Hai, me back!
Hehehe, happy reading. 💜🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Menarik napas sambil mengumpat pelan, Ally segera keluar dari mobil dan langsung berjalan menuju ke perkebunan sambil memeluk tubuhnya dengan perasaan yang campur aduk. Bodoh, batinnya terus-terusan sepanjang perjalanan kembali setelah pertemuannya dengan Ashton.
Dia menyesali dirinya yang membiarkan pria itu menciumnya dengan lancang. Sialnya lagi dia menikmatinya. Kembali Ally mengumpat sambil menendang kerikil kecil untuk melampiaskan kekesalannya.
Ally mengangkat tangan tanpa berhenti atau berbalik saat Bams memanggilnya, tanda bahwa dirinya tidak ingin diganggu dan membutuhkan kesendirian sambil terus berjalan cepat menyusuri jalan panjang perkebunan itu. Yang dia inginkan adalah pergi sejenak dari kekacauan yang terjadi meski itu adalah hal yang mustahil.
Berjalan cepat, bahkan hampir setengah berlari, Ally sepertinya belum mencapai sepertiga dari perkebunan itu tapi memilih untuk berhenti sambil menengadahkan kepala untuk menghirup udara sebanyak-banyaknya. Menahan diri untuk tidak menangis, tapi akhirnya Ally mulai terisak dengan rasa sakit dalam dada yang semakin nyeri.
Tidak memiliki perlindungan, sendirian, dan merasa tidak aman, Ally hilang arah dan tidak tahu harus meminta pertolongan kepada siapa saat ini. Sudah tidak memiliki orang tua, juga tidak ingin memberitahukan neneknya atas apa yang terjadi karena sudah terlalu tua untuk dibebani masalah ini, Ally mencoba menghadapinya. Semampunya. Walau dirinya juga tidak tahu tentang kemampuan dirinya yang bisa dibilang sangat rapuh.
Terlebih lagi saat melihat Ashton tadi. Pria itu terkesan begitu angkuh dengan sorot mata yang dingin dan begitu sinis. Tatapannya yang seolah merendahkan itu membuat Ally tidak nyaman dan cukup takut. Entah apa yang direncanakan pria itu karena dia sangat yakin jika orang itu memiliki kebencian yang begitu besar pada ayahnya.
Mengusap kedua pipinya yang basah meski masih terisak, Ally mengedarkan pandangan ke sekeliling. Sudah begitu lama dia tidak melihat perkebunan sawit milik ayahnya. Dia hanya bisa melihat sedikit saja dari posisinya berdiri sementara perkebunan itu masih sampai di ujung sana dengan lahan kosong dan banyaknya rumput liar yang mengitari lahan yang bekas terbakar di sana.
"Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan," gumam Ally seorang diri.
Dan kekalutannya terbuyar saat merasakan adanya pergerakan di samping perkebunan diantara pohon-pohon sawit yang menjulang. Menoleh dan mendapati satu sosok yang langsung menghilang sebelum dirinya melihat siapa itu. Kakinya spontan berjalan untuk menuju di titik dimana dia melihat sosok itu dan tidak mendapati siapapun.
Keningnya berkerut sambil mengingat bahwa selama dua minggu dirinya berada di kota kelahirannya itu, Ally merasa diawasi. Meski belum mendapati apakah itu benar, tapi perasaan Ally mengatakan jika dirinya dalam pengawasan.
"Ally."
Memekik kaget saat mendengar namanya dipanggil, Ally spontan memutar tubuh dan mendapati Bams berdiri tidak jauh darinya. Menaruh satu tangan di dadanya yang bergemuruh kencang, Ally mengerjap cepat sambil mengawasi Bams yang terlihat bingung di sana.
"Ada apa? Apa kau baik-baik saja?" tanya Bams heran.
Ally memperhatikan Bams selama beberapa saat dan mengedarkan pandangan ke sekeliling lalu kembali padanya. "Apa kau baru saja tiba di sini? Atau sudah daritadi?"
"Aku menyusulmu dan mendapatimu di sini," jawab Bams yang membuat Ally kembali terdiam dengan isi kepala yang semakin penuh.
"Apa kau sudah selesai? Sudah hampir malam, kau harus kembali ke mansion," ujar Bams kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE GUARDIAN (REVISION)
RomanceThe Tristan series : Ashton's Story ***** Dalam masa dukanya karena harus kehilangan kedua orangtuanya, Ally dipertemukan kembali dengan seorang berandal di masa lalunya. Pria berandal itu tidak lain adalah Ashton, satu-satunya orang yang ditakuti...