Nyonya Kim

8.5K 654 69
                                    

Wanita itu terbaring lemas di atas tempat tidur. Wajahnya yang mulai keriput tak mengurangi kecantikannya. Selimut tebal menutupi tubuhnya yang kurus kering dan penuh luka. Kedua tangannya saling bertaut. Dia sesekali meringis merasakan nyeri disekujur tubuhnya. Suara deritan pintu terdengar pelan namun mampu mengantarkan serangan ketakutan yang hebat. Dia beringsut mundur ke ujung tempat tidur. Mencoba sebisa mungkin menyelamatkan diri walau ia tahu semua tindakannya percuma.

"Ibu..."

Kai muncul dengan kakinya yang kecil dia berjalan dengan mengendap agar tak menimbulkan suara. Wanita itu menghela nafas panjang, begitu lega ternyata buah hatinya yang memasuki kamar.

"Sayang kenapa kau ke sini? Jika ayah tahu kau akan dipukuli lagi." katanya khawatir, Kai memanjat tempat tidur lalu segera menyelipkan tubuh di samping ibunya.

"Ayah mabuk, aku sudah mengunci kamar ayah, ayah tidak akan keluar untuk memukul ibu dan Kai lagi." jemari mungilnya meremat dress ibunya. Suara Kai memang terdengar santai namun ibunya menyadari ketakutan yang terpancar dari kedua matanya. Lantas dia meraup tubuh anaknya itu kedalam pelukan, walau sekujur tubuhnya bagaikan berteriak kesakitan.

"Ibu kata ayah kau akan segera pergi, ayah akan membawa ibu ke surga lebih cepat." Kai bergumam di dalam pelukan ibunya tak menyadari seiring rangkaian kata yang ia ucapkan air mata membasahi pipi. Ibu nya menangis tanpa suara.

"Ibu, Kai tidak mengerti." Kai sedikit berontak. "Kenapa ibu harus pergi ke surga? Apa kah Kai bisa ikut? Kai tidak mau bersama ayah, bu." rengek Kai menggerakan tubuh gelisah.

Isakan ibunya makin keras pun air mata wanita itu juga terus mengalir deras. Jemarinya yang kurus menepuk punggung anaknya. Walau ia terguncang akan ucapan Kai wanita itu tetap berusaha menangkan Kai.

"Memangnya kapan ayah akan mengirim ibu ke surga?"

Kai kecil mengkerutkan kening, mencoba mengingat kembali perkataan ayahnya.

"Malam ini."

Wanita itu membeku, sekujur tubuhnya bagaikan disiram air es.

"Kai boleh ikut ya bu." Kai terus merengek dipelukannya belum sepenuhnya paham akan situasi yang terjadi. Dia mengira ayah akan mengajak ibunya bertamasya seperti keluarga normal yang ia tonton di televisi. Sampai saat ini Kai hanya menyaksikan pukulan dan siksaan verbal dirumahnya. Dia bahkan tidak bisa membedakan prilaku baik dan benar. Ketika ibunya mengajarkan prilaku yang menurutnya benar maka ayahnya akan mengajarkannya hal sebaliknya.

Kai akan baik-baik saja jika ibunya ada, maka kemanapun ibu pergi Kai harus ikut juga.

"Kai terkadang manusia harus merelakan orang yang mereka sayang" Ibunya mengelus rambut Kai yang kusut. "Jika sudah dewasa kau akan mandiri dan tak memerlukan ibu lagi."

"Tidak, hanya ibu yang Kai butuhkan" Kai mendekap tubuh ibunya erat-erat.

"Suatu saat nanti akan ada orang lain yang mencintaimu, menyayangimu sama seperti ibu."

Kai mendongak menatap ibunya penuh harap "Benarkah bu? Kapan?"

Ibunya balas memandang Kai dengan senyuman teduh. "Tunggu saja ya. Jika ibu telah tiada, ibu akan meminta pada Tuhan agar mengirimkan salah satu malaikatnya untuk menjadi pendampingmu." hidungnya mengusap pipi Kai gemas.

"Aku tidak sabar lagi!" Pekik Kai sedikit meloncat dari kasur. Selain ibunya tak pernah ada yang mencintai Kai seperti itu, pasti akan sangat hebat.

"Berjanjilah, jika kau bertemu dengan pendampingmu. Jangan menyakitinya seperti ayah menyakiti ibu."

Kening Kai berkerut. "Tapi jika dia nakal, dia harus dihukum bu. Kai harus memberinya pelajaran"

Held HostageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang