Siapa Bilang Hidupku Sempurna?

688 46 126
                                    

Aku membuka sebelah mata menatap pemandangan di depanku. Pemandangan yang setiap hari aku lihat dan membuatku bosan. Bagaimana tidak bosan? Setiap bangun tidur dan tidur lagi yang dilihat adalah suamiku.

Dirinya baru saja keluar dari kamar mandi dan hanya mengenakkan handuk. Bagian atas tubuhnya terbuka sehingga memamerkan otot-otonya yang melekat di sana. Dia melihat ke kaca untuk memastikan apakah kadar ketampanannya hari ini semakin bertambah atau belum.

"Kau sudah bangun?" tanyanya saat melihat diriku sudah menggeliat di atas ranjang.

Aku menguap tidak menggubris perkataannya. Hanya sekarang aku sedang mengawasinya. Bukan main gembiranya saat melihat wajahnya yang dibungkus oleh ketampanannya. Suamiku benar-benar mencintai dirinya sendiri. Tidak masalah sebenarnya yang penting dia tidak menyukai laki-laki lain. mengingat itu saja membuatku merinding.

"Aku ada kunjungan ke Taiwan akhir pekan ini, kau bisa ikut?"

"Dengan senang hati," ujarku dengan senyum tertahan.

"Kau tidak berbelanja untuk kebutuhan di Taiwan?"

Nahh ini yang kumau. Ini yang kunantikan saat disuruh berbelanja. Aku yang tadinya masih setengah mengantuk langsung segar bugar. Kudekatkan tubuhku ke arahnya.

"Kau selalu tahu apa yang kuinginkan," ujarku sambil berjinjit dan mengecup ujung dagunya.

* * *

Aku berjalan ke arah baju yang tergantung satu persatu di toko. Saat itu perhatianku terfokus pada gaun berlengan pendek transparan berwarna hitam ah... tetapi gaun beige off shoulder warna merah itu juga sangat menggoda untuk dibeli. Tidak mau berpikir lama-lama, aku mengambil keduanya dan memasuki ruang ganti. Pakaian pertama yang kucoba adalah gaun berwarna hitam dan melihat penampilanku di depan cermin. Aku tertegun saat melihat tubuhku memantul di depan kaca itu. Dari sana aku terlihat begitu elegan mengenakan gaun ini.

Aku membuka tirai ruangan itu dan melihat Jiyeon masih ada di sana, "apa aku cocok memakai gaun ini?" tanyaku sambil menggoyang-goyangkan pinggulku di depannya.

Jiyeon sahabatku mengamatiku dengan seksama. "Bagus. Kau cocok menggunakan itu," ujarnya sambil menyeruput Latte-nya. Sebelah tangannya masih menggenggam Late milikku.

Aku tersenyum mendengar ucapannya beberapa detik kemudian tubuhku melesat memasuki ruang ganti. Fokusku sekarang ke gaun merah yang masih tersampir cantik di ruangan itu. Aku mulai mencobanya dan yaa seperti dugaanku gaun ini benar-benar membuat penampilan berkali-kali lipat lebih cantik. Tidak sampai semenit aku kembali mempertontonkan diriku di depan Jiyeon. Gadis itu masih asik meminum Latte-nya. Oh yang dia minum sekarang adalah minumanku. Minuman sebelahnya sudah habis. Padahal kuyakin kalau sampai dia menghabiskan dua gelas minuman tersebut perutnya akan kembung. Untuk itu aku harus segera menyelesaikan sesi belanjaku agar Jiyeon bisa menyisakkan minuman itu untukku.

"Hentikan menyeruput minumanku," titahku.

Jiyeon hanya tertawa nyengir. Menyebalkan.

"Bagaimana menurutmu?" ujarku sambil berjalan berlenggak-lenggok di depannya.

"Yang ini juga bagus tetapi aku lebih suka melihatmu memakai gaun yang pertama," jawabnya. Tampaknya dia masih sibuk menyeruput minumanku.

"Tapi gaun ini juga bagus. Kulitku jadi terlihat lebih cerah. Apalagi kalau gaun ini aku padukan dengan lipstik yang kubeli kemarin," ujarku merengek. Jujur, aku benar-benar dibuat jatuh cinta dengan gaun merah ini. aku akan kecewa bila sampai tidak membelinya dan aku akan frustasi bila melihat orang lain yang mengenakannya dan bukan diriku. Jangan sampai begitu, gaun merah itu hanya untukku seorang.

EufhorniaWhere stories live. Discover now