Malam itu di balkon rumah, Gilsa tengah disibukan dengan tugas sejarah. Jari-jari manisnya tampak sibuk mengetik di atas laptop berwarna abu-abu miliknya. Dahinya sedikit berkerut dan matanya fokus ke arah layar. Meskipun bahunya masih terasa nyeri ia harus tetap mengerjakan tugas tersebut.
“Jam berapa ini, Sa, kok belum tidur?” tanya Fino yang duduk di sampingnya seraya meneguk minuman cup. Tidak ada jawaban dari adiknya itu, “Serius amat, sih?”
“Jangan ganggu gue!” jawabnya ketus.
“Idih, siapa juga yang gangguin lo. Gue nanya baik-baik, kok. Mau dibantuin nggak?”
Gilsa memutar bola matanya malas, masalahnya Fino memberi tawaran di waktu yang salah. Tugasnya kini sudah selesai. Gilsa langsung mematikan laptopnya dan menutupnya.
“Udah?” tanya Fino heran. Gilsa tersenyum kecut dan bangkit dari kursi berniat untuk masuk ke dalam kamar.Namun, Fino menahannya untuk tetap duduk karena ada sesuatu yang ingin ia bicarakan.
“Pelan-pelan sama tangan gue. Ada apa, sih?"
“Lo belum jujur sama gue. Sebenernya cowok tadi itu siapa?”
“Siapa?” Gilsa balik bertanya.
“Nggak usah pura-pura lupa, deh. Tadi yang nganterin lo balik, yang namanya Gevan itu, loh.”
Gilsa menghela nafasnya kasar. “Gue kan udah bilang, dia itu temen sekelas gue. Udah kan, sekarang gue mau masuk!”
“Lo ada hubungan sama dia, Sa?”
“Enggak lah, gila kali ya kalau gue sampai pacaran sama dia.”
Fino terkekeh, ia masih menahan Gilsa untuk duduk di sampingnya membuat Gilsa merasa kesal oleh introgasi dari kakaknya yang super kepo itu. “Lo tidur sana, besok kuliah pagi, kan?”
“Nggak masalah.”
“Terus lo mau nanya apa lagi sih, Fin?”
“Hahaha ..., gue cuma kepo aja sama temen lo itu. Mukanya mirip sama seseorang.” Kali ini Gilsa sedikit tertarik dengan ucapan Fino, gadis itu memberi Fino sedikit waktu untuk bercerita. Setelah lama menunggu ternyata Fino sama sekali tidak mengatakan apapun, akhirnya Gilsa yang bertanya, “Mirip siapa?”
“Ada.”
Alis Gilsa terangkat satu sambil terus menatap Fino aneh. “Yang lo maksud temen gue itu Gevan, kan? Dia mirip siapa, Fin?”
Fino menatap adiknya lalu sedikit berbisik, membuat Gilsa merasa bahwa ada rahasia di dalamnya. Setelah berbisik Fino langsung beranjak dari kursi dan meninggalkan Gilsa, sebelum benar-benar hilang dari hadapan Gilsa Fino sempat berkata “Jangan bilang siapa-siapa. Lo aja yang boleh tau.” Gilsa hanya mengangguk.
Kini Gilsa sudah berada di dalam kamar tidurnya, menata buku-buku yang besok harus ia bawa ke sekolah. Setelah selesai ia membaringkan dirinya di kasur seraya bermain ponsel. Ternyata ada pesan dari Bu Ninda, kalau besok ada rapat penting yang mengharuskan setiap ketua kelas dan wakilnya ada di meeting room.
Gilsa mendesah, was-was jika Gevan tidak membuktikan omongannya tadi siang bahwa ia akan menjadi ketua kelas yang bertanggung jawab. Gadis itu menulis pesan untuk Gevan.
Lo udah terima pesan dari Bu Ninda, kan? Awas aja kalau besok lo nggak dateng ke meeting room!
Gilsa langsung menaruh ponselnya. Ia mencoba memejamkan matanya namun nyeri di bahunya membuatnya merasa terganggu. Beberapa menit kemudian ponselnya berbunyi menandakan ada pesan masuk. Dengan malas ia membuka pesan itu, ternyata balasan dari Gevan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Loveliest G
Novela JuvenilGUARDLASH! Kematian harus dibalas dengan kematian, itulah siasat Gevan selama ini. Gevan memang bandel, anak itu hobi rusuh dimanapun ia berada. Gevan juga tidak pernah mematuhi peraturan di sekolah, apalagi di kelas, padahal ia menjabat sebagai ket...