hampir seharian berada di salon sebab dipaksa Mama. Rambutku telah bertransformasi dari hitam menjadi cokelat dengan sedikit warna ungu di ujungnya. Gaun putih gading selutut sudah melekat indah di tubuhku. Lengkap dengan flatshoes yang berwarna senada dan tas tangan yang manis.

Aku duduk di sofa ruang tamu. Menunggu seseorang yang berjanji akan menjemputku jam enam nanti. Ini kencan resmi pertamaku dan aku tidak akan mengacaukannya.

"Eh, siapa ini yang sudah dateeeng." Itu suara Mamaku. Dia mendekat dengan binar antusias di matanya. Aku berdiri untuk sekedar menunjukkan diriku yang 'baru'.

"Emang Mama nggak pernah salah kan nyuruh kamu dandan, lihat, kamu mirip mama waktu masih muda. Cantik." Aku hanya mendengus pelan mendengar kalimat Mamaku yang lebih terdengar seperti sedang memuji dirinya sendiri.

Mama masih meneliti setiap jengkal tubuhku, memastikannya sempurna. "Apa Mama bilang, kamu tuh lebih cocok pakek flatshoes gini, ketimbang sepatu sport apalagi converse. Liat tuh, kaki kamu jadi keliatan lebih putih." Aku dan Mama sama-sama memandangi kakiku yang hari ini tidak tertutup celana jeans, dan  tidak terhalang sepatu converse seperti yang Mama bilang.

"Tapi Mama tau sendiri, ini bukan aku banget."

"Yaudah nggak papa sih, kali ini doang. Lagian Alan juga pasti bosen ngeliat dandananmu yang itu-itu mulu."

Tepat setelahnya, orang yang sedang kita bicarakan menampakkan diri di tengah pintu rumah yang sengaja dibuka. Satu tangannya menggenggam sebuket bunga yang tidak besar dan tidak kecil, tapi cukup manis. Tentu saja ia hadir di sana dengan senyum paling menawan yang pernah aku jumpai. Dan entah sejak kapan, Mamaku sudah melesat ke sana, menyambut Alan.

Aku tidak bisa menahan untuk tidak memutar bola mataku. Selalu jurus SKSD.

Tapi aku mengakui bahwa Alan hari ini terlihatt lebih tampan dari biasanya. Meski hanya mengenakan celana hitam dan sweater turtleneck berwarna coklat tua.

Oke, aku insecure. Tapi setidaknya rasa tidak PD untuk jalan bersama Alan sedikit hilang menyadari hari ini aku sedikit cantik, berkat Mama yang memaksaku ke salon.

Setibanya aku di hadapannya, Mamaku buru-buru pergi meninggalkan kita.

"Hai," sapanya sembari menatap diriku dengan senyum yang begitu lebar.

"Emm, hai," balasku menunduk malu.

"Kamu ngecat rambut?" tanya Alan menyentuh ujung rambutku yang tergerai di bahu.

"Kenapa? jelek ya? iya, ini aku disuruh Mama, kat-"

"Cantik."

***

Alan membawaku makan malam di sebuah restoran outdoor di Bandung. Nuansa romantis menyambut kedatangan kami bahkan ketika baru saja melangkah ke dalam restoran itu. Entah itu dari dekorasinya, musik yang mengalun lembut, atau penataan lampunya, semua luar biasa. 

AlyshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang