EMPAT

1.6K 135 6
                                    

"Maaf," katanya.

Gilsa langsung menepis tangan Gevan, ia segera berlari keluar kelas. Air matanya tidak dapat di bendung lagi, perkataan Gevan sungguh menyakitkan. Kenapa dia tega mengatakan itu.

Alika yang baru saja kembali dari kantin dan berpapasan dengan Gilsa itu menyerngit heran.

"Gilsa kenapa?" tanya Alika pada anak anak yang berada di dalam kelas.

"Biasa lah sama ketua kelas," jawab salah satu.

Alika menatap Gevan. "Lo apain Gilsa? Dia sampai nangis gitu."

Gevan hanya menunduk, ia tau perasan Gilsa saat ini. Kenapa ia tega membentak perempuan dengan sekejam itu hanya karena buku merah-nya?

Gak boleh ada yang tau tentang buku itu. Batinnya.a

Gevan lalu berlari mengejar Gilsa sampai akhirnya ia menemukan Gilsa berada di depan perpustakaan, matanya sembab dan lengan seragamnya basah karena ia gunakan untuk mengusap air mata. Apakah begitu menyakitkan perkataannya tadi?

"Ekhm!" Gevan berdehem saeraya mendekati Gilsa.

"Mau apa lo!?" bentak Gilsa.

"Jangan bentak-bentak gitu dong, Sa."

"Gak usah sok lembut ya lo, brengsek!!" Gilsa mendorong tubuh Gevan dan langsung meninggalkannya.

Gevan berdecih. "Salah lagi, salah lagi."

Mungkin Gilsa sudah sangat marah, selama ini ia cukup sabar menghadapi Gevan yang bandel dan tidak bisa di atur. Akhirnya cowok itu memutuskan untuk kembali ke kelas daripada harus mengemis maaf pada Gilsa.

Di depan kelas mereka berpapasan, Gilsa langsung buru-buru membuang muka. Namun kali ini Gevan berhasil meraih tangannya.

"Gue minta maaf."

"Lepasin!" tepis Gilsa.

"Sa, lo kenapa, sih, jadi cewek galak banget."

"Gue benci sama lo, lo gak pernah bisa tanggung jawab! Lo gak pernah bisa kayak ketua kelas yang lain, lo gak bisa jadi Gevan yang tegas! LO GAK AKAN BISA!!"

"Iya-iya, GEVAN SALAH, GEVAN SELALU SALAH!" kata Gevan hingga seisi kelas memperhatikan mereka.

"Emang lo salah!"

"Lagian gue juga udah minta maaf, kok. Apa itu gak cukup wahai Ibu wakil ketua kelas?"

Tangan Gilsa terkepal.

"Oke, gue juga gak akan ngemis-ngemis maaf kok." Gevan dengan santainya duduk di bangku. Dan tumpukan tugas Bahasa Inggris masih ada di mejanya. Akhirnya ia berniat untuk mengumpulkan tugas itu sendirian.

"Mau kemana?" tanya Riko.

"Ngumpulin tugas lah, kan gue ketua kelasnya!" kata Gevan keras sengaja agar Gilsa mendengarnya.

Gilsa menendang meja saat Gevan sudah keluar dari kelas. Hari ini ia sangat kesal dengan cowok itu, selamanya ia akan terus membenci Gevan. Selamanya!

"Jangan emosi," ucap Alika.

"Gue juga gak mau ngurusin dia lagi, gue udah capek negur dia berulang kali."

"Bay the way, tadi lo nangis kenapa, Sa?" Alika terkekeh.

Gilsa diam, ia menangis bukan tanpa sebab, ia menangis karena perkataan Gevan, dan Gevan memarahinya karena Gilsa telah menyentuh buku merah itu. Gilsa merasa bersalah karena telah lancang. Ah! tapi salah siapa Gevan tidak mau mengumpulkan tugas. Jadi, Gevan tetap bersalah. Kira-kira apa isi buku merah itu sampai-sampai Gevan marah tak terkendali?

Loveliest GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang