JANTUNGKU MENGETUK DENGAN keras, seolah memukul tulang rusukku. Aku sudah membaca profil klienku malam ini dan aku tidak menemukan ketenangan di dalamnya. Mungkin sebaiknya aku mundur sebelum terlambat, telepon Brenda dan katakan padanya kalau aku tidak bisa melakukan ini tapi aku butuh sebelas ribu dan ini dia, delapan ribu ada pada pria ini. Sopir taxi-ku terus mengintip kaca spion di atasnya, mengawasiku karena aku tidak bisa berhenti gelisah.
Gaun merah ketat yang aku pakai juga tidak membantu. Aku sudah mewarnai rambut hitamku menjadi merah api, memoles bibirku dengan lipstik mawar, dan mempertegas garis mataku dengan eye-liner. Sebenarnya tidak ada yang berlebihan dari riasanku, bahkan gaunku cukup tertutup tapi tetap saja aku merasa seperti babi yang digiring. Perasaan kalau aku akan dibawa ke pembantaian. Mudah. Aku katakan pada diriku sendiri. Hanya tarik napas, dan semuanya akan baik-baik saja. Itu kebohongan tapi itu membuatku sedikit memegang kendali. Pada saat taxi berhenti di depan hotel aku kembali merasa tercekik.
Tarik talimu Nina! Kamu bisa melakukan ini! Ayo lakukan!
Aku mengangkat daguku tinggi saat melangkah keluar dan aku masuk ke pintu hotel. Tumit sepatuku mengetuk di lantai marmer saat aku berjalan ke meja resepsionis tapi aku dihentikan oleh pria berjas hitam sebelum aku mencapainya, dia tinggi dan kekar, seperti tukung pukul. Dia tidak menyentuhku atau apa pun, hanya melihatku dan sedikit membungkuk. Sopan dan dijaga, aku memaksakan senyum dan mengangkat kepalaku tetap tinggi.
"Miss Taylor?" Suaranya kasar, mungkin karena terlalu banyak mengisap tembakau atau karena luka sayat di tenggorokannya merusak pita suaranya.
"Ya," balasku. Aku menawarkan anggukan untuk keramahan. Kami berdua sama-sama tidak percaya satu sama lain. Tidak masalah selama kami tidak saling merugikan.
"Mr. Vince sudah menunggu Anda," ucapnya. Matanya menyipit mengawasiku, seolah aku bisa menumbuhkan beberapa sengat beracun. Aku harap aku bisa. "Mari Miss Taylor."
Aku membiarkan dia mengantarku ke elevator masuk dan menekan tombol untuk penthouse. Tidak ada pembicaraan di antara kami sampai kami keluar dan dia mulai, "Miss Taylor, Anda harus diperiksa." Aku mengernyit bingung. "Untuk keamanan," tambahnya. Aku bertanya-tanya apakah aku terlihat seperti pembunuh. Tapi aku tidak mengatakannya dan membiarkan dia memeriksaku, menekan lekuk di tubuhku untuk senjata dan meminta tas tanganku untuk melihat isinya. Setelah dia puas dia menyerahkan tasku kembali, mengantarku ke ruangan dengan sofa tunggal dan menghilang. Meninggalkan aku sendirian.
Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan sekarang. Ruangan itu luas dengan interior hitam dan silver, maskulin dan elegan. Ada beberapa lukisan di dinding dan satu akuarium dengan ikan Koi berbercak orange. Mereka berenang perlahan, terkurung, seperti diriku dua tahun ini. Di depan sofa ada meja rendah yang di atasnya terdapat botol anggur dan gelas yang belum tersentuh. Saat pintu di belakangku terbuka aku hampir melompat karena terkejut.
"Maaf jika aku membuatmu menunggu," ucap pria yang sekarang berdiri di ambang pintu. Matanya jatuh ke tubuhku, menilai untuk sesaat sebelum tersenyum dengan puas.
"Bukan masalah," jawabku. Aku membuat senyum palsu yang lain meski aku tidak dapat berbohong kalau aku sama terpesonanya dengan dia. "Ikan yang bagus."
Dia melihat ke akuarium dan kemudian kembali kepadaku. "Sesuatu yang cantik harus memiliki sangkar agar tidak terluka."
Aku merinding mendengar suaranya tapi tetap mempertahankan senyum. Takut atau tidak aku akan berakhir dengannya. "Sangkar tidak pernah menyenangkan."
"Untuk sesuatu yang liar, tentu saja," balasnya. Dia melangkah masuk, bentuk besar dan gelap. Udara berdesir saat dia bergerak, seolah pria itu adalah muatan energi. Kendali yang mematikan, kemeja krem-nya tidak menyembunyikan otot-otot yang kompeten dan rambut basah hitamnya masih mengalirkan air ke pelipisnya. Kehadirannya cukup untuk membuat lututku lemah, dia menjulang begitu tinggi, membuatku merasa begitu kecil dan lemah. Tapi senyumnya adalah sesuatu yang lain, lembut di bibir merah yang penuh meski sebenarnya tidak ada yang lebut darinya. Semuanya keras dan kasar, berteriak peringatan mematikan. "Apakah kau sudah makan?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Dreaming Sinclair
Romance***WARNING*** Dreaming Sinclair merupakan novel romansa erotis gelap. Mengandung penggunaan kata-kata gelap, erotis, dan romansa. Ini memiliki situasi seksual yang intens, hubungan master / budak, pelecehan, dan beberapa kekerasan. Kebijaksanaan pem...