TUJUH

1.5K 139 7
                                    

Zalfa menatap lurus ke arah Gilsa yang sedari tadi hanya diam sembari memegangi keningnya. Sudah satu jam kedua anak itu berada di kantin, padahal sudah waktunya untuk pulang. Zalfa berniat ingin mengajak Gilsa ke toko buku setelah ini, tapi ternyata Gilsa masih lemas, badannya pun masih terasa panas.

"Ya ampun, Sa." ucap Zalfa.

"Lo mau ke toko buku? Ajak Alika aja, gue lagi gak mood!"

"Alika bukannya udah balik daritadi? Dia kan ada les tambahan di rumah." Zalfa mencebikan bibirnya.

Gilsa mengaduk-aduk teh hangat yang ia pesan tadi lalu meneguknya hingga habis. "Cabut yuk, Zal." Setelah itu Gilsa bangkit dari kursi seraya mengaitkan ranselnya, namun ia tidak sengaja menubruk seseorang hingga tas yang terkait  di pundak orang tersebut jatuh.

"Sorry."

"Jalan pake mata!"

Gilsa memutar bola mata malas kala mengetahui bahwa Gevan lah yang ia tabrak. Gevan memasukan buku-bukunya yang ikut berserakan karena tadi tasnya tidak ia resletingkan.

"Gue udah minta maaf, ya, Gevan! Please deh jangan lebay!"

"Kalau gue gak maafin gimana?"

"Ya gue gak peduli!" Gilsa mengangkat bahunya acuh. Gevan lalu berjalan menjauh tapi Gilsa sempat menarik lengan seragamnya hingga membuat Gevan kembali menoleh.

"Don't touch my uniform."

"Lo tadi bolos, kan? Waktu pelajaran matematika? Lo kemana?" tanya Gilsa penuh selidik.

"Why? Do you miss me?"

"Gevan, gue serius! Bu Andra nyanyain lo, gue gak mau ya kelas kita di cap jelak gara-gara ulah lo," tegas Gilsa seraya memelototi Gevan.

Mereka berdua beradu tatapan, Gevan memang sejangan membuat Gilsa marah dengan memasang wajah mengejek, sedangkan Gilsa memang rasanya ingin selalu marah jika di dekat cowok itu.

"Biarin aja, wlee..." Gevan malah menjulurkan lidahnya, membuat ketiga temannya yang berada di belakangnya tertawa, setelah itu ia berlalu meninggalkan Gilsa.

"Dasar cowok rese!" teriak Gilsa.

Dafa dan Riko ikut terbahak-bahak, kecuali Arif, anak itu hanya menggeleng-gelengkan kepala.

"Ngapain ketawa?!" bentak Gilsa.

"Van, di sekolah kita ada toa raksasa," celutuk Dafa dan membuat Gilsa langsung melotot.

"Dafa, gue denger!" kata Gilsa.

"Ya baguslah kalau lo kaga budeg," jawabnya.

Zalfa menahan kekehannya supaya Gilsa tidak mendengar. Sedangkan Gilsa sudah hilang kesabaran, ia memutuskan untuk tidak membalas perkataan orang-orang menyebalkan seperti mereka.

Saat hendak melangkah Gilsa melihat buku warna merah yang berada di lantai. Gadis itu seperti pernah melihatnya, tapi dimana? Ia terus mengingat-ingat.

"Ini buku Gevan, bukan, ya?" ucapnya pelan seraya mengambil buku itu.

"Apaan, Sa?" tanya Zalfa kepo.

"Gak tau, kayaknya buku Gevan, deh."

"Buku diary? Masa sih cowok punya buku diary hahaha...."

Gilsa teringat betapa sangat marahnya Gevan saat mengetahui Gilsa menyentuh buku itu. Ia juga ingat saat Gevan mengatakan bahwa buku itu privasi.

"Gue kembaliin gak, ya?"

"Buka, dong!" pinta Zalfa.

Gilsa menoleh ke arah Gevan dan teman-temannya, mereka sedang asik bercanda gurau seraya menikmati mie ayam milik Pak Darno.

Loveliest GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang