Panggilan Tidak Terjawab (Info E-Book)

58.3K 2.6K 345
                                    

Hari penentuan lulus tidaknya siswa-siswi kelas 12 telah menjadi momen yang paling ditunggu-tunggu. Pada hari itu, seluruh siswa-siswi kelas 10 dan 11 diliburkan. Acara kelulusan sekaligus perpisahan dilaksanakan di dalam sekolah. Persiapan yang telah dilakukan panitia membuat acaranya berjalan lancar dan tanpa hambatan.

Siang itu, kepala sekolah sedang memberi pidato untuk membangun semangat siswa-siswi dalam menuntut ilmu. Pidato-pidato lain juga dibawakan oleh tamu-tamu penting. Dengan sabar, siswa-siswi kelas 12 dan orang tua murid duduk mendengarkan untuk mencapai inti acara. Tentunya mereka telah mempersiapkan diri dengan baik dan menyiapkan mental untuk melepaskan air mata di penghujung acara.

Semuanya sangat baik... kecuali...

"Brian, rambut lo masih berantakan!"

Brian dihentikan dari kakinya yang bergerak tergesa-gesa menuju ambang pintu. Ia sudah mengenakan pakaian rapi, sepatu mengkilap, dan wajah yang bersih. Ia pikir ia telah siap karena ia juga telah kehabisan waktu. Rambutnya benar-benar telah menjadi penghambat!

Brian mendecak kesal. Ia baru saja akan berbalik untuk mencari sisir saat Rangga menahannya. Seperti penyelamat, Rangga datang dengan sisir kecil di tangannya.

Saat jari-jari Rangga mengangkat sedikit dagunya dan menyisir rambutnya dengan teliti, Brian hanya bisa melihat kontur wajah Rangga yang tengah serius. Walau merasa sedikit canggung, Brian tetap memasang wajah angkuhnya.

"Nah, sudah rapi."

10 menit kemudian, mereka berdua sampai di sekolah. Brian, sebagai anak dari kepala sekolah di sana, telah berhasil datang tepat waktu saat semua siswa-siswi dan para orang tua saling memeluk untuk mengekspresikan suka cita mereka. Hanya Brian yang tak mengerti tentang apa yang tengah terjadi. Ia berjalan dengan linglung, mencari keberadaan ayahnya.

Steven, ayah Brian, selalu berusaha agar tak terlihat kacau. Di balik raut tenangnya, sejujurnya ia nyaris menyerah untuk mencari bayangan anaknya. Beberapa guru dan tamu undangan juga telah menanyainya perihal Brian. Ketika ditanya, Steven pun hanya bisa menjawab seadanya. Jadi, ketika batang hidung Brian perlahan muncul di depannya, ia tak bisa menahan diri untuk menjewer anak nakal itu.

"Aw! Sakit sakit sakit!" Brian menahan tangan ayahnya agar jeweran itu tak akan menjadi lebih parah. Begitu tangan ayahnya terlepas, ia secara mengejutkan mendapatkan pelukan erat dari ayahnya.

"Selamat, Brian. Kamu lulus!" Steven sedikit berbisik saat tengah memeluk tubuh anaknya itu. Ia sejujurnya sedikit tak menyangka kalau hari ini akan tiba. Ia pikir anaknya ini akan tertahan di kelas 12 untuk setidaknya 3 tahun lagi. Saat melihat Brian selalu keluyuran bersama teman-temannya dan sama sekali tak ingin belajar, ia nyaris menyerah pada waktu itu. Sekarang, melihat anaknya dengan setelan rapi dan dengan patuh berjalan ke arahnya, ia sudah harus menyingkirkan pikiran-pikiran negatifnya yang dulu.

Brian sangat kaku. Ia tak terlalu dekat dengan ayahnya. Ketika ayahnya memeluknya, ia tak tau harus bereaksi seperti apa. Tangannya juga terasa seperti ranting pohon, susah digerakkan.

Dalam kebingungan, Brian melihat sosok Rangga di kejauhan. Rangga ternyata telah memperhatikan sejak awal. Pada saat itu, Rangga menggunakan bahasa tubuh untuk menyuruhnya balas memeluk ayahnya. Akhirnya, dengan agak susah payah, ia pun berhasil memeluk ayahnya.

"Terima kasih, Yah."

.

.

.

Malam itu, seseorang tengah tak sadarkan diri. Handphone-nya dibiarkan di meja, sepenuhnya mengabaikan kesusahan yang dialami Rangga atas dirinya.

Bottom Gue : Ian, lo dimana?

TROUBLEMAKER 2 ; Brian Azriel [END] [E-BOOK] [Buku Fisik]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang