Vote and comment, thanks :)
Happy Reading ♥♥NAPAS YANG KELUAR dari paru-paraku terasa sedikit sasak saat aku berlutut dengan kaki yang terbuka menghadap ke tembok. Telanjang dan berlutut untuk menunggu Sinclair bercinta denganku, otakku pasti sudah terbakar karena aku melakukan ini. Antisipasi memakanku, membuatku menggeliat di setiap detik yang aku hitung. Aku sudah berlutut untuk mungkin lima belas menit, aku tidak yakin karena aku tidak berani melirik jam. Mataku jatuh ke pangkuanku, dan aku menanti dengan gelisah untuk suara kenop pintu yang berputar. Aku sudah mendengar mesin mobilnya memasuki halaman, dan aku berlari ke atas untuk menunggunya seperti yang dia perintahkan. Berlutut seperti gadis baik yang dia inginkan. Aku akan menjadi apa yang dia inginkan, buat dia percaya padaku hingga dia tidak akan menyadari ketika aku menyelinap darinya.
Suara derit pintu yang terbuka membuat tubuhku lebih sadar, bahuku tegang, dan aku mulai menghitung napas untuk menjaga diriku tetap tenang. Aku mendengarkan langkah kakinya yang telanjang, berjalan di lantai marmer dengan tenang. Hampir tidak membuat suara apa pun. Dorongan untuk berputar, untuk melihatnya, menggedor kepalaku. Hanya ingin melihat sekilas dari dirinya. Apakah dia berpakaian? Apakah dia telanjang? Apa yang mungkin dia bawa? Lututku mulai terasa sakit karena berlutut di lantai marmer yang dingin terlalu lama, aku ingin bergerak, ingin melihatnya, ingin tahu apa yang dia rencanakan. Pikiran-pikiran itu buyar saat sesuatu yang berumbai seperti tali, kulit, sesuatu seperti cambuk? Aku tidak yakin tapi itu bergerak di sepanjang tulang punggungku. Aku sedikit menggeliat, tetap mempertahankan posisi diamku. Lalu itu menjadi satu sengatan cepat di punggungku, cambukan di sepanjang punggungku yang telanjang. Cambuk kulit menggigit kulitku dan aku menjerit kecil dan menoleh ke belakang. Melihatnya mengawasiku dangan mata yang gelap.
"Kenapa?" bisikku dengan mata lebar. Aku tidak melakukan kesalahan, aku tidak menentangnya, aku tidak membuatnya marah. Dia seharusnya tidak menghukumku.
Satu cambukan lain menggigit kulitku kali ini lebih ke bawah, tepat di atas pantatku. Mataku berair karena perih, dan aku bergeser sedikit menjauh darinya. "Tangan tetap di lutut, mata jatuh, aku tidak memberimu izin untuk bicara."
"Apa salahku?" desisku. Aku tidak mendengarkannya, aku menatap ke matanya dengan marah.
"Nina, kepala menunduk! Tangan di lututmu, lakukan!" Dia memainkan cambuk di jarinya. Menungguku untuk melakukan apa yang dia katakan.
"Kamu akan mencambukku lagi." Aku melihat ke kaus putih yang dia pakai, melihat warna itu begitu kontras dengan kulitnya yang gelap. Semacam kontradiksi lain dari darinya.
"Aku akan dan jika kamu tidak melakukannya maka itu akan jadi lebih buruk." Dia menatapku dengan kepastian di matanya. Aku mempertahankan tatapanku beberapa detik lebih lama di matanya sebelum mengembuskan napas kalah dan menunduk kembali ke posisi awalku. "Lihat! Itu mudah."
Mudah sialan, pikirku. Satu cambuk lain menggores punggungku, aku meringis tapi menahan dorongan untuk mengutuknya, menahan diriku sendiri untuk memaki dan berbalik untuk mencakarnya. Aku pergi dengan lima cambukan lain sebelum dia menjatuhkannya dan dia meraih daguku, menciumku dengan lembut di bibirku yang basah. Belaian lidah yang membujuk, begitu manis seolah dia tidak pergi mencambukku beberapa detik yang lalu. Jarinya menyentuh putingku yang keras, mencubit dan memutarnya, dia menyentuhku seperti aku miliknya, seperti dia memiliki izin untuk menyentuhnya. "Kenapa?" ucapku pelan, hampir tidak ada nyawa di suara itu.
Kenapa kamu menahanku? Kenapa kamu memukulku? Kenapa kamu mencambukku? Dan kenapa kamu menciumku seperti itu? Aku ingin menjerit, katakan padanya untuk berhenti mengacau di kepalaku.
"Karena kamu milikku." Jawaban singkat yang hanya membuat lebih banyak rasa frustrasi padaku. Dia melepaskan ciumam kami dan berdiri tegak, membuang kaus pergi dari tubuhnya. Aku minum dari pemandangan tubuhnya yang kuat, kulit cokelat yang membungkus ototnya dengan ketat. Tuhan, dia cantik, bukan dalam arti feminine tentu saja tapi tubuhnya adalah sesuatu yang akan membuatku menangis untuk bisa menyentuhnya. Dia bergerak, matanya mengamatiku dengan minat terbakar yang panas lalu berakhir duduk di ranjang dengan kaki yang terbuka, terlihat santai dan menikmati dirinya sendiri dan masih melihatku dengan mata predator. "Sekarang berdiri, dapatkan di kakimu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dreaming Sinclair
Romance***WARNING*** Dreaming Sinclair merupakan novel romansa erotis gelap. Mengandung penggunaan kata-kata gelap, erotis, dan romansa. Ini memiliki situasi seksual yang intens, hubungan master / budak, pelecehan, dan beberapa kekerasan. Kebijaksanaan pem...